Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
“Anak – anak membutuhkan rasa
kecewa, sedih, juga berbagai rasa yang kurang menyenangkan untuk membawanya
pada proses pendewasaan. #risariileon”
Beberapa buah bincang dengan mereka
yang sudah menjadi orangtua kritis dalam forum jagongan cahbocah ataupun forum
evaluasi pembelajaran di PAUD, nyata ada kenyamanan yang mulai dikhawatirkan
para orangtua.
^O^
Ada seorang anak yang terpenuhi
fasilitas pengembang bakat dan minatnya. Kerajinannya mencorat-coret kertas
dengan berbagai bentuk disekitarnya, ayah bunda telah siaga dengan fasilitas
kertas gambar, pensil banyak warna, software pendukung, pun dengan kebersamaan
menemaninya menggambar. Menyenangkan dan menyamankan. Dan kerisauan itu mulai
datang, saat di luar rumah anak mulai menunjukkan keengganannya berbaur dengan
lingkungan, keengganannya bertegur sapa, ah ya, nyaman membuatnya lupa pada
sekitar yang tak sama dengan rumahnya.
Setiap kata yang keluar dari si
kecil adalah titah. Ayah Bunda harus ‘iya’ meski seharusnya tidak. Harus
menuruti apa yang dikehendaki. Jika sebaliknya, ada gelegar panjang berbuntut
rengekan tak henti. Si Anakpun tak pernah mau mengalah, kepatuhannya entah
terbawa laut mana. Tak ayal lagi, kecemasan mulai menyergap hati Ayah Bunda.
^O^
Zona kenyamanan memang kerap
melenakan, membuat kita enggan melakukan perpindahan pada hidup yang nyata
terus bergerak. Menjadi sangat perlu bukan? Untuk mengenalkan anak pada
ketidaknyamanan. Mengenalkannya pada hal – hal yang kurang menyenangkan.
Mengenalkannya dengan ikhtiar untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.
Mengajaknya untuk sedikit berpeluh tanpa banyak mengeluh. Menjalani penundaan
keinginan sebab mendapat jeda mengikhtiarkan.
Memang akan ada guratan kecewa atau
sedih ketika keinginannya tidak segera terwujud. Memang akan ada berontak yang
tercuat ketika keinginannya tidak segera terlaksana. Memang akan ada kemarahan
yang muncul dipermukaan ketika keinginannya tidak sesuai dengan harapan.
Namun, tenanglah, berlahan anak pun
akan belajar untuk bersabar. Berdamai dengan ketidaknyamanan. Bersyukur atas
anugerah yang diberikan. Bukan proses pendek tentunya, maka kitapun harus turut
menyabarkan diri, menguatkan diri untuk membuat anak – anak turut kuat bersama
kita. Kuat berikhitar, kuat bersabar, kuat dalam ujian, kuat mengarungi samudra
kehidupan. Hingga kuatlah imannya kepada Tuhan.
Lebih dari itu, ketika sebuah
ikhtiar terlaksana, senyum sapa ramah sekitar pun mulai terangkai. Melibatkan
anak tentu akan membawanya bertemu dengan banyak atmosfer sosial. Pembiasaan
dini untuk mengajaknya belajar beradaptasi dengan banyak ranah. Tidak harus
mengandalkan lembaga pendidikan formal agar anak mau memulai pertemanan.
Seminggu sekali atau dua kali keluar rumah, menyapa tetangga, bismillah akan
membawanya mengenal banyak orang.
Ingat bukan? Tugas orang tua adalah
fasilitator, bukan diktator :v
Tidak perlu melarang anak untuk ini
itu yang sedang ia ingintahui, atau menuruti apa yang dimaui. Cukup mengawasi
tanpa mengekang. Mencukupi tanpa banyak memanjakan. Bukan melarangnya mencoba,
tapi tetap mendampinginya saat terjatuh. Biarlah dia terjatuh selama dia tahu
bagaimana caranya bangkit. Biarlah dia memiliki masalah selama dia paham bagaimana
solusinya. (keknya saya pernah menulis ini deh :v)
Kemandirian ataupun kematangan anak
bertemu dengan banyak lingkungan itu tidak melulu soal usia, tidak dapat
dipungkiri bahwa latar belakang keluarga dan pola asuh orangtua itu juga
memiliki andil pada kematangan anak. Dan meski tidak dapat dipukul rata, usia
seorang anak berpengaruh terhadap proses pembelajarannya di kelas (secara
klasikal). Akan ada masanya untuk anak belajar dengan teman sebayanya, melepas
genggaman nyaman Ayah Bunda.
Jika dikaitkan dengan yang lebih
dekat (sebelum mengarah pada pola asuh, pemilihan mengikhtiarkan seorang ‘partner
of life’ adalah yang terdekat dengan saya setidaknya :v ) perkara jodoh
sejatinya tidak melulu soal kenyamanan. Sekedar mengingatkan saja, bukankah
zona nyaman itu kerap melenakan? Maka ikhtiarkanlah terhadap ia yang mampu
meningkatkan kadar keimanan. Ikhtiarkanlah terhadap ia yang membawa banyak
kebermanfaatan. Ikhtiarkanlah yang bersamanya kamu mampu berbuat banyak
kebajikan. Ikhtiarkanlah yang bersamanya kamu mampu membuat banyak perbaikan.
Ikhtiarkanlah yang bersama dengannya membuatmu saling mengingatkan dalam
kebaikan. Ikhtiarkanlah yang kebersamaan dengannya meningkatkan kecintaanmu
kepada Tuhan. Semangat mengikhtiarkan! ^_^ Semangat berdamai dengan
ketidaknyamanan! ^_^
^O^
“Menikahlah sebelum mapan agar anak
– anak kita dibesarkan bersama kesulitan – kesulitan kita. Agar anak – anak
turut kenyang bersama keajaiban – keajaiban yang Allah anugerahkan. Menjaga
anak –anak dari ketertinggalan makna perjuangan hidup. Andriano Rusfi”
0 comments:
Post a Comment