Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Sabtu, 25 Mei 2013
Desa Kebapangan, Kec. Poncowarno, Kebumen |
Saya bukan insan politik yang
bersaing demi sebuah amanah berkursi, namun kali ini Tuhan memberi saya
kesempatan untuk melihat banyak hal. Bahkan mengizinkan saya untuk menjadi
pemantau sebuah pemungutan suara rakyat. Demokrasi dalam sebuah birokrasi
hidup? Entahlah yang jelas saya sedang berada di Desa Kebapangan Kecamatan
Poncowarno Kabupaten Kebumen. Bukan sebuah desa yang terlihat besar dari google
maph. Bukan pula desa dengan sumber daya yang terkenal hingga merambah
nasional. Hanya sebuah desa sederhana yang luar biasa spesial. Tidak ada
pemndangan air terjun pengundang wisatawan. Tidak ada pula sirkus fantasi
hiburan ibu kota. Tidak ada apa apa yang terlihat spesial disini. Bahkan kamu
harus memiliki naluri luar biasa nekat untuk bisa mencapai desa ini. Desa
diantara belantara perawan kota Kebumen. Dusun hampir ujung tanpa internet di
tengah era globalisasi. Bahkan banyak kubangan di jalan jika hujan menyapa. Tak
terjamah jika selayang pandang.
Namun sedikit relakan lututmu untuk
melawan gravitasi. Ikhlaskan kakimu menjamah kerikil desa. Dan biarkan senyummu
merekah sepanjang jalan. Kenapa? Karena sepanjang jalan itu kamu akan melihat
suatu kesungguhan. Keikhlasan. Juga keramahan khas timur asli Indonesia. Produk
lokal yang tak lagi kekal bahkan hampir punah terganti produk barat penuh
kebebasan.
Perjalanan malam kali ini sungguh
disponsori kenekatan luar biasa. :D Bersama beberapa rekan baru. (yeh, insan
insan baru). Seorang Nana, Linda n Her Boy, Ukh Ani, Itta, Alifi, dan Adi. :’)
Dalam sebuah misi kesaksian, kami melenggang mengitari Kebumen. Meski sempat
merasa bersalah sebab tersesatkan oleh saya yang sebenarnyapun belum pernah
menjamah tempat tempat tugas mereka.
Diawali dengan mengantar Itta ke
Kaliputih, berlanjut ke arah Jebres untuk Linda, lalu Adimulyo demi Nana,
kemudian menuju daerah sempor tempat Alifi dan Ukh Ani bertugas. Dan tepat saat
adzan magrib berkumandang, saya bersama Adi masih dalam perjalanan menuju TKP
masing masing. Saya di desa Kebapangan, Poncowarno. Adi di Wonokromo. Sempat
terlintas seorang Sichi, sebab dia saya tidak terlalu menyesatkan rekan rekan
hari ini. Sebab dia masih merawat naluri bolang saya. :’) Baiklah, hujan masih
belum reda, wajar jika nyanyian masa lalu kadang sesekali terdengar :P.
Persimpangan Jalan HM Sarbini
memisahkan saya dan Adi. Dia menuju arah Alian dan saya mengarah kembali ke
Kutowinangun (Belakangan saya tahu, seharusnya saya bersama Adi saja -_- betapa
ketidaktahuan itu sering merugikan haha)
Masih hujan. Dalam gigilan tubuh ada
angan yang menerjang masuk. Menyisipkan kata andai dalam lamunan air. Andai
saja dua puluh mei setahun lebih lima hari lalu tak pernah terjadi. Andai saya
tidak terlalu egois memintanya mengerti akan aktivitas saya. Andai saya benar
benar meluangkan waktu sebulan sekali untuk berjumpa. Andai aaaaarrrrgh andai!
Dan saya terbangun. Bahwa dia telah mengaitkan hatinya pada seorang yang dulu
ia kenalkan sebagai teman dekat. Bahwa ia dengan sangat percaya diri berkata
telah menemukan pengganti saya. Bahwa ia dengan sangat tak berbelas kasih menuturkan
proses pengenalan Ibu pada gadisnya kini, kesempatan yang tak pernah ia
berikan. :’D Bahkan Bunda terkadang masih mengingatnya lantas menanyakan
kabarnya. Pertanyaan dan pernyataan resep manjur mengiris luka.
Dan saya kembali merogoh hati.
Menemukan luka yang masih menganga, tidak berdarah. Namun sangat menyesakkan.
Saya masih tersesat dalam rimba masa lalu. Dan setahun lebih lima hari
perpisahan itu mengantarkan saya pada perjalanan ini. Menenggelamkan diri dalam
gelap jalan tanpa lampu, bahkan tidak remang sekalipun. Terkadang telalu
terluka membuat diri mampu menembus keberanian luar biasa. :D
Takut itu sempat datang. Saat
menyadari tanpa rekan, di tengah jalan hutan, juga derasnya hujan. Dan saya
perempuan! Tuhan, lindungi saya. Rapalku tanpa henti. Jalan yang jauh dari kata
halus, jalan yang bahkan tanpa remang, rumah penduduk yang berjarak ratusan
meter (itupun jauh diatas jalan). Saya belajar untuk tidak takut! Haha Ayolah
Risa! You are strong! You are brave! Oh God, save me!
Gelap hanya bagian tanpa cahaya.
Jarak hanya bagian dari perpindahan. Jalan yang penuh lubang hanya bagian dari
belum sampainya dana rakyat. Dan perjalanan saya ini hanya sebagian dari
ketakutan kecil yang ammm mungkin ada hal yang lebih menakutkan (#Eh?)
Hal pertama yang saya lakukan ketika
bertemu orang (enggak terlalu yakin itu tadi manusia, ya siapa tahu malaikat
yang dikirim Tuhan sebagai penunjuk jalan ahaha) atau bertemu rumah warga
adalah bertanya, “Pak/Bu, jalan arah desa Kebapangan mana ya?” haha
And then? Taraaaaaaaaaa, saya sudah
sampai :D
Thanks God, :*
Dan kalimat penyambutan saat saya
sampai di kediaman kepala desa Kebapangan adalah, “Mba ini termasuk sangat berani
lo, perempuan, malam malam ke desa terpencil ini sendirian. Mana lewatnya jalur
timur yang jalannya masih jelek ckckkckc salut mba!”
“Hehe ya semoga amanah ini diberkahi
pak!” sahut saya sekenanya.
Seusai mandi dan menunaikan shalat,
saya menyiapkan berkas untuk esok. Ruangan tiga kali empat, segelas teh hangat,
juga sepiring makanan daerah ( this is my favorit.Lemper ketan isi abon.) juga
setoples kripik asli Kebumen (lupa namanya) adalah bukti nyata kebaikhatian
keluarga kepala desa ini :’)Ya Rabbi, terima kasih.
Dan sederet pesan dilayar handphone
adalah bukti nyata banyak insan yang peduli pada saya. haha Beberapa dari rekan
seperjalanan hari ini, dari Bunda, Mas Kecil, dll. :P
Rekan
seperjalanan menginformasikan waktu tiba mereka di TKP, sayangnya dua rekan
(Alifi dan Ukh Ani) kehabisan sinyal jadi tidak bisa dihubungi (hmmm semoga
baik baik saja, aamiin). Bunda, berkali kali menelefon rupanya hehe . Mas
kecil, terima kasih untuk selimutnya :D untung dibawain :D Dan bahagia itu
sederhana, ketika menyadari betapa hal hal kecil mewakili perhatian yang besarr
:’)
Baiklah, sepertinya ada raga yang
meminta diistirahatkan sejenak :’) menyiapkan diri untuk pelunasan misi esok
hari. :’)
Diantara denting gelas dan canda
para lelaki paruh baya dalam ruang utama. Diantara gerimis yang seakan tak mau
reda. Diantara keripik yang termamah manusia merdeka. Diantara tawa mereka.
Diantara pesan singkat yang masih berdatangan. Saya sangat berterima kasih
untuk perjalan hari ini. :’) mengenal Indonesia lebih dekat lewat sapaan warga
desa ini.... Mari bersyukur menjadi warga Negeri Loh Jinawi :’) Indonesiaaa saya
mencintaimu sepenuhnya :*
Rekan sponsor perjalanan (Alifi, Pacar Linda, Nana, Itta, Me, Linda, Mas Adi) |
Masih di Kebapangan, Poncowarno, Kebumen |
Permadani hijau Indonesia |
Saapan Langit Poncowarno |
0 comments:
Post a Comment