Rss Feed
  1. Jejak Misi (Jilid Satu)

    Friday 13 September 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


                                                                                                                               Sabtu, 25 Mei 2013
    Desa Kebapangan, Kec. Poncowarno, Kebumen

                Saya bukan insan politik yang bersaing demi sebuah amanah berkursi, namun kali ini Tuhan memberi saya kesempatan untuk melihat banyak hal. Bahkan mengizinkan saya untuk menjadi pemantau sebuah pemungutan suara rakyat. Demokrasi dalam sebuah birokrasi hidup? Entahlah yang jelas saya sedang berada di Desa Kebapangan Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen. Bukan sebuah desa yang terlihat besar dari google maph. Bukan pula desa dengan sumber daya yang terkenal hingga merambah nasional. Hanya sebuah desa sederhana yang luar biasa spesial. Tidak ada pemndangan air terjun pengundang wisatawan. Tidak ada pula sirkus fantasi hiburan ibu kota. Tidak ada apa apa yang terlihat spesial disini. Bahkan kamu harus memiliki naluri luar biasa nekat untuk bisa mencapai desa ini. Desa diantara belantara perawan kota Kebumen. Dusun hampir ujung tanpa internet di tengah era globalisasi. Bahkan banyak kubangan di jalan jika hujan menyapa. Tak terjamah jika selayang pandang.
                Namun sedikit relakan lututmu untuk melawan gravitasi. Ikhlaskan kakimu menjamah kerikil desa. Dan biarkan senyummu merekah sepanjang jalan. Kenapa? Karena sepanjang jalan itu kamu akan melihat suatu kesungguhan. Keikhlasan. Juga keramahan khas timur asli Indonesia. Produk lokal yang tak lagi kekal bahkan hampir punah terganti produk barat penuh kebebasan.
                Perjalanan malam kali ini sungguh disponsori kenekatan luar biasa. :D Bersama beberapa rekan baru. (yeh, insan insan baru). Seorang Nana, Linda n Her Boy, Ukh Ani, Itta, Alifi, dan Adi. :’) Dalam sebuah misi kesaksian, kami melenggang mengitari Kebumen. Meski sempat merasa bersalah sebab tersesatkan oleh saya yang sebenarnyapun belum pernah menjamah tempat tempat tugas mereka.
                Diawali dengan mengantar Itta ke Kaliputih, berlanjut ke arah Jebres untuk Linda, lalu Adimulyo demi Nana, kemudian menuju daerah sempor tempat Alifi dan Ukh Ani bertugas. Dan tepat saat adzan magrib berkumandang, saya bersama Adi masih dalam perjalanan menuju TKP masing masing. Saya di desa Kebapangan, Poncowarno. Adi di Wonokromo. Sempat terlintas seorang Sichi, sebab dia saya tidak terlalu menyesatkan rekan rekan hari ini. Sebab dia masih merawat naluri bolang saya. :’) Baiklah, hujan masih belum reda, wajar jika nyanyian masa lalu kadang sesekali terdengar :P.
                Persimpangan Jalan HM Sarbini memisahkan saya dan Adi. Dia menuju arah Alian dan saya mengarah kembali ke Kutowinangun (Belakangan saya tahu, seharusnya saya bersama Adi saja -_- betapa ketidaktahuan itu sering merugikan haha)
                Masih hujan. Dalam gigilan tubuh ada angan yang menerjang masuk. Menyisipkan kata andai dalam lamunan air. Andai saja dua puluh mei setahun lebih lima hari lalu tak pernah terjadi. Andai saya tidak terlalu egois memintanya mengerti akan aktivitas saya. Andai saya benar benar meluangkan waktu sebulan sekali untuk berjumpa. Andai aaaaarrrrgh andai! Dan saya terbangun. Bahwa dia telah mengaitkan hatinya pada seorang yang dulu ia kenalkan sebagai teman dekat. Bahwa ia dengan sangat percaya diri berkata telah menemukan pengganti saya. Bahwa ia dengan sangat tak berbelas kasih menuturkan proses pengenalan Ibu pada gadisnya kini, kesempatan yang tak pernah ia berikan. :’D Bahkan Bunda terkadang masih mengingatnya lantas menanyakan kabarnya. Pertanyaan dan pernyataan resep manjur mengiris luka.
                Dan saya kembali merogoh hati. Menemukan luka yang masih menganga, tidak berdarah. Namun sangat menyesakkan. Saya masih tersesat dalam rimba masa lalu. Dan setahun lebih lima hari perpisahan itu mengantarkan saya pada perjalanan ini. Menenggelamkan diri dalam gelap jalan tanpa lampu, bahkan tidak remang sekalipun. Terkadang telalu terluka membuat diri mampu menembus keberanian luar biasa. :D
                Takut itu sempat datang. Saat menyadari tanpa rekan, di tengah jalan hutan, juga derasnya hujan. Dan saya perempuan! Tuhan, lindungi saya. Rapalku tanpa henti. Jalan yang jauh dari kata halus, jalan yang bahkan tanpa remang, rumah penduduk yang berjarak ratusan meter (itupun jauh diatas jalan). Saya belajar untuk tidak takut! Haha Ayolah Risa! You are strong! You are brave! Oh God, save me!
                Gelap hanya bagian tanpa cahaya. Jarak hanya bagian dari perpindahan. Jalan yang penuh lubang hanya bagian dari belum sampainya dana rakyat. Dan perjalanan saya ini hanya sebagian dari ketakutan kecil yang ammm mungkin ada hal yang lebih menakutkan (#Eh?)
                Hal pertama yang saya lakukan ketika bertemu orang (enggak terlalu yakin itu tadi manusia, ya siapa tahu malaikat yang dikirim Tuhan sebagai penunjuk jalan ahaha) atau bertemu rumah warga adalah bertanya, “Pak/Bu, jalan arah desa Kebapangan mana ya?” haha
                And then? Taraaaaaaaaaa, saya sudah sampai :D
                Thanks God, :*
                Dan kalimat penyambutan saat saya sampai di kediaman kepala desa Kebapangan adalah, “Mba ini termasuk sangat berani lo, perempuan, malam malam ke desa terpencil ini sendirian. Mana lewatnya jalur timur yang jalannya masih jelek ckckkckc salut mba!”
                “Hehe ya semoga amanah ini diberkahi pak!” sahut saya sekenanya.
                Seusai mandi dan menunaikan shalat, saya menyiapkan berkas untuk esok. Ruangan tiga kali empat, segelas teh hangat, juga sepiring makanan daerah ( this is my favorit.Lemper ketan isi abon.) juga setoples kripik asli Kebumen (lupa namanya) adalah bukti nyata kebaikhatian keluarga kepala desa ini :’)Ya Rabbi, terima kasih.
                Dan sederet pesan dilayar handphone adalah bukti nyata banyak insan yang peduli pada saya. haha Beberapa dari rekan seperjalanan hari ini, dari Bunda, Mas Kecil, dll. :P
    Rekan seperjalanan menginformasikan waktu tiba mereka di TKP, sayangnya dua rekan (Alifi dan Ukh Ani) kehabisan sinyal jadi tidak bisa dihubungi (hmmm semoga baik baik saja, aamiin). Bunda, berkali kali menelefon rupanya hehe . Mas kecil, terima kasih untuk selimutnya :D untung dibawain :D Dan bahagia itu sederhana, ketika menyadari betapa hal hal kecil mewakili perhatian yang besarr :’)
                Baiklah, sepertinya ada raga yang meminta diistirahatkan sejenak :’) menyiapkan diri untuk pelunasan misi esok hari. :’)
                Diantara denting gelas dan canda para lelaki paruh baya dalam ruang utama. Diantara gerimis yang seakan tak mau reda. Diantara keripik yang termamah manusia merdeka. Diantara tawa mereka. Diantara pesan singkat yang masih berdatangan. Saya sangat berterima kasih untuk perjalan hari ini. :’) mengenal Indonesia lebih dekat lewat sapaan warga desa ini.... Mari bersyukur menjadi warga Negeri Loh Jinawi :’) Indonesiaaa saya mencintaimu sepenuhnya :*
     
    Rekan sponsor perjalanan (Alifi, Pacar Linda, Nana, Itta, Me, Linda, Mas Adi)


    Masih di Kebapangan, Poncowarno, Kebumen

    Permadani hijau Indonesia

    Saapan Langit Poncowarno





  2. 0 comments: