Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Jumat, 23 Agustus 2013
The Sweet Home Library |
Terhitung
dari 28 Juni 2013 hingga hari ini saya telah meminjam buku perpustakaan program
studi saya. Dan sebagai timbal balik dari memanfaatkan buku yang teranggurkan
di rak perpus selama liburan semester hingga lupa diri untuk memperpanjang ke
perpus setiap minggunya, alhasil tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah
(itupun sudah dipotong, denda awal itu tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah)
melayang sebagai dana denda.
Telat mengembalikan buku perpus
bukan kali pertama saya alami. Namun, dengan posisi dompet yang masih tanpa
donatur membuat itu denda menjadi momok yang mencekik saya. Haha, pecahan lima
puluh ribu didompet harus terikhlaskan (eh? Sejak kapan ada keharusan dalam
ikhlas hahhaa) untuk perpus. Berapapun harga suatu materi sebenarnya tidak pernah
benar benar menjadi mahal atau murah bukan? Semua kembali pada isi dompet dan
gaya hidup kita. Sepuluh ribu akan menjadi sangat mahal untuk mereka yang
berpendapatan lima belas ribu rupiah perhari, namun di sisi lain seratus ribu
nampak sangat murah untuk mereka yang berpendapatan sepuluh juta perjam.
Baiklah, saya tidak mengeluhkan ini.
Tidak mengeluhkan tentang denda yang sebenarnya bertujuan baik. :D haha
bukankah dengan denda tersebut saya menjadi sadar akan deadline pengembalian
buku, setidaknyapun jika tidak bisa mengembalikan buku sesuai deadline sebab
buku masih dibutuhkah, saya bisa memperpanjang tanggal peminjaman (ini untuk
peminjam buku yang cerdas dan tak pelupa haha). Saya juga sadar bahwa tidak
semua petugas perpus lalai terhadap denda telat mengembalikan buku. Sempat saya
mengira petugas perpus program studi saya sama dengan petugas perpus program
studi tetangga haha rekan satu asrama saya meminjam buku hampir selama satu
semester tanpa perpanjangan, namun saat mengembalikan hanya kena denda tujuh
ribu. Kyaaaaaaaaaaaaa, saya berandai (coba kalau petugas perpus saya seperti
itu hahaha maka timbul pertanyaan kapan kamu insyaf nak?). Dalam kegalauan
sebab uang bulanan yang tinggal selembar itu terpotong oleh keteledoran saya,
ada bangga menyelinap halus. Ada syukur berbisik lirih. :’) Bahwa petugas
perpus program studi saya itu disiplin, bahwa petugas perpus saya haha baik
(haha alamat mengundang GR ini).
Petugas perpus yang disiplin dan
baik itu penting banget tau! Bahkan untuk membangun budaya membaca dan
mengunjungi perpus saja sudah susah, jika ditambah adanya petugas perpus yang sesuka hatinya tanpa mengindahkan tata
tertip kepustakaan yowes bubar jalan wae! :D haha seorang rekan pernah
bercerita bahwa dia mengembalikan buku perpustakaan yang ia temukan di kosanya.
Meskipun dia bukan sebagai peminjam buku tersebut, namun karena jiwanya
terpanggil untuk mengembalikan yang hak pada tempatnya. Melajulah ia dengan
niatan suci #eahh :D namun sayangnya, sesampainya di perpus, dia anugerahi
hujatan sebagai peminjam buku perpus yang tidak tahu diri sebab memulangkan
buku dalam jangka waktu yang terhitung lama. Teman saya itupun memerah udang
wajahnya lantaran malu oleh hujatan diwajah banyak insan perpus kala itu.
Diapun tanpa sungkan berikrar didepan saya bahwa dia tak sudi menjamah perpus
lagi. Niat manis yang berbuah tragis. :”)
Terkenang pula pada diskusi rekan
tetangga saya. mereka mendiskusikan tentang perpus program studi mereka. Mulai
dari koleksi buku hingga si Kutu Buku. Koleksi buku yang tidak terupdate dan
tertata sesuai jenisnya, berdebu, juga beberapa termakan rayap. Lalu ruang
perpusnya yang lebih layak sebagai tempat berbincang daripada ruang hening nan
nyaman membangun imajinasi sebab terlena dalam buai alinea. Dan petugas perpus
yang sedemikian pelitnya terhadap senyum, oh dear!
Memandang semua memori buruk tentang
perpustakaan itu. Ada sergapan tanpa arah yang menyesakkan. Betapa mahalnya
untuk menghadirkan suara 3dizzel saja sebagai penghuni perpus. Betapa mirisnya
untuk sekedar menawarkan senyum termanis dari si masinis buku. Kemana perginya
sosok perpustakaan impian saya? tempat favorit saya ketika tak memiliki uang
jajan dan menghabiskan waktu istirahat siang. Kemana menghilangnya, rayuan
rayuan buku segar yang meminta mata untuk melahapnya? Kemana aksi budayakan
membaca yang sering terpampang dijalan raya? Menguapkah atau berpindah pada
sosial media? :’) entahlah.
Tapi, jika saya merindukan perpus
itu. Perpus dengan suara tiga dizzel. Perpus dengan bantal bantal empuk
penyangga buku. Perpus dengan buku buku teranyar yang kaya ilmu. Perpus dengan
petugas murah senyum tanpa ragu. Perpus dengan sirkulasi udara tanpa debu. Maka
saya hanya perlu mengayuh beberapa kilometer saja, menjamah kota sebelah lalu
berhenti pada bangunan baru berlantai dua dengan lantai dasar sebagai bengkel
kendaraan bermotor serta parkiran luas, lalu dilantai dua itulah surganya
pecinta buku yang belum mampu membeli. Hahaha fakir ilmu si pelahap buku. :D
Ada dua petugas perpustakaan yang dengan senyum manis selalu sabar menanggapi
pengunjung. Di lantai dua tersebut, ada beberapa ruangan yang tersekat kaca
kedap suara. Di bibir tangga dua meja untuk receptionis sekaligus petugas
perpus, lalu disebelah kiri ada televisi superbesar untuk mereka yang suka
movie, lalu disebelahnya ruang TV ada tempat bermain anak anak (ada mandi
bolanya). Nah di kanan tangga, ruangan yang paling besar itu ada buku yang
tertata rapi. Berbaris dalam golongan fiksi atau non-fiksi, umur layak baca,
juga jenis majalah hingga ensiklopedia. Didalamnya ada beberapa kursi untuk
pengunjung yang ingin membaca sambil
duduk, ada karpet dengan taburan bantal sebagai tempat favorit saya membaca
(kebiasaan tak sehat yang menyita penglihatan normal saya pada akhirnya). Oia,
saat kita mulai menaiki tangga, akan terdengar alunan instrumental yang lembut
banget ditelinga. Hmmm benar benar perpus ideal pokoknya. Nama perpustakaannya
itu Ganesha, alamatnya di Kota Sukoharjo.
Dan berlajar dari hari ini :”) suatu
saat perpus idaman itu tak hanya ada di kota sebelah. Tak perlu berpeluh guna
bertatap buku baru. Tak usah mengayuh Vio sejauh Sukoharjo. Mungkin hanya butuh
melenggang beberapa langkah ke arah depan rumah, sekotak ruang berjendela dan
ventilasi apik tempat judul judul buku berjajar indah di raknya. :”) Sebuah
pondok baca sederhana milik keluarga, :”) #insya Allah :”) semoga perpus impian
itu akan ada di masa depan saya. Menati ikhtiar saya mewujudkannya. :”)
Sampaikan selamat tinggal pada kardus sesak si pemenjara buku :D Sampaikan selamat
tinggal pada rak buku yang sudah terlalu penuh itu. :”)
:")