Rss Feed
  1. Aku dan Perpustakaan

    Monday, 9 September 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



    Jumat, 23 Agustus 2013
    The Sweet Home Library

                Terhitung dari 28 Juni 2013 hingga hari ini saya telah meminjam buku perpustakaan program studi saya. Dan sebagai timbal balik dari memanfaatkan buku yang teranggurkan di rak perpus selama liburan semester hingga lupa diri untuk memperpanjang ke perpus setiap minggunya, alhasil tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah (itupun sudah dipotong, denda awal itu tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah) melayang sebagai dana denda.
                Telat mengembalikan buku perpus bukan kali pertama saya alami. Namun, dengan posisi dompet yang masih tanpa donatur membuat itu denda menjadi momok yang mencekik saya. Haha, pecahan lima puluh ribu didompet harus terikhlaskan (eh? Sejak kapan ada keharusan dalam ikhlas hahhaa) untuk perpus. Berapapun harga suatu materi sebenarnya tidak pernah benar benar menjadi mahal atau murah bukan? Semua kembali pada isi dompet dan gaya hidup kita. Sepuluh ribu akan menjadi sangat mahal untuk mereka yang berpendapatan lima belas ribu rupiah perhari, namun di sisi lain seratus ribu nampak sangat murah untuk mereka yang berpendapatan sepuluh juta perjam.
                Baiklah, saya tidak mengeluhkan ini. Tidak mengeluhkan tentang denda yang sebenarnya bertujuan baik. :D haha bukankah dengan denda tersebut saya menjadi sadar akan deadline pengembalian buku, setidaknyapun jika tidak bisa mengembalikan buku sesuai deadline sebab buku masih dibutuhkah, saya bisa memperpanjang tanggal peminjaman (ini untuk peminjam buku yang cerdas dan tak pelupa haha). Saya juga sadar bahwa tidak semua petugas perpus lalai terhadap denda telat mengembalikan buku. Sempat saya mengira petugas perpus program studi saya sama dengan petugas perpus program studi tetangga haha rekan satu asrama saya meminjam buku hampir selama satu semester tanpa perpanjangan, namun saat mengembalikan hanya kena denda tujuh ribu. Kyaaaaaaaaaaaaa, saya berandai (coba kalau petugas perpus saya seperti itu hahaha maka timbul pertanyaan kapan kamu insyaf nak?). Dalam kegalauan sebab uang bulanan yang tinggal selembar itu terpotong oleh keteledoran saya, ada bangga menyelinap halus. Ada syukur berbisik lirih. :’) Bahwa petugas perpus program studi saya itu disiplin, bahwa petugas perpus saya haha baik (haha alamat mengundang GR ini).
                Petugas perpus yang disiplin dan baik itu penting banget tau! Bahkan untuk membangun budaya membaca dan mengunjungi perpus saja sudah susah, jika ditambah adanya petugas perpus  yang sesuka hatinya tanpa mengindahkan tata tertip kepustakaan yowes bubar jalan wae! :D haha seorang rekan pernah bercerita bahwa dia mengembalikan buku perpustakaan yang ia temukan di kosanya. Meskipun dia bukan sebagai peminjam buku tersebut, namun karena jiwanya terpanggil untuk mengembalikan yang hak pada tempatnya. Melajulah ia dengan niatan suci #eahh :D namun sayangnya, sesampainya di perpus, dia anugerahi hujatan sebagai peminjam buku perpus yang tidak tahu diri sebab memulangkan buku dalam jangka waktu yang terhitung lama. Teman saya itupun memerah udang wajahnya lantaran malu oleh hujatan diwajah banyak insan perpus kala itu. Diapun tanpa sungkan berikrar didepan saya bahwa dia tak sudi menjamah perpus lagi. Niat manis yang berbuah tragis. :”)
                Terkenang pula pada diskusi rekan tetangga saya. mereka mendiskusikan tentang perpus program studi mereka. Mulai dari koleksi buku hingga si Kutu Buku. Koleksi buku yang tidak terupdate dan tertata sesuai jenisnya, berdebu, juga beberapa termakan rayap. Lalu ruang perpusnya yang lebih layak sebagai tempat berbincang daripada ruang hening nan nyaman membangun imajinasi sebab terlena dalam buai alinea. Dan petugas perpus yang sedemikian pelitnya terhadap senyum, oh dear!
           Memandang semua memori buruk tentang perpustakaan itu. Ada sergapan tanpa arah yang menyesakkan. Betapa mahalnya untuk menghadirkan suara 3dizzel saja sebagai penghuni perpus. Betapa mirisnya untuk sekedar menawarkan senyum termanis dari si masinis buku. Kemana perginya sosok perpustakaan impian saya? tempat favorit saya ketika tak memiliki uang jajan dan menghabiskan waktu istirahat siang. Kemana menghilangnya, rayuan rayuan buku segar yang meminta mata untuk melahapnya? Kemana aksi budayakan membaca yang sering terpampang dijalan raya? Menguapkah atau berpindah pada sosial media? :’) entahlah.
                Tapi, jika saya merindukan perpus itu. Perpus dengan suara tiga dizzel. Perpus dengan bantal bantal empuk penyangga buku. Perpus dengan buku buku teranyar yang kaya ilmu. Perpus dengan petugas murah senyum tanpa ragu. Perpus dengan sirkulasi udara tanpa debu. Maka saya hanya perlu mengayuh beberapa kilometer saja, menjamah kota sebelah lalu berhenti pada bangunan baru berlantai dua dengan lantai dasar sebagai bengkel kendaraan bermotor serta parkiran luas, lalu dilantai dua itulah surganya pecinta buku yang belum mampu membeli. Hahaha fakir ilmu si pelahap buku. :D Ada dua petugas perpustakaan yang dengan senyum manis selalu sabar menanggapi pengunjung. Di lantai dua tersebut, ada beberapa ruangan yang tersekat kaca kedap suara. Di bibir tangga dua meja untuk receptionis sekaligus petugas perpus, lalu disebelah kiri ada televisi superbesar untuk mereka yang suka movie, lalu disebelahnya ruang TV ada tempat bermain anak anak (ada mandi bolanya). Nah di kanan tangga, ruangan yang paling besar itu ada buku yang tertata rapi. Berbaris dalam golongan fiksi atau non-fiksi, umur layak baca, juga jenis majalah hingga ensiklopedia. Didalamnya ada beberapa kursi untuk pengunjung  yang ingin membaca sambil duduk, ada karpet dengan taburan bantal sebagai tempat favorit saya membaca (kebiasaan tak sehat yang menyita penglihatan normal saya pada akhirnya). Oia, saat kita mulai menaiki tangga, akan terdengar alunan instrumental yang lembut banget ditelinga. Hmmm benar benar perpus ideal pokoknya. Nama perpustakaannya itu Ganesha, alamatnya di Kota Sukoharjo.
                Dan berlajar dari hari ini :”) suatu saat perpus idaman itu tak hanya ada di kota sebelah. Tak perlu berpeluh guna bertatap buku baru. Tak usah mengayuh Vio sejauh Sukoharjo. Mungkin hanya butuh melenggang beberapa langkah ke arah depan rumah, sekotak ruang berjendela dan ventilasi apik tempat judul judul buku berjajar indah di raknya. :”) Sebuah pondok baca sederhana milik keluarga, :”) #insya Allah :”) semoga perpus impian itu akan ada di masa depan saya. Menati ikhtiar saya mewujudkannya. :”) Sampaikan selamat tinggal pada kardus sesak si pemenjara buku :D Sampaikan selamat tinggal pada rak buku yang sudah terlalu penuh itu. :”)
               
               
     

  2. 1 comments:

    1. Anonymous said...

      :")