Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Sabtu, 19 Juli 2014

                Berangkat dari ragam tanya rekan rekan mengenai potensi alam Kota Kebumen, saya melaju bersama Flipper (nama motor saya :v). Menyapa panaroma asri khas Kebumen. Potensi endemik asli Kota Beriman. Juga terima kasih untuk rekan tersayang yang sedia menemani perjalanan saya. (Peluk Cium untuk Hanna, Nduk Tiwi, Yayu Pi ^_^). Dan mari saya kenalkan pada mereka yang membuat saya jatuh cinta setiap hari pada satu kota sederhana ini. Kota tanpa Mall bertingkat atau Hotel Bintang Lima.
                Menyusuri Jalan Lingkar Selatan dengan label Jalan Deandles dari arah timur (Yogya), inilah wisata Bahari Kebumen #PartOneJilidSatu dalam kekhasan debur Samudra Hindia  ^_^

    1. Grebek Rowo (Kecamatan Prembun)
    Rawa eksotis dengan gumuk pasir sebagai gerbang panorama kemudian debur pantai setelahnya adalah bukti bahwa Tuhan tak pernah main main menciptakan keindahan. Menempuh jarak ±10 km dari rumah, yang memakan nyaris lima puluh menit perjalanan pemandangan Rowo lunas membayar kelelahan saya menyambangi Deandles yang penuh lubang :3 (Peringatan: Bahwa jalan Deandles jauh dari kata mulus, jadi waspadalah!). Jika dari Jalan provinsi, masuk jalan aspal kecil sebelum Pasar Prembun, terus saja mengikuti jalan yang berkelok dan melewati perumahan penduduk hingga bertemu perempatan (Jalan Deandles) itu masih lurus saja ke selatan dan sampailah. :D Untuk transportasi kesana belum ada transportasi umum, sebab memang sepertinya masih jadi pemandangan turis lokal, jadi yaa bersiap-siap dengan kendaraan pribadi (kalau mau naik sepeda enggak papa, sebab jalanpun tidak ada tanjakan berarti).
    Tidak ada gerbang pembelian tiket. Dan sepertinya tiket dijual bebas oleh para pemilik tempat parkir. Sejauh yang saya tahu ada dua parkiran kendaraan. Pertama yang dekat dengan pantai (Parkir Selatan) dan yang jauh dari pantai (Parkir Utara). Kalau saya seringnya di Parkir Selatan, sebab untuk sampai Rawa lebih dekat sehingga hanya jalan kaki beberapa meter sudah sampai Gumuk Pasir untuk kemudian disambut biar tenang permukaan air Rawa.
    Dinamakan Grebek Rowo sebab dibeberapa tanggal tertentu kerap diadakan Pasar dadakan (Grebek), semacam Sunmor di Manahan (Solo). Event Grebek ini biasaya diadakan saat perayaan hari besar Islam ex: Idhul Fitri. Jadi, kalau di Solo/Yogya ada sekatenan di Kebumen ada Grebek. Saya belum pernah ke sana, hanya saja telinga saya kerap menerima suara cerita dari tetangga saya yang pernah ke sana. Tahun lalu, saat Ayah masih di rumah. Bunda sempat diajak ke sana. Kencan bertiga dengan Riki (ah ya, si Ragil memang selalu menjadi obyek ajakan paling sering), dan sebagai imbalan menjaga rumah dengan baik. Sepasang kaos kaki turut serta menutup aurat saya sekarang :3 Terima kasih Bundaaaa :*
















    Photo By Risa Rii Leon

    2 2. Pantai Ambal (Kecamatan Ambal)
    Tidak sampai tiga puluh menit dari rumah ditempuh bersama Flipper. Menuju Jalan Deandles melalui Jalan Pagedangan (Jalan Arah Selatan Depan Pasar Kutowinangun), lurus terus hingga bertemu pertigaan di kanan jalan dengan disebalah kiri SMP N 2 Ambal, ambil kanan terus hingga bertemu pertigaan lagi (Pertigaan Soponyono) ambil kiri, terus saja ke selatan dan sampai di pertigaan kantor kecamatan Ambal, ambil kiri, terus saja sampai menemukan papan arah pantai ±1 KM.
    Jalan yang tidak halus itu memang tak sedap dirasa badan, namun aroma bakaran sate ayam khas Ambal mampu menguatkan untuk bertahan hingga sampai tujuan. Yap, sepanjang Jalan Deandles mendekati Pantai Ambal, berjajarlah warung warung sate Ambal. Menu bakar warisan kuliner warga sekitar. Dengan bumbu kaya rempah serta siraman saos tempe khas, belum lagi bara yang tepat untuk mematangkan tusukan sate itu. Aiihhh nyummy sangatt itu hidangan Sate Ambal. Belum lagi kupat pendampingnya yang kaya karbohidrat, refrensi sedap menyambut siang penuh lahap. ^_^ *Belum sah kalau belum nyoba menu satu itu.




    Beberapa ratus meter dari bibir pantai, semesta menyajikan gumuk pasir yang mulai ditumbuhi cemara pantai. Salah satu kebijakan pemerintah guna meminimalisir arus abrasi. Beberapa tatanan perkebunan semangka dan melon (kadang jagung, pepaya, lombok, pun dengan ragam tanaman umbi-umbian) pun turut menyumbangkan kehijauan pandang sebelum sampai pantai. Bisa beli ditempat atau sekedar meminta. Untuk turis lokal biasanya boleh beli ditempat jika bersamaan dengan masa panen, untuk bocah ‘dolan’ (anak-anak sekitar yang kebetulan ingin merasai buah semangka/melon. Dari pada bocah itu mencuri, lebih baik diberi, begitu katanya).
    Jalan aspal itu telah habis tepat di depan gubuk yang difungsikan sebagai parkir pengunjung. Jika hari libur biasa, tak ada penjaga parkir. Dengan kunci stang, dan helm diletakkan di cantelan jok, serta posisi parkir tidak egois, itu sudah cukup nyaman untuk berani ditinggalkan. Berbeda saat hari libur raya (perayaan hari besar agama), akan ada petugas tiketing yang rapi berjajar, menyobek kertas tiket dengan label harga Rp. 3000,00 kemudian Tukang Parkir yang sibuk menata lantas menyerahkan tiket parkir senilai Rp. 2000,00. Dan hari saya berkunjung adalah  freeday without ticket :D
    Tak ada pasir putih yang mengarahkan pada puji, pun tak ada karang-karang kokoh yang menguji nyali, namun minggu pagi (hari libur) adalah keramaian khas pantai ini. pengujung tetap yang masih setia dengan pasir hitam Ambal, masih setia dengan ombak dan nyanyian sengaunya, masih setia dengan aksi kejar-kejaran dekat pasir. Ya, anak-anak desa yang belum kenal gadget adalah penyapa setia pantai lokal. Puas seusai bermain dalam tarian ombak, pengujung bisa memadamkan kelaparan dengan sarapan Tahu Kupat Ambal atau jika beruntung ada penjual sate Ambal yang menjajakan kuliner endemiknya. Ada beberapa gubuk bambu yang menyediakan ragam menu untuk sarapan. Teh manis, kopi pahit, bakwan goreng, mendoan, tahu kupat, es nutrisari, menu seadanya namun menjadi istimewa saat dinikmati bersama iringan musik alam pun dengan sepoi manja sang bayu juga harga yang relatif murah. Tak sampai angka sepuluh ribu, penghuni perut sudah lena dalam kenyang. Ah pagi yang manis ^_^


























    Photo by Risa Rii Leon

    3.      3. Pantai Bocor / SetroJenar (Kecamatan Buluspesantren)
    Kembali ke arah kecamatan Ambal. Jika ambil kiri berarti kembali ke Jalan Provinsi (saya pulang) jika lurus terus kita akan menghampiri banyak pantai. Adalah Pantai Bocor di desa Setrojenar kecamatan Buluspesantren, pantai dekat markas TNI AD (*CMIIW) dengan lapangan latihan dan bangunan asrama para prajurit negara, pantai ini tak jauh beda dengan Pantai Ambal.
    Jalan jalan menuju pantai yang kanan kirinya dihias perkebunan warga, pun dengan lengan pantai yang ditancapi banyak bambu warung makan. Amm jika di Pantai Ambal tancapan bambunya hanya beberapa, di Pantai Bocor tancapan bambunya bisa dikatakan banyak. Yap, ada banyak menu pilihan untuk dinikmati. Tak sekedar gorengan, tahu kupat, sate, kadang ada Mie Ayam juga Bakso. Tak hanya itu, beberapa meter ke arah barat akan ada gubuk lumayan besar yang difungsikan untuk mushola dengan satu sumur dan dua kamar mandi (kalau belum dibangun lagi), fasilitas sederhana untuk mereka yang masih menjaga waktu shalatnya disela menikmati panorama.
    Berhubung sepertinya belum ada pengelola tetap, wajar jika kehadiran fasilitas tersebut masih jauh dari terjaga :3 Hanya hari hari tertentu saja ada penjaganya. Untuk parkir masih sama dengan Pantai Ambal. Parkiran tepat di samping kiri kanan batas jalan aspal, sedangkan Gerbang Tiket di awal masuk daerah perkebunan warga sudah berdiri megah menyapa. Tiket dan parkir nominalnya sama dengan di Pantai Ambal.










     PhotoByRisaRiiLeon


    To Be Continued . . .

    #JilidDua
    #JilidTiga

  2. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    Foto By Risa Rii Leon




                Kembali mengoptimalkan fungsi Magicom, setelah sukses dengan nasi kuning dan puding tela ungu (Yeyeye *tepuktanganuntuksaya :v) kali ini saya mencoba membuat Bubur Sumsum. Niat membuat sudah ada seminggu terpelihara, dan baru terealisasi malam ini :3 Baiklah mari merapat, acuhkan saja cerita saya :v
                Bahan: Tepung beras, garam, daun pandan, santan (masih setia menggunakan santan Kara), gula jawa (yang suka gula pasir, boleh pakai gula pasir), Mutiara (rebus hingga lunak/bening lalu tiriskan).
                Cara membuat
    1.      Larutkan santan dengan dua gelas air.
    2.      Larutkan tepung beras dengan sebagian larutan santan tadi.
    3.      Rebus sisa santan. Aduk terus. Kemudian satu persatu masukan gula jawa yang telah diiris tipis agar cepat larut, garam secukupnya, dan irisan daun pandan. Aduk terus agar santan tidak mengental hingga hampir mendidih (check suhu)
    4.      Lalu masukkan larutan tepung beras perlahan sembari terus mengaduk hingga mengental.
    5.      Masukkan mutiara yang telah ditiriskan tadi, secara perlahan juga dan terus diaduk.
    6.      Violaaa, Bubur Sumsum Gula Jawa siap ^_^
    *Kalau buburnya kurang manis, bisa ditambahkan saus gula jawa. Cara membuat sausnya rebus gula jawa, garam, dan daun pandan hingga gula larut.

    Baiklah, memang kurang menarik dari segi face validity :3 tapi insya Allah dari segi rasa pantaslah untuk menyambut tamu asrama malam ini (Hallo Nduk Ais ^_^). Dan bahagia menjadi sangat sederhana ketika panci magicom itu kehilangan muatannya, berpindah tempat pada perut perut manis penghuni asrama. ^_^