Rss Feed
  1. Untuk Perempuan dalam Pelukan

    Tuesday 14 July 2015



                Tak terasa gelap pun jatuh
                Diujung malam menuju pagi yang dingin
                Hanya ada sedikit bintang malam ini
                Mungkin karena kau sedang cantik cantiknya

                Lalu mataku merasa malu
                Semakin dalam ia melukai ini
                Kadang juga ia takut
                Tatkala harus berpapasan ditengah pelariannya
                Di malam hari
                Menuju pagi
                Sedikit cemas, banyak rindunya
                
                By Bang Is Payung Teduh
    .:::::::.
                Saya memanggilnya Perempuan Malam, lebih tiga per empat malam tepatnya. Tatkala banyak kubu berdiri menentukan perihal dimana letak sepertiga malam, ia adalah yang paling lama menjamahi malam. Selaras pada masa yang terus berdetak menuju kerentaan malam. Ia, resmi di peluk malam.
                Menghayati setiap laku dalam buai sujud panjang. Melunasi masa menuju pagi yang kian berkabut. Tanda bahwa ada dingin yang siap menyambut di dininya hari, tapi cukup diselimuti beberapa bintang untuknya. Membiarkan sedikit hangat untuknya bercumbu denga syukur atas nikmat hidup yang tak terhitung.
                Cantik. Sungguhan. Asli. Tanpa buatan.
                Setiap ritual itu ia tegakkan, cahaya itu bertambah. Benar! Tak perlu banyak bintang untuk melalui hari ini, sebab dia adalah satu yang paling terang.
                Dalam rengkuhang selimut beludru, saya meresapi tetes – tetes doanya. Terkadang dengan tidak tahu dirinya, berharap ia akan segera mengajakku serta menegakkan sepertiga malam itu. Ahhh laki – laki memang tak pernah rela untuk beranjak dewasa, bahkan perkara vertikal semacam ini masih minta diingatkan.
                Tidak juga sebenarnya, saya hanya enggan melewatkan prosesi cantiknya dalam balut kesahajaan doa. Air mata kekuatan dan pengarapan yang belum tentu dengan jujur ia hadapkan padaku. Khawatir membebaniku katanya, entahlah. Tapi sekalipun itu berbagi beban, selama itu dengan perempuan ini, saya tak pernah ragu menerimanya.
                Tak hanya itu, saya juga enggan melewatkan panggilan lembutnya.  Mengusap sisi kanan kepalaku penuh cinta, mengingatkan untuk tak lena pada mimpi dan lupa pada langkah perbaikan. Tuhan, apakah langit tidak kehilangan satu bidadari surgaMu? Atau memang sengaja Engkau mengutus perempuan ini untuk membersamaiku menujuMu? Ahh ya, ijinkan saya menjaganya.
                “Sayaang.. bangun yuk. Shalat dulu.!” Bisiknya seusai dengan ritual.
                Maka dengan nistanya, saya akan berpura – pura baru tersadar dari mimpi. Menegakkan punggung lantas mengecup kening itu, memastikan tak ada kerut ketakutan singgah di sana.
                Sebenarnya, tak sekalipun ketakutan itu nyata tersurat. Sepertiga malam selalu memberikan obat penenang untuknya. Pelarian terbaik dan ternyaman tempat ia rela terkurung selamanya.

                Meski agak mengerikan, kerap saya takut kehilangan dia tanpa aba – aba. Kecemasannya pada saya, tidak pernah lebih besar dari rindunya pada surga. Saya takut, ia diambil Tuhan terlalu cepat. Sekarang saya paham, betapa brengsek sekaligus pengayomnya Jaka Tarub. Brengsek sebab tidak membiarkan bidadarinya pulang, pengayom betapa ia berupaya keras menjaga Nawangsari.

  2. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


                Adegan tertanggal 12/07/2015 cukup membuat saya gelisah. Adegan berkunjungnya sahabat jaman aliyahnya Rumana ke rumah mewahnya bersama Robbi dalam sebuah lakon serial televisi. Hmmm berhubung sedang di rumah, dan kebiasaan Mamak nongkrong di depan tipi dengan tontonan macam itu. Jadilah saya, (Terpaksa) ikut menonton.
                Teman Rumana datang bersama anaknya. Sebagai Tuan rumah Rumana dan Robbi menyambut dengan senang hati. Bincang – bincangpun tercipta antara Rumana dan temannya itu, sementara Robi yang masih di ruangan agak risih mendengar cerita teman istrinya itu. Menjaganya dari prasangka, iapun beralasan mengajak main Habibi dan anak temannya itu bermain bola di luar. Meninggalkan dua perempuan itu berbagi cerita dengan leluasa.
                Usut di usut, ternyata temannya Rumana itu baru cerai dari suaminya. Perempuan yang dulu semasa Aliyah katanya sangat tertutup dan paling menjaga diri, lantas menikah melalui proses ta’aruf. Sekarang ternyata melepas hijabnya, sudah bercerai, dan dalam adegan itu ditunjukkan adanya niat tindak kejahatan yang berawal dari rasa cemburu sosial, betapa beruntungnya Rumana. Menikah dengan lelaki sebaik Robi, kaya, dan tampan. Hal yang juga dulu sempat menjadi impian teman Rumana itu. Tapi, takdir membawanya bertemu suami yang keji dan ringan tangan. Perasaan ingin diayomi dan dibimbing tidak terpenuhi. Seratus delapan puluh derajat dari Rumana.
                Adegan di meja makan saat berbuka puasa lah yang paling mengganjal untuk saya. Saat temannya Rumana meluapkan ketidakadilan yang dirasanya. Ketika dia sudah berusaha menjadi yang terbaik namun dipertemukan dengan seorang yang keji.
                Robbi dengan tenang lantas menuturkan QS. An – Nuur ayat 26. Ya, motivator terbaik untuk para single (yang terus memperbaiki diri) bertemu dengan pasangannya.
                “Perempuan – perempuan keji untuk laki – laki yang keji. Laki – laki yang keji untuk perempuan – perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan – perempuan yang baik untuk laki – laki yang baik, dan laki – laki yang baik untuk perempuan – perempuan yang baik (pula). Mereka itu dibersihkan dari yang  dituduhkan orang. Mereka mendapat ampunan dan rizki yang mulia dari surga.”
                “Jadi menurutmu saya tidak baik? Perempuan keji?!” teriak temannya, tidak terima.
                “Yang tahu baik atau tidak baiknya kita itu hanya kita sendiri.” Jelas Rumana.
                “Tapi ayat itu sangat memojokkan saya.” lirih temannya sedih.
                “Tapi ayat itu sangat sesuai denganku.” Sahut Rumana sambil menatap Robi. Mata mereka beradu. Tersenyum. Ahhh! Menyebalkan.
    ^O^
                Hmmm dan yang membuat saya resah adalah jawaban Rumana yang amm katakanlah sedikit sombong dan kurang meneduhkan. :3 Untuk ukuran ditonton orang banyak, yang kebanyakan ibu – ibu menengah kebawah, dan sangat mungkin ada diantara mereka yang bernasib kurang menyenangkan dengan suaminya. (terlepas dari rasa syukur dan kufur yang menghiasi hati) adegan seolah membangun opini bahwa pasangan kita buruk itu karena kitanya juga buruk. (yang semoga kita, para pejuang yang sedang berproses memperbaiki diri terjaga dari hal tersebut.) Lantas dimana kita letakkan ingat pada istri Firaun yang ketaatannya tidak diragukan? Lantas dimana kita letakkan ingat pada kisah mbak Hana yang baik hatinya sudah kurang manusiawi (terlalu baik maksudnya). :3
                Ayolah! Sekalipun kisah Mbak Hanna itu hanya coretan pena Teh Asma Nadia yang sudah dikontaminasi dengan kebutuhan sutradara dan para krunya. Tapi itu adalah visualisasi yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya di lingkungan globalisasi sekarang ini. :3 Ketidaksetiaan tetap kejahatan tak termaafkan (Allah saja tidak mau diduakan.)  -,-. Sebab saya yang sudah menyusuri CHSI (Catatan Hati Seorang Istri) dalam versi literasinya, dan mengakui kekecewaan saya pada pengemasan visualnya. Hmm setidaknya kita belajar menyimak deh ya :3


                Dalam novel yang merupakan kumpulan beragam curahan hati seorang istri ini (yang belakangan seusai membaca saya tahu, itu adalah kisah nyata yang dimetaforakan untuk kepentingan kejelasan penyampaian) saya menemukan bahwa terkadang, lelaki yang baik berjodoh (baca: menikah) dengan perempuan yang kurang baik, atau perempuan yang baik tidak menikah dengan lelaki yang baik.
                Baik di sini baik hanya hanya sinawang oleh manusia lain, kacamata luar. Tidak menjamin hati memang, tapi setidaknya ikhtiar itu nyata :”)

                Bismillah,
             
       Bagi saya, kisah – kisah memilukan perempuan – perempuan yang dipenuhi lara oleh kaum Adam, imamnya itu bukanlah satu hal yang harus dipojokkan dengan QS An – Nuur. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Bukan surat yang tidak sesuai atau pribadi yang tak layak mendapat kebaikan.
                Surat itu benar nyatanya, sebab memang diturunkan untuk menjaga Aisyah r.a dari fitnah sahabat yang melihatnya berjalan dengan lelaki lain, yang bukan mahramnya. Menjaga hati Rosulallah SAW dari buruk sangka pada perkara tersebut juga menjaga Rosulallah SAW dari cemburu yang tidak perlu. Meyakinkan beliau bahwa Aisyah r.a masih untuh miliknya tanpa sempat tersentuh selain mahramnya.
                Pribadi itu pun tak sepenuhnya salah. Ikhtiar para perempuan itu bukan satu hal yang butuh diragukan. Mereka, perempuan – perempuan itu sudah menjalankan fitrahnya untuk memantaskan diri. Barangkali serupa Aisha istri Fir’aun itu, menjaga ketaatannya dengan harap Fir’aun akan turut taat bersamanya.
                Tapi kembali pada kuasa.Nya. Manusia hanya berkewajiban berupaya, berusaha, berikhtiar. Percaya bahwa akan ada bahagia di ujung kesabaran pada ketaatan meski banyak sayatan luka dalam perjalanan.
                Kenapa harus seribut ini? itu kan hanya sinetron picisan.
                Ahhh bukan perkara pada seberapa picisannya sinetron itu. Kan sudah saya bilang, ini lebih pada siapa, dan seberapa banyak massa yang menatapnya penuh penghayatan. Rekayasa sosial. Membangun opini. Dan kepentingan – kepentingan lainnya. (Kamu benar Seno! Media kita sedang mengalami pembusukan :3 sayangnya, banyak orang yang senang menjadi tikus. Menikmati kebusukan. :3 Ratatouille hanya animasi disney).
                Diceritakan bahwa temannya Rumana itu menikah melalui jalur Ta’aruf. Jalur halal untuk meminang ia yang diharapkan mampu menggenapi. Kita sama – sama belajar ini kan? Setidaknya pernah menjadi topik permbahasan di satu sesi kelas Sekolah Pra Nikah. Prosesi saling mengenal untuk menciptakan kebaikan dan mencegah keburukan di masa mendatang. Ikhtiar menjemput yang sangat dianjurkan. Tapi, oleh sinetron itu malah dihadirkan sebagai kesalahan (terlihat dari akibat yang terjadi pada temannya Rumana). Jujur, saya sebenarnya sedih.
                Baiklah, saya akan mencoba paham. Berbaik sangka. Bahwa itu adalah kebutuhan Sutradara untuk menjaga cerita. Tapi, bisakah menjaga keutuhan cerita tanpa merancukan kebenaran dan mengaburkan kebaikan?
                Sungguh saya senang, sekarang sudah banyak sinetron / tontonan yang berlatar islam dan pertaubatan. Manis. Tapi akan lebih manis jika dakwah/ syiar ini tidak nanggung. Menyampaikan kebaikan tanpa setengah – setengah, hadirkan secara utuh. Islam itu kaffah kan? :”) Iya berlahan, proses. Tapi harus menunggu episode ke berapa? Menunggu sampai ketersesatan sejauh apa? Banyak perdebatan dimana mana, media yang hanya menyampaikan kebenaran tanpa paket utuh. Setengah setengah yang menimbulkan banyak langkah prasangka. Tidak selaras dengan lancarnya masyarakat yang berlomba – lomba menyampaikan tanpa mengonfirmasi keutuhan berita. Semangat syiar yang tidak tercontrol dengan bijak. :”( Sedihnya itu disitu.
                Kembali pada perempuan – perempuan tadi,
                Saya pertegas bukan sebab kamu bukan perempuan baik – baik. Kamu sudah baik. Penjagaanmu pada pergaulan, penjagaanmu pada diri, kasihmu pada sesama, pengabdianmu pada keluarga, pun dengan tidak sungkannya peluhmu bersuara. Teruslah melangkahkan perbaikan. Ketika pada ujung jalan pemantasan dirimu bertemu dengan seorang yang kamu anggap tidak pantas untukmu, entah sebab apa dan bagaimana jalan itu akhirnya mengarah padamu. Bersabarlah, jagalah ketaatan pada.Nya dan ridhanya. Tuhan sedang jatuh cinta padamu. Ia ingin engkau mengajak seorang itu untuk mencintai.Nya sepenuh nyawa. Ya, engkaulah bidadari penyelamat lelakimu kini. Engkaulah media perantara turunnya hidayah.Nya. Insya Allah. Banyak yang akan sedia berbagi beban denganmu, menyediakan waktu dan telinga seumpama kamu membutuhkan keduanya. :”) saya siap menjadi salah satuyang sedia membersamaimu.
                Namun jika nyata, kaidahmu mulai terusik, ibadahmu mulai diganggu, hingga percayamu dipaksa gulung tikar olehnya. Bergegaslah! Kemas semua kesabaranmu untuk meninggalkannya. Tuhan memang membenci perceraian, namun ia paling murka jika diduakan. Tak rela jika ciptaan.Nya lebih diutamakan dibanding kuasa.Nya. barangkali, bukan melalui kamu hidayah itu turun. Pergilah setelah berjuang dalam kehakikian! Pergilah tanpa menyerah pada keputusaasaan. Semoga langkah dan hatimu kian dilapangkan guna menampung kesabaran. :”)
                Allah mencintaimu. Insya Allah.
                Banyak saudari yang peduli denganmu, Saudariku ...
               Dan untuk kita yang masih saling mengikhtiarkan menjadi versi terbaik untuk masing - masing. Tak apa jika sesekali kamu ingin berhenti sejenak, lepaslah lelah dan penatmu. Bahkan untuk mampu berlari lebih kencang, terkadang kita butuh mundur beberapa langkah bukan? Yang penting, teruslah berusaha bergerak. Bekerjasamalah dengan alam, untuk membuatnya tidak berhenti sebab menyeimbangkan langkah dengan kita. Saling memperbaiki meski wujud seorang itu masih misteri.Intinya, tak perlu minta dikasihani semesta untuk bisa meraih dia yang istimewa. Terus menuju sembari merayu Dia saja, insya Allah kelak disatukan dengan ia yang namanya selalu terapal dalam doa. :")
                Semangat berupaya ya ^^
               

    *NB Bagi teman – teman yang mau e -  book Catatah Hati Seorang Istri By Asma Nadia, bisa inbox di FB saya (Narisa Haryanti) atau inbox ke email saya chi_tiramisucoklat24@yahoo.co.id



  3. Jatuh Cinta pada Aksaramu

    Sunday 12 July 2015

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    taken by risariileon

                “Biar aku tebak!” seru seorang rekan melihat bunga – bunga di ekspresi saya sedari tadi.
                “Tebak apaan?!” saya malah balik terkejut.
                “Kamu lagi jatuh cinta ya?”
                “Hah?!?”
                “Iya, kamu lagi jatuh cinta kan sama mas mas tumblr itu?!” todongnya tanpa babubi.
                “Mas Tumblr?!” saya berfikir keras dengan orang yang dimaksud, “Oh, Mas KaGe itu to? :D hahaha kok iso hlo...”
                “Hla dari kapan tahu tulisanmu bau bau namanya dia mulu, dan dari itu juga kayaknya kamu berbunga – bunga mulu deh.” Cecarnya sebagai pamungkas. Dan saya? Jalan saja deh. :D
    ^O^
                Dan untukmu,
                Semoga terjaga dari rasa cemburu.
                Amm maksud saya, ayolaah sekalipun saya sering mengutip kata – kata yang dia posting, sekalipun saya kerap merepost apa yang ia sampaikan, meskipun saya tak jarang meng’katanya’ itu bukan berarti saya jatuh cinta pada orang tersebut. I just wanna share, apapun yang memang butuh disampaikan pada sekitar.
                Kamu tahu kan? Bagaimana saya mencintai karya – karya Dee, coretan Hamka, penuturan Mbah Nun, puisinya si Seno, pun dengan uraian – uraian rekan rekan maya. Bang Jalan Saja, Mas KaGe, Kak Andhika Pratama, Teh Jagung Rebus, Miss Petrichor, juga Mbak Estehmanistanpagula, juga mereka yang namanya belum saya hafal benar. Saya jatuh cinta pada aksara yang mereka tuliskan dalam dinding rumah virtual itu. Saya hanya jatuh cinta pada tulisan mereka (setidaknya sejauh ini begitu :v.)
                Untuk jatuh cinta dan memutuskan bersedia membersamainya membangun yang disebut rumah tangga, bukan semata pada tulisan yang postingakan kan?
                Sering dalam nasehat pernikahan, katanya. Mendidikan anak dimulai sejak kita memilih pasangan. Sejauh ini pula dalam proses saya jatuh cinta pada karya mereka, saya benar – benar belum tahu bagaimana si mas mas itu bersikap di lingkungannya yang nyata. Bagaimana dia berbakti kepada keluarganya, bagaimana dia mencintai ibunya, bagaimana ia menghormati bapaknya, bagaimana ia menjaga saudarinya, bagaimana ia memperlakukan anak – anak, bagaimana ia istiqomah dalam jalan halal, bagaimana ia bertahan dalam setiap ujian. Untuk jatuh cinta dan memutuskan bersedia membersamainya membangun yang disebut rumah tangga, saya butuh paham ia secara nyata di dunia fana, bukan perasaan jatuh cinta secara virtual pada aksara di dunia maya. :”)
                Tanpa bermaksud berprasangka buruk kepada mereka (atau memang kadang perlu untuk melogiskan rasa? :v), terkadang begitu menyebalkan bukan? Setiap ada ‘kamu’, ‘saya’, dan ‘kita’ dalam tulisan yang disampaikan, seolah memang ditujukan untuk satu orang semata. Hanya kamu, dan satu – satunya. Tapi apa? Itu tulisan untuk umum kan? Se.kamu – kamunya, pasti sudah banyak orang yang GR dan bukan namamu yang disebut. Bukan si Fulanan bin Fulan yang menuju pada namamu. Jadi, semoga terjaga dari sikap rela di PHP :D
    ^O^
                “Jadi kamu enggak jatuh cinta pada masnya itu?!?” tanya Hanna mempertegas.
                “Saya hanya jatuh cinta pada salah satu bagian dari masnya itu.” Jelasku sekenanya.
                “Bagian semacam apa itu?” kejarnya belum puas.
                “Karyanya yang berupa aksara bermakna Hannaa, saudariku sayaaang!” gemasku menatapnya sayang.
                “Ohhh...ok.ok.” akhirnya dia berhenti bertanya. Kembali fokus pada pekerjaannya, untuk 5 menit. “Kamu lagi ngapain sekarang?”
                “Buka Tumblr hahahhaa”
    ^O^
                Siang menuju senja dengan mengendap, takut ketahuan berjalan cepat oleh dua perempuan yang belum ingin berpisah oleh waktunya pulang. Mereka masih enggan menikmati kesendirian di jalan masing – masing yang tanpa pegangan nyata. Hanya doa dan harapan bahwa kelak akan ada masanya, bertemu dengan ia yang nyata menawarkan jasa membersamai hingga jannah.Nya. Seorang yang menggenapi dua perempuan nol komah lima itu.
    ^O^
                “Sa, tapi pertemuan kita juga lucu hlo...” ucap Hanna tiba – tiba.
                “Hahaha kenapa emangnya Han?” alisku meninggi, mencari ingat.
                “Dari postingan kamu yang sering tak like, dan repost, terus curhat – curhatan di inbox FB” jelas Hanna semangat.
                “Curhat – curhatan sampai pagi hahaha terus aku ngajak ketemu dan langsung nginep di tempatmu gegara pas itu aku sakit dan takut di asrama sendiri gegara semua temenku udah pada pulang :D” kenangku terhibur.
                “Dan kita temenan sampai sekarang.”
                 “Terima kasih Putri, sudah menerima hamba untuk singgah di istanamu.”    

                “Hahaha mungkin memang kita ditakdirkan begitu.!”
                "Mungkinnn hahaha" sahut Hanna. 
               Dan kita berlalu. Melangkah. Melanjutkan masing masing hidup kita.

  4. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    google search


                .:Hai, orang – orang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu:. Q.S Al Hujurat:06
                Kesalahan tidak akan menjadi kebenaran hanya sebab tidak terungkap. (Firza dalam naskah Selamat Datang Di Taman Kanak Kanak oleh RisaRiiLeon).
                Benar Nak, kesalahan tetaplah kesalahan yang harus dibenahi bukan disembunyikan atau ditutup – tutupi. Cukuplah hari ini, Ibu menyaksikan betapa orangtua selalu berharap anaknya berperilaku baik, harapan yang kerap membutakan pada hal yang seharusnya diperbaiki bersama. Semacam sakit yang dibiarkan dan tinggal menunggu mati saja. Astagfirullah..
                Mengakui fakta bahwa anak melakukan kesalahan memang serupa mengakui kesalahan diri sebab ada kekurangan dalam membimbing anak, namun membiarkan kesalahan itu berlalu tanpa pembelajaran malah meneruskan kesalahan itu sendiri dan membuatnya kian menjadi. Kesalahan yang terjadi tanpa dibenahi sebelumnya.
                Sungguh Nak, dirimu tidak perlu takut melakukan kesalahan. Pun tak perlu malu mengakuinya. Tuturkanlah segala tindakmu dalam laku penuh kejujuran. Jikapun ada ketakutan yang menyaru di hatimu Nak, ketauhilah sayaang. Ada Allah yang Maha Tahu apapun yang terucap lisan atau yang hanya terbisik di hati. Allah tidak pernah mengantuk, apalagi tergoda untuk tidur. Ibu percaya, kita sama – sama meyakini hal tersebut. Dan kamu tak perlu malu mengakui kesalahan dan keresahanmu. Ibu adalah manusia pertama yang akan dengan rela menyediakan waktu untuk mendengar penuturanmu tentang apapun, ada banyak kesabaran yang tersedia tanpa batas untukmu, dan orang pertama yang akan selalu bangga pada kejujuranmu. Mari sama sama belajar dari kesalahan itu, agar kelak kita tidak mengulang kesalahan yang sama. :”) Kelinci hebat tidak salah masuk lubang dua kali hlo Kak ^^
                Kelak, saat Ibu bertanya lirih tentang kabar siar dari luar perkara tindakmu. Bukan Ibu tidak percaya dengan penuturanmu sebelumnya. Ibu hanya sedang mengonfirmasi. Tabayyun Nak. Iya, menelaah kembali kabar berita yang tersiar. Memastikan kemana percaya ini harus ditempatkan. Menjaga diri dari ketergesa – gesaan mempercayai sebuah berita. Membenahi langkah – langkah yang barangkali harus diwaspadai dan diperbaiki bersama – sama. Kesalahan – kesalahanmu, bukan hanya perkara PR.mu saja Sayang. Kebelumtepatanmu bertindak adalah PR kita bersama, Ibu Bapakmu selaku fasilitator pembimbingmu serta kamu sebagai pelaku lapangan. Ingat kan sayang? Kita sudah berjanji untuk bekerja sama masuk surga sekeluarga, bersama – sama. Maka, kita harus saling menjaga, mengingatkan dalam kebaikan. Kejujuran bertindak adalah satu dari sekian hal yang mendasari kerjasama kita mencapai tujuan. :”)
                Nak, Ibu dan Bapakmu akan selalu menyayangimu, percaya dengan kemampuanmu. Mari Nak, kita bekerja sama dengan bijak...
                Bismillah...
                Semoga dimudahkan dan dikuatkan menyaring informasi yang hilir mudik menerpa dalam banyak prasangka manusia.
                Semoga dimudahkan dan dikuatkan menyampaikan kebenaran hakiki tanpa terselubung emosi atau kepentingan pribadi.
                Semoga dimudahkan dan dikuatkan menjaga lisan dan tulisan dari perkara – perkara yang tidak membawa kebermanfaatan umat dan keimanan.
                Semoga dimudahkan dan dikuatkan membersamaimu meniti menuju surga.Nya yang abadi. :”)
                Aamiiin
                Aamiiin

                Aamiiin ya rabbal’alamin.

  5. Kapan kamu pulang?

    Wednesday 8 July 2015

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    Jumat, 03 Juli 2015

    rumahmu

                Tepat pukul 1.23 WIB, saya terbangun, as always as. Dengan mata berkaca memeluk bantal. Mengingatmu yang entah sedang berada di belahan bumi mana. Di hari biasa, hanya ada satu obat menemuimu, menegakkan sepertiga malam lantas mengumandangkan percakapan dengan Tuhan. Melegakan segala kekhawatiran pada mu yang sedang sibuk mencipta perjalanan. Tapi kali ini, tidak bisa. Sebagai perempuan akan ada masanya, merindukan sujud – sujud panjang sementara sang bulan belum juga beranjak dari tanggal. Maka ijinkan saya menuliskan ini. Tidak! Kamu tidak harus menjawabnya sekarang, namun kelak, saat kamu selesai membaca ini. Maukah engkau segera pulang?
                Kamu benar. Saya terbangun dalam ketakutan. Lebih dari ketakutan saya pada sosok badut dan sirine ambulance. Saya takut, kalau kamu lupa pulang, lupa jalan ke rumah, atau lebih parah. Kamu lupa pada rumahmu. Saya takut kamu melupakan kaitan dua kelingking dalam pamit perjalananmu di semesta ini.
                “Saya akan segera pulang!” lirihmu dalam genggam meyakinkan saya.
                “Semoga.” Setetes harap yang nyata mengaburkan pandang saya pada langkahmu menempuh perjalanan.
    ^O^
                Tak apa, kamu tidak salah! Saya memang penakut. Ketakutan yang katamu tak layak di ungkapkan? Ketakutan yang seharusnya untuk usia saya sudah tak lagi jadi soal? Arrrghhh! Bukankah ketakutan memang selalu menemani hidup? Saya dan kamu tak akan pernah bisa lari darinya, sekalipun kamu selalu menampakkan keberanian. Tilik hatimu, tanya nuranimu. Tidak adakah setitik ketakutan ada di sana?
                Dalam berbagai wujud, ketakutan selalu menghantui manusia, sahabat setia dari gua garba hingga liang lahat. Adakah bagian dari perjalalanan hidup ini yang terlepas dari ketakutan? Lihatlah! Semua tindakan yang dilakukan semua manusia pada hakikatnya adalah demi membebaskan diri dari semua rasa takut. Orang bekerja keras, berkeluarga, membesarkan anak, melakukan investasi, membeli asuransi, semua itu demi sejumput rasa aman bukan?
                Lantas, apa motif perjalananmu sejauh ini, Bolang? Perpindahanmu dari satu titik ke titik lain. Perjumpaanmu dengan satu insan ke insan lain. Perdamaianmu dari satu kondisi dengan kondisi lain. Penerimaanmu dengan satu kearifan lokal setiap tempat. Juga pandangmu pada satu lokasi dengan lokasi lain. Pun pada siklus ketakutan kenyamanan ke siklus ketakutan kenyamanan lain.
                Tepat! Perjalanan mampu menjadi pelarian dari rasa takut ataupun untuk menemukan cara membunuh rasa takut. Kita sesama Bolang, bocah petualang atau bocah hilang yang sedang menciptakan alasan untuk menghabiskan waktu. Membuat perjalanan sejauh atau senikmat mungkin. Sejauh pandang mata, senikmat langkah hati. Keduanya sama – sama membuat ingat tentang rumah menjadi sedikit.
                Jika perjalananmu untuk mencari sejumput rasa aman dan nyaman, bisakah saya memintamu pulang? Sesegera mungkin tanpa melupakan kehati – hatian? Sungguh! Saya mulai khawatir kamu lupa pada jalan pulang, lupa pada rumahmu. Sebab saya yakin, dalam perjalanan yang kamu ciptakan banyak jalan yang membingungkan, kelak – kelok yang memusingkan dan merujuk pada sesat. Sebab saya tidak ragu, dalam perjalanan yang kamu ciptakan telah kamu temukan rumah yang lebih indah dan mewah dari rumah cemara kita.
                Saya paham, kamu hanya ingin melakukan perjalanan itu saja. Bukan perkara koordinat mana yang kamu tuju. Seolah membiarkan dirimu tersesat, padahal kamu tahu dengan pasti kemana langkahmu membawa. Lantas dalam banyak cabang, kamu mencari dan memilih yang tepat. Tapi, bukankah sebaik – baik perjalanan adalah yang membuatmu tahu kapan waktu untuk pulang? Saya fikir, sudah saatnya kamu pulang. :”)
                Sebab, lebih dari sekedar perpindahan yang kamu tempuh. Perjalanan hidup adalah sinema. Bahkan lebih mengerikan. Darah adalah darah, dan tangis adalah tangis. Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu. Dan sebagai rumah, saya tidak mau peranmu digantikan siapapun yang mengajak singgah.
                Dan pulang adalah tentang saya, kamu serta kita.

                Saya dan kamu yang masih mencari jalan pulang bernaung kita. Membangun rumah kebersamaan fi sabilillah. Memasrahkan langkah pada Ia yang Esa. Merapalkan bait bait doa, semoga aku dan kamu mampu menjadi rumah untuk kita kelak. Rumah utuh yang jauh dari rapuh. Rumah indah namun bukan tempat singgah. Mari pulang :”) 

  6. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    google search

    Minggu, 11 Mei 2014
                Baiklah, boleh saya marah? Tentang temu kita yang saya rasa jauh dari kata ‘mutu’.
                Seminggu yang lalu kamu mengabarkan kedatanganmu dengan sangat rapi. Seusai ijin tidak masuk kerjamu diurus, kamu akan berangkat ke stasiun dengan bis, lantas membeli tiket kereta Prameks dan turun di Stasiun Purwosari Solo, menemui saya yang sudah menunggu di gerbang stasiun, kemudian tatap kita saling beradu dan tentu saja hanya senyum rindu yang terukir disitu. Istirahat dengan saling bersisihan, menghabiskan malam dengan cerita panjang atas lamanya waktu tak jumpa. Dan menyambut esok dengan nasi kuning yang sudah saya rencanakan sebelumnya, sarapan bersama dan ya kita bisa berkeliling Solo sebentar, putaran manahan, taman Sriwedari, Mangkunegaran, Balai Kambang, sudah menjadi destinasi rencana saya menghabiskan hari kita.
                Nyatanya, entah sebab saya yang terbutakan kata rindu hingga tak menyadari adaya kalimat “aku sama temenku” yang katanya kamu suratkan dalam pesan singkatmu sebelumnya atau memang kalimat itu tak pernah ada, nyata saya terkaget dengan kehadiran rekanmu itu. Harus cepat adaptasi! Sergahku mengusir ketidaknyamanan. Dan rencana untuk saling bercerita pun menguap begitu saja. Nyata kasurku hanya cukup untuk kamu dan rekanmu, saya diharuskan mengungsi ke kamar sebelah menyelsaikan beberapa deadline yang disponsori secangkir gooday vanilla latte. Hingga pukul dua dini hari, saya pun lelah penuh lelah. Sayangnya saya bahkan melihat pergantian waktu malam tadi, bagaimana detik angka di layar nokiaku berganti hingga menujuk di angka 05.00 WIB.
                “Bangun Ris! Setidaknya kamu masih punya kesempatan hari ini untuk sekedar mengobati rindu!” bisikku pada diri sendiri.
                Empat rekaat mengawali hari, ku cantumkan kita untuk kelancaran agenda hari ini. menggandeng Vio, ku kayuh ia menuju Pasar Jongke, membeli dua bumbu pengaroma nasi kuning, sereh dan daun salam ditambah sekantong rambak kesukaanmu.
                “Ayoo sarapan!” seruku tepat pukul 06.45 WIB.
                Magicom yang telah berubah warna dengan aroma gurih yang mengudara belum lagi sepiring orek tempe dari warung pagi, kehangatan teh manis, rambak. Lantas apa yang membuatmu enggan sarapan bersama? Bahkan kamu hanya meyendok beberapa suap dari piring kita. :’( Saya ingat benar, kamu menyatakan kerinduan masakan saya, dengan rasa yang sok manis dan sok asin, tapi setidaknya kamu selalu suka, satu hal yang membuatku lega.
                Ingat kali pertama saya memasakanmu?
                Kunjungan malam yang membuat ramai atap rumahmu. Bersama Budhe, Pakdhe, Bang Afan yang kebetulan sedang mudik, Mas BB *Botak Bawel (saya selalu lupa nama mas yang satu itu :v) kita berbincang di ruang utama. Televisi yang sibuk dengan tayangan Ipin Upin, Bang Afan, Mas BB dan kamu yang sibuk mencari cela membully saya, Budhe dan Pakdhe yang saya sibukkan dengan celotehan saya dan tentu saja mereka ada dua pembela saya disaat kalian membully.
                “Enyong laper!” celetukmu tiba tiba. Disambut tawaran Budhe untuk makan nasi hajatan di dapur, kamu malah meminta dimasakan nasi goreng. -_-
                “Icha dikon masak kue. Bisa kan cha?”
                Saya yang hanya mampu tersenyum. Tantangankah ini? :v Ah Budhe, saya kan belum mendaftar jadi calon mantu. :v
                Dan ya, nasi goreng itupun jadi. Memadamkan kelaparan enam orang malam itu. Gurih! Aku semuanya. Testimoni manis.
                Kembali pada hari ini.
                “Nduk ngebis nunggunya dimana? Deket sini enggak?”
                “Di depan itu kok Mbak. Pripun?”
                Tiga puluh menit berlalu tanpa mutu. Kamu yang bersiap pulang, dan saya yang masih mencerna deadline review sebuah kegiatan. Kitapun melenggang meninggalkan asrama. Bertiga menyusuri jalan setapak.
                Arrrghhh! Mengapa kamu tak memberiku kesempatan menjadi tour guard yang baik? :”( Saya sedih. Benar benar sedih, seolah kedatanganmu ke Solo tak ada kesan kunjung sama sekali. Membayangkan jika Budhe dan Pakdhe bertanya, “Di Solo kemana aja Lin?” lantas dengan penuh duka kamu menjawab, “Ke Kamar, ke depan tivi, ke kamar mandi, ke terminal.”
    Rabu, 08 Juli 2015

                Hmmm sekarang, satu setengah tahun saya membaca tulisan ini, saya cukup menyesal mengabarkan bahwa saya tidak lagi di Solo, saya sudah berpindah ke Klaten. :”( Tapi sungguh, saya masih dengan senang hati menyambut kabarmu jika ingin berkunjung. :”) Setidaknya kali ini saya tidak harus menjemputmu dengan Vio, saya sudah bersama Flipper sekarang jadi kita bisa bermain cukup jauh. Semoga lebaran kali ini, saya bisa berkunjung ke rumah :”)  atau mendapat kabar bahagia bahwa kamu akan menikah :”). Semoga....

  7. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    second-island.blogspot.com


                Lagi lagi, yang tentu saja bukan pertama kalinya.
                Teguran sayang itu terlontar dari beberapa insan untuk saya.
                “Kamu itu perempuan! Bersikaplah selayaknya perempuan!”
                “Perempuan itu ketawanya enggak keras – keras, giginya enggak boleh kelihatan.”
                “Perempuan itu jalannya harus pelan, enggak cepet – cepet kaya ngejar copet.”
                “Perempuan itu enggak pake sendal gunung mulu.”
                “Perempuan itu enggak manjat pohon apalagi manjatin genteng!”
                “Perempuan itu pulangnya sebelum ashar, enggak  malem – malem.”
                “Perempuan itu harus wangi.!”
                “Mbok latian jadi perempuan anggun to Ris!”
                “Perempuan itu...tralalalala”
                Perempuan itu saya. -,-
                Saya tidak suka berpura – pura, bahkan ketika di Teater Peron saya tidak diajarkan untuk berpura – pura melainkan menjelma menjadi apa yang kamu perankan. Lakon saya saat ini adalah teman bermain anak – anak, dan untuk membersamai mereka saya tidak bisa berpura – pura.
                Anak – anak harus diajak jujur dan bangga dengan dirinya sejak dini. Agar kelak ketika telah tumbuh dewasa ia akan terbiasa mengamalkan kebenaran serta memiliki banyak kepercayaan diri atas pilihannya. Jadi saya tidak ingin mengenalkan kepura – puraan kepada mereka, biarlah saya yang menjelma sesuai kebutuhan mereka.
                Tertawa lepas, setidaknya itu selalu lebih baik dibanding menangis lepas :v Setidaknya anak – anak menikmati lingkungannya penuh ceria. Hal – hal sederhana yang entah bagaimana dimata mungil mereka itu adalah hal yang lucu.
                Belalang yang menggerak – gerakkan kakinya, semut yang menghinggapi tangan, tergelincir yang tidak sakit, bentuk paruh burung yang berbeda, cara jalan beruang, gerakan tarian yang baru, musik - musik pendek di sela film, lelarian tom and jerry, dan ragam hal yang dimata orang dewasa tidak lucu. Lambat laun anak – anak akan lebih terbiasa menertawakan kejatuhan diri dibanding meratapinya dan berputus asa. Tapi terkadang jika memang sudah sangat sakit, anak – anak tidak malu untuk menangis. Tanda bahwa dia butuh ditemani.:”)
                Sandal gunung, adalah alas kaki paling fleksibel bin casual bagi saya. Aman saat saya menemani anak lelarian, aman saat saya bepergian jauh, dan cukup kuat menampung gerak saya yang cukup banyak mobilitas. Pun cukup keras untuk menendang sikap kurang didik sebagai tindak kewaspadaan.
                Manjat pohon, naik genteng rumah? :v amm itu si emang resiko sulung perempuan dengan tiga adik laki – laki yang masih kecil dan ayah tidak di rumah. Lagian sekarang juga sudah jarang, mengingat Ksatria Pertama sudah tumbuh menjulang tinggi melebihi saya. -,-
                Perempuan anggun?!? Yang kek gimana ya?
                Yang pendiam, kalau ngomong pelan, jalannya setapak demi setapak penuh tata keseimbangan, beralas kaki high heels, kalau tertawa enggak ada suara, senyum selalu mengembang enam senti,? Aduhhh, itu perempuan atau pajangan sih? -,-
                Oke.oke. Benar itu perempuan yang layak mendapat pujian. J
                Hmm tapi setidaknya ijinkan saya jujur dengan diri saya sendiri, tanpa perlu menjaga image yang kerap membebankan. Saya ndak keberatan jika pada akhirnya terjudge perempuan urakan, atau tidak elegan. Selama saya nyaman dengan diri saya dan tidak mencelakakan teman – teman, bisakah kita tetap beriringan dalam persahabatan dan lingkup perempuan dengan keadaan diri masing – masing? :”)
                Saya tidak bisa dan tidak ingin belajar kepura – puraan.
                Serius.
                Saya hanya butuh belajar untuk tetap nyaman dengan terus meningkatkan keimanan melalui langkah perbaikan. Dan perbaikan saya bukan perkara keperempuanan sikap dalam balut kepura – puraan, tapi belajar menjadi perempuan yang membawa kebermanfaatan pada lingkungan.
                Maaf jika saya tidak anggun.
                Maaf jika ketawa saya keras.
                Maaf jika saya suka lelarian.
                Maaf jika jalan saya cepat.
                Maaf, sebab saya tidak bisa memenuhi harapanmu. :”)
                Kelak, jika niatan saya berubah. Ada keinginan anggun versimu, biarlah wujud tindak anggun itu hanya dinikmati suami saya :v sebab sepertiya kebanyakan laki – laki menyukai perempuan anggun. :v (meski saya lebih berharap suami saya adalah orang yang tidak pernah keberatan dengan ketidakanggunan saya).
                Tuh kan! -,- bahasannya sampai suami. Ah sudahlah. -,-
                Saya close mike dulu. Mau melanjutkan hidup. :v

                

  8. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Jumat, 11 Juli 2014
                 Dua rekan tercinta itu telah menyebar bahkan ketika bunga baru mekar. Angin perpisahan nyata menyapa terlalu dini. Hati-hati dijalan Nduk Izzah, Nduk Sesty :”) Semoga ada sempat untuk saling bersapa kembali :”) batinku meriuhkan harap.
                Tinggallah saya, Amie, Sifa, Evi, Susi, Bara, dan Akbar menyaksikan langkah-langkah panitia beberes. Meninggalkan Gedung Kyai Sepanjang untuk menghampiri UNTidar. Dan Selamat Datang ^_^ Malam menyita wujud asli dari kampus, menyisakan rona muram sebab sepi ditinggal penghuninya. Tak serupa Kampus Kentingan yang selalu ramai 24 jam -_- dari sekedar menikmati free wifi hingga dini hari, nobar di gedung UKM, pun dengan proses latihan rutin hingga proses tahunan. Kampus adalah saksi bisu pergerakan mahasiswa mengasah skill. UNTidar nampak tidur nyenyak dengan penjagaan siaga dari beberapa Satpam. Sayangnya tidurnya segera terganggu oleh beberapa bocah pendatang, ah ya tiba-tiba tingkat kepenasaran saya meningkat sebab langit nampak indah memikat dengan taburan bintangnya, belum lagi ada bukit belakang kampus yang berkedip menggoda saya untuk menghampiri. Bukankah kelip lampu di perumahan akan nampak sangat menggoda jika nampak dari kejauhan? Ya serupa gunung yang minta didaki dalam keagungannya dari jauh. Atau kamu bisa bayangkan Bukit Bintang di Yogya itu, nah ini versi yang lebih mungil saja :v.
                Kami (saya, Amie, Sifa, Susi, dan Evi )ditemani beberapa panitia perempuan tidur di amm semacam aula sepertinya (*CMIIW), Bara dan Akbar ternyata pulang ke Mendut hmm ya wajar saja mereka kan manusia asli Magelang :3 Tidurlah kami dengan dendang pengantar tidur obrolan ringan sebagai tindak lanjut dari aksi perkenalan yang terpotong di masjid kampus UGM sore tadi. Sifa yang ternyata sudah kedua kalinya berkunjung ke kampus UNTidar, Evi yang memiliki tingkat KEPO ekstrem, Amie dengan kesibukannya menulis fiksi ditengah deraan menyusun laporan, Susi yang nampak berani dalam kesendirian menjelajah beberapa kota, pun dengan panitia yang dengan sabar menanggapi kepenasaran kami, menuturkan proses kepanitiaan juga perkuliahan :v. Lelah nyata menyelimuti kami dalam kenyenyakan lelap. Have a nice dream ^_^
    ^O^



                Semangat Pagi! Sambutku pada Langit Pagi Magelang.
                Dua rekaat itu telah lunas dalam jamaah kecil dini hari. Melanjutkan proses berkeliling kampus yang terpotong malam, kami menyambangi beberapa gedung kampus negeri yang baru dinegerikan :v Dan kami kembali disapa oleh megahnya sebuah puncak gunung Merbabu (mungkin) di belakang kampus. Voilaaaa, tampan nian itu gunung! -_- Pukul enam lebih kami kembali ke basecamp, disambut oleh kepulan hangat teh teh manis, juga beberapa piring bakwan. :v Sungguh tak enak hati kami dibuatnya :3 Kamu kok baik banget sih :”( *akuterharu. Dan tiba tiba diantara riuhnya perempun perempuan saling lempar cerita, satu siluet terbentuk di muka pintu. Menghalangi sinar dengan badannya yang kurus. :v Semangat Pagi Komandan Kury :P , sebagai Lurah Rumah, dia bertindak sok ramah menyapa kami para tetamu tak tahu diri :v
                Menawarkan beberapa kegiatan, kami sibuk menyeleksi mengingat bahwa kami tak bisa seharian lagi di sana.
                “Ke Taman Kyai Langgeng aja yok!” seru salah satu panitia.
                Berbekal dua termos teh manis hangat dan dua kardus besar kue lebihan konsumsi semalam, kami (Saya dg Amie, Sifa dg Evi, Susi ) melenggangkan kuda besi dalam bahagia.
                Baiklah, di kota yang bukan serambi makkah atau asal dari Walisongo sepertinya Magelang sangat akrab dengan nama Kyai manapun :3 Dalam benak saya, Taman Kyai Langgeng itu serupa taman kota tanpa pagar tembok yang bebas dimasuki siapa saja tanpa tiket. Nyatanya, ada pagar besi menghalangi pandang kami melihat ke dalam, ada loket tiket yang harus dibayar lunas untuk menikmati fasilitas. Dan ada tiga patung Punokawan yang mengajak foto bersama :v
                Taman Kyai Langgeng bisa dikatakan perbukitan yang dihias dengan ragam fasilitas, dari sekedar kereta mini untuk berkeliling, beberapa kandang binatang layaknya di kebun binatang, juga sebuah arus sungai dengan aroma rafting yang menantang. Kami berkeliling sebentar sebelum memutuskan untuk melabuhkan kaki pada sepasang ayunan. Haha jiwa bocah saya keluar seketika, menikmati lantunan gravitasi bersama benda yang disebut ayunan tanpa menggagas pandang lingkungan :P
                Atmosfer hangat untuk menghabiskan weekend bersama keluarga maupun kerabat, Taman Kyai Langgeng menawarkan banyak fasilitas peretas gundah. Namun sayangnya operator tak tanggap pada kami yang sedang berlibur penuh bahagia. :3 Ruang dengar terisi penuh oleh lirik super galauuu dari negeri seberang :3 Oh Men :3 Plis ya saya sedang tidak ingin dekat dekat dengan galau :3 Pun disana yang banyak di huni oleh anak-anak usia PAUD hingga SD. Mengabaikan ruang dengar yang tak mendukung itu, kami beraksi dengan kamera 14 MP :D mengabadikan beberapa adegan kebersamaan dalam format JPG. Menunggu Pak Komandan datang, kami berkeliling sebentar. Iya, Pak Komandan memang sengaja membiarkan kami jalan di depan, katanya begitu cara Komandan Menjaga Kami :3 (berasa bebek yang di kawal di belakang :v) selang beberapa waktu, saat kami masih riuh dengan candaan khas perempuan :v. Pak Komandan melambai pada kami, memberikan instruksi untuk mengikutinya yang sudah melenggang jauh di depan bersama ketiga tourguide kami. Heiii Waiting Fooorrr Us!
                Ada banyak jalan setapak di sana. Jalan yang berujung sama, fasilitas lain yang disajikan. Dan ya kami nyaris tersesat :3 Dengan radar Neptunus yang masih aktif kami berhasil mengendus jejak Pak Komandan dan Tiga Cute Guidenya.


                Saya sempat sejenak hening. Memastikan telinga tak salah menangkap bunyi, ada deru air bertempur pelan dengan gundukan batu. Hei ada sungai, pun dengan tatanan batu alamnya. Aaarrrghhh arena ma’ger buat rafting :3 Lima menit, kecurigaan saya terbukti. Sebuah arus sungai menawan kami untuk menghabiskan pagi sebelum sadar hari yang kian siang, sudah saatnya beranjak dari Magelang.

                Melambai pada kenang tentang Tidar, Pasukan Dandelion terbawa angin peran yang lain. Semoga ada kesempatan untuk berjumpa kembali. Semangat berkarya dalam aksara! ^^


    *dituliskembali setahun kemudian :") 8/7/2015