Rss Feed
  1. Musik Dangdut? Music Semua Kalangan

    Saturday, 14 December 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



    Sabtu, 14 Desember 2013

    dumaymusic.blogspot.com

                “Risa juga dengerin lagu kaya gitu to?” tanyanya dengan tatap tak menyangka saat saya membiarkan windows media player mendendangkan lagu ‘oplosan’ Soimah.
                “Iya, hla emang kenapa?” balasku dengan lirikan ‘so what?”
                “Kirain Cuma dengerin nasyid nasyid aja.”
                “Nasyid iya, campursari sama dangdut juga, atau apalah yang enak di telinga.”
                “Tapi kan dangdut itu kaya gitu. Buka buka aurat.”
                “Hmmm musik itu urusannya sama telinga, penampilan saat nyanyi itu hubungannya sama mata. Lagian saya menikmati musiknya bukan menikmati pengumbaran aurat penyanyinya.”
                “Hmmm, gitu ya?”
    ^O^
                Tak bisa dipungkiri, dangdut dengan segala imagenya dimasyarakat merupakan salah satu genre music yang dekat dengan lapisan masyarakat manapun. Bentuk musiknya yang berakar dari musik melayu pada tahun 1940an mampu menghibur banyak kalangan, dari tukang becak sampai pegawai pajak. :v. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang, ia dikontaminasi oleh unsur unsur musik India (terutama dalam penggunaan tabla.nya) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Kemudian perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik. Sejak tahun 1970an, dangdut boleh dikatakan telah matang dengan bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, hingga ke house music.
                Nama dangdut sendiri merupakan onomatope dari suara permainan tabla (gendang) yang didominasi dengan suara dang dan ndut. Malah sebenarnya nama tersebut adalah sebutan sinis dalam sebuah artikel majalah awal 1970an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer dikalangan masyarakat kelas pekerja saat itu.
                Dangdut kontemporer telah berbeda dari akarnya, yakni musik Melayu, meskipun orang masih dapat merasakan sentuhannya. Orkes Melayu (biasa diakronimkan menjadi OM), sebutan yang masih sering digunakan untuk suatu grup musik dangdut *ingat orkes melayu dalam tetralogi laskar pelangi bagian Sang Pemimpi? Saat Arai belajar menyanyi untuk gadis pujaannya?) yang asli menggunakan alat musik seperti gitar akustik, akordeon, rebana, gambus, suling juga gong.
                Pada tahun 1950an dan 1960an banyak berkembang orkes orkes melayu di Jakarta yang memainkan lagu lagu Melayu Deli dari Sumatra (sekitaran Medan sepertinya :v ane lupa). Pada masa itu mulai masuk eksperimen masuknya unsur dari ranah India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu juga politik anti barat dari Presiden Soekarno menjadi pupuk bagi grup grup tersebut. Dan hingga kini tercatat nama nama seperti Opah P.Ramlee (dari Malaysia), Kakek Said Effendi (dengan tembang Seroja), Eyang Ellya (dengan stgae style mirip penari india), Paman Husein Bawafie sang pencipta Boneka dari India dkk. Gaya musik mereka selanjutnya masih bertahan hingga tahun 1970an, walaupun pada saat itu juga terjadi perubahan besar dikancah musik melayu yang dimotori oleh Soneta Group pimpinan Bang Roma Irama. Beberapa nama musisi dangdut dari masa 1970an yang dapat disebut adalah Paman Mansyur S, Bibi Ida Laila, Paman A.Rafiq juga Paman Muchsin Alatas. Populernya musik melayu kala itu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu oleh kelompok musik pop Koes Plus di masa jayanya.
                *hasil rangkuman obrolan dengan Guru Mata Pelajaran Musik saat SMA :v
    ^O^
                Saya memang tidak suka menyaksikan pentas dangdut yang biasanya ada di desa saya saat ada hajatan atau perayaan desa, tapi bukan berari saya membencinya. Ketika dangdut sudah menjadi budaya bangsa, saya berusaha untuk mengenalnya, juga melakoninya sebagai anak bangsa. Lagian yang membuat saya tidak suka itu penampilan penyanyinya, bukan musiknya. T_T Padahal dari kaset kaset yang Ayah punya dirumah itu berbeda sekali dengan penyanyi dangdut sekarang ini. Tante Iis Dahlia, Bibi Evie Tamala, Ike Nurjanah, Tante Itje Trisnawati mereka membawakan lagu dangdut bukan mengumbar aurat. Video klipnyapun menceritakan isi liriknya bukan menampilkan gerakan gerakan erotis hmmm miris ya ketika sebuah cover mengaburkan banyak hikmah dan ilmu. Bahwa terkadang cover itu lumayan mewakili isi. -,-.
                Tapi ketika seorang membenci musik dangdut sebab mengaitkan dengan penampilan dan sang penyanyi, berati dia masih belum bisa melihat seni music itu sendiri. -,- Sama seperti saat orang membenci Lagu Peterpan (Noah) saat Ariel terkena kasus. Lagu itu tentang keindahan nada, seni. Sedangkan Ariel (Pembawa Seninya) itu tentang akhlaknya, tentang manusianya sendiri. :P
                Toh lirik lagu yang saya dengarkan ini sejatinya lirik mengingatkan yang disampaikan dengan khas kedaerahan ala Soimah :v
    opo orak eman duite gawe tuku banyu setan
    opo orak mikir yen mendem iku biso ngrusak pikiran.
    ojo di teruske mendeme
    mergo orak ono untunge
    yo cepet lerenono mendemmu
    ben dowo umurmu
    reff
    oplosan oplosan oplosan.
    sawangen kae kanca kancamu akeh do poda gelempangan
    ugo akeh sing kelesetan di tumpaake ambulan
    yo wes cukup anggonmu mendem
    yo wes cukup anggonmu gendeng
    do mari mario yo leren lerenno
    ojo di terus terusno
    reff
    tutupen botolmu, tutupen oplosanmu
    emanen nyawamu ojo mbok terus teruske mergane orak ono gunane
    Oplosan oplosan oplosan
    opo orak eman duite gawe tuku banyu setan
    opo orak mikir yen mendem iku biso ngrusak pikiran
    ojo di teruske mendeme
    mergo orak ono untunge
    yo cepet lerenono mendemmu
    ben dowo umurmu
    Oplosan oplosan oplosan

     

  2. 0 comments: