Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Rabu, 25 September 2013

    fresh-lookout.blogspot.com

                Jika rumah adalah kebutuhan pokok papan dari tiga point kebutuhan primer, maka budaya tradisional adalah identitas dari eksistensi dalam kancah nasional. Indonesia dengan segala rupa budaya, Indonesia dengan keramahan luar biasa, Indonesia dengan jutaan penduduknya, siapkan bersaing dalam persaingan global?
                Seperti rumah yang perlu dirawat, seperti budaya yang butuh di lestarikan. Rumah yang di bersihkan, di jaga, ditinggali, juga di perbaharui tanpa meninggalkan pondasi. Begitupun dengan budaya tradisional, perlu di jaga, di lestarikan juga diwariskan agar tak terkikis zaman juga tersapu globalisasi kehidupan. Mewariskan dan memberi tentu menjadi hal utama agar eksistensi tetap ada, dan mewariskan budaya pada para penerus bangsa haruslah sejak dini.
                Agar anak dapat mencintai budaya tidak bisa hanya tindak dari sisi keluarga saja, di jaman yang serba maj ini dukungan media dan faktor luar juga sangat mendukung. Mengajak anak menonton pentas pentas seni, menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa Ibu dalam berkomunikasi dengan keluarga dan lingkungannya, dan masih banyak hal lagi. Dalam hal tersebut ada beberapa langkah yang dapat dilakukan guru maupun orang tua untuk membantu melestarikan dan mempertahankan kearifan budaya tradisional, yakni :
    1.      1) Kenali Budaya Sendiri.
                Tak kenal maka tak sayang. Tak kenal maka kenalkanlah :”) Hemat saya, ketika kita ingin agar anak menyayangi budaya trasional asli Indonesia, kenalkanlah mereka pada budaya itu. Proses pengenalan dapat melalui media apa saja, yang jelas media tersebut mendukung anak untuk mengenal budayanya. Dari sekedar mengajak anak melihat lihat buku kebudayaan (gambar gambar wayang, poster pakaian adat ) mengajak anak menonton di televisi (video tarian tarian adat Indonesia, rekaman ragam bahasa daerah, menyanyikan lagu daerah), hingga menyaksikan pentas budaya di lapangan (pertunjukkan wayang, kompetisi tari daerah, kompetisi macapat, dll).          
             Jika perlu ajak anak untuk berproses. Mengajak anak pentas wayang anak kecil kecilan di halam sekolah atau bermain seni peran dari cerita rakyat di depan kelas. Bisa juga dengan mengajak anak membuat desain batik ala mereka, dengan sebelumnya memberikan contoh membuat batik. Dari hal hal tersebut anak tak hanya mengenal, namun tahu bagaimana proses ‘menjadi’nya.

    2.      2) Kembangkan Dengan Kini Tanpa Merubah Isi.
                Derasnya arus globalisasi hingga menggeser ruang budaya tradisional dalam lingkup usia dini tentu menjadi momok yang mengkhawatirkan, mengingat budaya asing begitu hangat diterima. Tontonan televisi yang menyajikan ragam animasi, lagu lagu luar negeri yang kian tak asing di telinga, juga tarian tarian luar negeri yang marak dimasyarakat. Dan akulturasi, penggabungan dua budaya tanpa meninggalkan ciri khusus masing masing budaya, menjadi alternatif bijak penyambutan budaya baru.
                Ketika animasi jepang (Sinchan, Conan, Doraemon, dll) dan kartun barat (Spongebob, Shaun The Sheep, Mickey Mouse, Donal Duck, dll) kian merebak, buktikan bahwa Unyil mampu lebih eksis, bahwa Kancil masih cerdik, bahwa Srikandi lebih berani, juga Pak Pandir yang masih jenaka. Tokoh tokoh khas Indonesia yang sempat menyelamatkan masa kecil saya, kemudian digabungkan dengan meningkatnya penguasaan teknologi pendidik tentu menjadi resep manjur mendekatkan anak melalu media pembelajaran, alat permainan edukatif atas dasar budaya sendiri.
    3.      3) Terapkan Dalam Kehidupan.
                Jika rumah harus ditinggali agar tetap berdiri, maka budaya harus diterapkan agar tetap lestari. Jika diawal anak sudah dikenalkan dengan proses pembuatan batik, maka kini saatnya anak mengenakan kain batik pada hari tertentu. Hari batik dalam seminggu, berlahan menanamkan cinta budaya sendiri hingga rasa kepemilikanpun muncul. Rasa untuk menjaga dan menerapkannya dalam keseharianpun tumbuh seiring waktu.
                Ajak pula anak bermain permainan tradisional. Gobak sodor, Jamimur, Gundu, Engklek, Congklak, Cublak Cublak Suweng, dll. Begitupun dengan makanan tradisonal, ajak anak membuat menu menu warisan kuliner khas Indonesia yang cara membuatnya sederhana (gethuk, bubur merah putih, candil, jadah, dll). Selain membuat, berikan ruang pula untuk menikmati keragaman kuliner nusantara, biarkan lidah anak terbiasa dengan masakan Indonesia.

    4.      4) Dan Lestarilah Budayaku.
                Ketika sudah mengenal budaya sendiri, paham kekayaan budaya negeri, terbiasa dengan ragam budaya, tak tersisalah ruang untuk lupa pada identitas diri sebagai Indonesia sejati. Anak yang telah dekat dengan budaya dalam penerapan kesehariannya. Melekat dengan budaya dalam benak pemikiran, engganlah negeri seberang mengatasnamakan budaya orang.
                Dan anak anak sebagai penerus bangsa, siap menjadi putra putri Pertiwi yang tak lupa diri. Yang tetap melestarikan budaya sendiri dalam derasnya arus globalisasi. :”)
                Mari menjadi Guru dan Orang Tua Yang Bijak Menyikapi Globalisasi Teknologi. :D
     

  2. 0 comments: