Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Sabtu,
26 Oktober 2013
![]() |
yudhiardani.blogspot.com |
“Besok kalo aku punya anak, aku
pengen ngasih nama Yoan!” seruku pada seseorang dan terbalas tawa renyah
mewaliki ‘silahkan’. Arghh manusia ini, dia terlalu peka namun enggan acuh -_-.
Selalu menggemaskan!
^O^
“Risa!” Sapaku sembari mengulurkan
tangan. Mengajukan proposal ta’aruf pada dia yang sedari tadi menatap saya
dengan senyum manis dan malu malu.
“Yoan!” balasnya. Menerima proposal
saya.
“Haha ternyata ada ya yang namanya
Yoan. Nama lengkapnya sinten Nduk?” tanyaku berlanjut.
“Yoan Demes Kusumaningtyas Mbak.”
Jelasnya ramah dengan senyum yang masih mengembang, “Mba delegasi dari mana?”
“Oh saya dari UKM hehe. Kamu
prodinya apa?”
“Bahasa Jawa mbak hehe.”
Dan begitulah. Air perkenalan itu
mengalir ringan. Dialog singkat pertukaran identitas. Menyapa arti namanya.
Yoan ialah bukti cinta kedua orang tuanya, persatuan dua nama dalam bait buah
hati pertama. Lalu Demes bahasa jawa penuh makna kebaikan. Kemudian mengekor
Kusumaningtyas, bunga hati keluarga. Subhannallah, indah bukan?!
Sempat terlintas nama Yoan menjurus
pada nama nama kristiani. Yoanes misalnya, niat memberi nama buah hati dengan
kata tersebutpun menguap seiring berjalannya logika. Sayangnya, perkenalan pagi
ini membuat saya mengulas kembali nama itu. Haha melintaslah kalimat pujangga
Eropa, Shakespheare, “Apalah arti sebuah nama jika mawar tetaplah harum
wanginya!”
Benar bukan? Namanya Yoan, namun
menatapnya sungguh tak ada titis tak islami. Tatap teduh penuh penjagaan. Jilbab
menjulur indah menutup aurat. Rok menambah keanggunan. “Subhanallah...!” batin
saya menyeru kesucian.Nya.
Lantas apa arti Narisa? Haryanti?
Dua kata pemberian mendiang Biyung.
Salah satu hal terindah yang beliau wariskan. Nama saya. Hmm tanpa maksud menidak-artikan
nama pemberian beliau, hingga saat ini saya belum tau makna dibalik judul diri
ini. Lagi lagi logika mulai bekerja, Narisa wakil atas serpihan nama dari
Bunda, Nariyah. Haryanti? Bahwa saya perempuan. Haahha sesederhana mawar yang
merah itu beranda rumah, sesederhana itu saya mengartikan judul diri.
Hingga masanya saya paham. Bahwa
disana, di kartu kartu identias, di baris pertama, yang jelas terpampang
sebagai panggilan raga bernyawa hingg yang terpampang di papan lahat kelak,
adalah percikan doa penuh cinta. Bahwa nama adalah titipan doa sepanjang masa
usia. Bahwa nama selalu memiliki makna penyandangnya, entah tentang pembuktian
cinta, penghidup harapan, penyemaian doa, atau sebatas pemancar keindahan.
Selalu ada makna dibalik sebuah nama.
^O^
“Kenapa namanya Risa Rii Leon, Ukh?”
tanya seorang dalam suatu percakapan, “Leon, seperti nama laki laki.”
Menghela nafas. Menyerap seluruh
kosa kata terbaik diudara. Mentransfer makna pada ia yang disana.
Risa Rii Leon ya?
Jadi gini, siap mendengarkan? :D
Risa itu bagian dari nama saya.
panggilan sederhana dalam serpihan diri.
Rii, suku kata kedua pada kata
“sari”. Sa dari panggilan ringkas saya, juga dari suku kata sebelumnya. Sari,
yang saya maknai sebagai inti. Pokok. Ya seperti sari pati yang mengandung
banyak fungsi.
Leon, baiklah benar memang itu
beraroma gentle. Saya tidak memungkiri, jika mendengar nama itu menjurus pada
kata ‘laki laki’. Leon yang terispirasi dari kartun singa. Ergghh, singa? Yups,
si raja hutan yang bijak dengan tanggung jawabnya menjaga rimba. Berkeliling
negeri, memastikan rakyatnya hidup dalam kesyukuran. Seperti sulung yang
menjaga adik adiknya dengan keteladanan. Sulung yang menentramkan pandang orang
tua. Ya, sulung yang diharap mampu menjadi panutan semua. Leon adalah doa yang
melengkapi kata sari pati. Inti keberanian juga tanggung jawab seorang sulung,
Risa. Doa yang kuselipkan dalam lirih pejuang pena. Tinta makna yang
meninggalkan jejak dengan kata ‘ada’. Bukti eksistensi seorang anak manusia.
Lantas, doa apa yang terselip dalam
judul dirimu, kisanak?
0 comments:
Post a Comment