Rss Feed
  1. Cinta Angka 10

    Sunday, 27 October 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



    Minggu, 20 Oktober 2013
                Perempuannya ramping dengan tinggi semampai serupa angka satu. Sawo matang semanis senja dengan ronanya, si Kecil yang manis. Laki lakinya tumbuh subur semacam angka sebelum satu. Si Besar yang bersuara renyah. :D Mereka adalah pasangan baru yang saya sukai. Mereka menyebut diri mereka “Si Ban Truk dan Pompanya”. Gadis sebagai pompa kecil untuk lelakinya, memompa semangat si lelaki dalam ke’ada’annya. Dan si lelaki sebagai Ban Truk yang super besar, siap membawa beban berat ketika si pompa hendak berbagi. Bagi si lelaki bahunya telah didesain khusus sebagai sandaran si Perempuan.
                Dan mereka telah saling jatuh cinta.
                Dan seperti banyak cinta yang lain, cinta selalu mampu mengaburkan banyak perbedaan. Ya, cinta selalu dipertemukan oleh banyaknya persamaan lantas dilengkapi dengan perbedaan. Mereka adalah si Besar dan Si Kecil. Si Gemuk dan Si Kurus. Si Istiqlal dan Si Caterdal. Si Pecinta Sujud dan Si Penikmat Tangkupan Tangan. Dan mereka sama sama tinggal dalam sebuah rapalan cinta berbingkai doa.
                Mungkin tidak ada adegan manis itu.
                Adegan si Laki laki yang menjemput si perempuannya di Gereja seusai shalat Jumat.
             Adegan si Perempuan berlarian kecil sepulang paduan suara gereja sebab menanti jemputan buka puasa bersama tiap senin – kamis senja.
                Adegan mereka diam diam merenda cinta dalam sujud sujud panjang atau khidmat takupan tangan.
                Tidak semanis itu mungkin,
                Namun jika tanpa harus semanis itu sudah mampu mengukir bahagia untuk mereka, sepertinya itu sudah cukup. Cukup untuk saling melengkapi, satu dan nol yang menyempurnakan. :”) satu dan nol yang saling ada dalam kepedulian. Satu dan nol yang melenggang bersama dalam tali kebersamaan. Satu dan nol yang saya kagumi sejak cerita pertama itu. Satu dan nol yang saya sayangi sejak malam itu.
    ^O^
                Hampir Tengah Malam lima belas Oktober,
                “Keluar, aku didepan asrama. Di depan Pos Satpam!” serunya di ujung telefon.
                “Hah? Ngapain? Aku enggak apa apa kok!” bohongku teriring sisa isak sepuluh menit lalu.
                “Wes, rene wae. Aku enggak percaya og karo kowe!”
                “Haha yo sik!”
                Di depan Pos satpam, dengan jarum panjang di angka empat dan jarum pendek mendekati angka dua belas, kami saling berbincang. Saya yang masih merebak sebab jengah menjadi tersangka. Dan mereka yang menguatkan saya. Ya, sepasang angka itu datang berbekal peduli. Menjadi angin pengering air mata, serupa betadine atas luka tanpa darah.
                Mereka menyelamatkan air mata saya, agar tak menguap percuma hanya sebab telinga yang salah mendengar. Betapa seharusnya suara sumbang dibiarkan masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Betapa seharusnya tetap tegar dan merapatkan barisan saat adanya banyak tekanan. :”D Ya, saya terselamatkan mereka malam itu. 
                  "Terima Kasih." bisikku lirih pada punggung mereka yang kian menjauh tepat saat hari berganti sepuluh menit kemdian.
    ^O^
               
               
               

     

  2. 0 comments: