Rss Feed
  1. Pasal Yang Terpelihara

    Wednesday, 2 October 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



    minangkabaunews.com


    rintihanbisu.blogspot.com

    www.kaskus.co.id

                “Koran mas ,,, koran mbaa,,, koran,,,koran. Koran pak. Koran Bu. Kompas Jokowi terancam mengundurkan diri. Kompas 2 ribu mas, harga mahasiswa. Koran koran” suara stereo pita manusia tengah lautan terompet mesin beroda dua hingga beroda empat.
                “Koran koran...tiga TKI pulang penuh luka. Koran koran. Seorang anak tujuh tahun mati kelaparan di pangkuan Ibu Kota. Koran koraan..”
                Bersaing dengan gaduhnya suara knalpot kendaraan bermotor, dan teriknya siang, seorang gadis berjilbab putih berteriak menawarkan dagangannya. Koran. Jilbab putih yang berganti warna menjadi abu abu sebagai tanda ia telah lama berkutat di sana. Berteriak, berjalan, dan menawarkan dagangan. Menyambung hidup dengan permadani ilmu. Menyambung hidup di ramainya kesumbangan suara lalu lalang kehidupan. Wujud semangat yang masih berkobar. Berjuang tanpa keluh dan iri pada nyonya cantik di tepi jalan. Nyonya yang berteduh di kursi taman yang sejuk, dengan sesekali mengelus mata intan di jari manisnya, sesekali melirik jam tangan indah di pergelangan tangannya, dan berbicara pada sebuah benda kecil yang orang sering menyebutnya dengan handphone BB. Apa pula itu, bukan menu dalam hidupnya. Cukup koran hiasan hidupnya.
                Dengan langkah terseok. Menahan luka yang masih belum kering akibat tabrak lari sepekan yang lalu di lampu merah seberang jalan. Ya sepekan yang lalu, namun bukannya semakin kering dan sembuh, luka itu makin membusuk menghalangi gerak tangkasnya. Tak mampu lagi ia duduk bersiul sembari menyemir sepatu tuan tuan berdasi yang baik hati di terminal. Berbekal tongkat penyangga tubuh, ia melangkah terseok berburu tangan dari manusia berhati malaikat. Insan yang rela berbagi dengannya. Meski rasa rendah diri semakin berakar kuat, namun hanya itu yang baru terfikir olehnya untuk menyambung hidup. Meletakan tangan dibawah, membungkus malu rapat rapat demi ketidakpunahan diri. Berharap ada titis belas kasih di hati seorang nyonya di bangku taman itu, gadis itu terseok kearah nya. Menyadongkan tangan dan berkata lirih mencari sisi kemanusiaan.
                “Manusia sampah. Busuk dan tak berguna. Mengemis, dan meminta!! Manusia tanpa fungsi benalu masyarakat. Hih..tak bisakah kalian bekerja bukan dengan mengemis.”ucapnya penuh amarah. “Saya seperti sekarang adalah hasil kerja keras, kerja banting tulang. Saya tidak malas malasan seperti kalian para pengemis. Bekerjalah!! jangan bermalas malasan dan mengandalkan orang lain untuk hidup kalian!! Jijik saya....MENJAUHLAH DARI SAYA!!” hardik sang Nonya dengan angkuh total.
                Korannya tak lagi jadi prioritas. Seorang di sana membutuhkan lengannya untuk bangun. Menyadari bahwa nyonya itu miskin sekali. Nyonya di seberang jalan yang ia lihat tadi itu adalah nyonya yang sama, yang duduk di bangku taman dan menidakmanusiakan manusia seperti rekannya. Rekannya yang jadi korban tabrak lari sepekan yang lalu hingga harus mengemis untuk bertahan hidup. Membiarkan luka di kakinya membusuk bersama banyaknya lalat mengerubunginya. Nyonya itu sangat miskin. Miskin nurani tepatnya!!
                “Kami bukan kaum pemalas seperti kata nyonya itu. Kami bekerja sebisa kami. Kamilah korban atas kebinalan para penghuni kursi terhormat mengumbar janji. Menciptakan aturan yang begitu indah untuk di baca. Begitu adil tertuliskan. Namun nol besar praktek penerapan dalam tiap aturan yang dibuat. Melupakan janjimu untuk melindungi kami dan menjaga kami. Lupakah kamu? Begitu madunya Kalian mengucap janji meminta suara kami dalam pesta yang katanya untuk rakyat itu?!” bela gadis koran sengit.

    BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

    Pasal 34

    1.      Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
    2.      Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
    3.      Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
    4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
                Seperti ternak sapi perah yang terpelihara, seperti itu barangkali ‘mereka’ memelihara. Membiarkannya ada agar pasal tetap terpelihara tanpa mengindahkan mereka juga manusia.


    *Kisah ini pernah dipentaskan oleh Anggota Baru Kelompok Peron Surakarta Mahasiswa Pekerja Teater FKIP UNS dalam Perform Art Penerimaan Anggota Baru 2012 di depan Gedung E FKIP UNS
     

  2. 0 comments: