Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Sabtu,
26 Oktober 2013
Kedatangan beliau menyelamatkan kami
(Peserta Trining Pendidikan Karakter) dari keranjingannya moderator acara
mengajak kami bermain. ---V mba Anis ^_^. Dengan baju ketat ala TNI, hijau
lumut penuh wibawa juga hiasan hiasan pangkat di tiap incinya, beliau masuk
teriring senyum dan langkah gagah. Yeah, tiba tiba gravitasi berpindah pada
sosok beliau.
Judul dari materi yang beliau
sampaikan sebenarnya, “Menjaga Agar Merah Putih Tetap Berkibar”. Well, kenapa
saya menggunakan judul “Bakaran Semangat dan Penyampaian PR” ? Sebab, memang
demikian adanya. Beliau membakar semangat kami, semangat menjadi agent of
change. Semangat perbaikan. Memperbaiki identitas bangsa yang mulai luntur.
Perbaikan itulah PR kami. PR yang akan kami kerjakan mulai saat ini, bahkah
jauh hari telah kami cicil.
^O^
Selama penuturan materi beliau, tak
sedetikpun saya mengalihkan pandang apalagi coba mengalihkan kantuk dengan
menggambar rupa rupa emoticon (kebiasaan kalau sudah bosan dan mengantuk) :D.
Pandang saya masih kedepan, menanti ulasan apa lagi yang akan beliau sampaikan.
Sekalipun ulasan itu berupa tamparan mengenai keburukan bangsa. Menelanjangi
diri yang telah jatuh dalam lembah kenistaan. Sekalipun ulasan itu mengundang
gelombang kecewa yang mendalam. Sekalipun ulasan itu membangun dinding bening
penuh sesal. Sekalipun pada akhirnya ulasan itu hanya memaparkan keburukan
keburukan generasi sekarang, namun sesungguhnya disanalah beliau menitipkan PR
untuk kami benahi secepat mungkin.
Kami, putra putri Indonesia
bertumpah darah satu. Tanah Indonesia.
Kami putra putri Indonesia berbangsa
satu, bangsa Indonesia.
Kami putra putri Indonesia berbahasa
satu, bahasa persatuan. Bahasa Indonesia.
Diatas perbedaan yang telah Tuhan
fitrahkan dalam rahim Pertiwi, Tuhan mengajarkan tentang makna melengkapi.
Makna saling menghargai diatas ragam budaya. Ribuan pulau sepanjang Sabang
sampai Merauke, terbentang pula perbedaan perbedaan itu. Perbedaan suku,
Perbedaan Ras, Perbedaan Agama, Perbedaan Bahasa, Perbedaan Budaya, Perbedaan
Adat, dan segala rupa perbedaan yang lain. Dan Tuhan dengan indah.Nya
menyatukan perbedaan itu dalam kubangan air yang maha luas. Samudra yang
menyatukan banyak perbedaan itu. Menjadikannya satu untaian jambrud
khatulistiwa. Tanah Surga kata mereka. Tempat sebatang kayu tumbuh sebagai
karbohidrat, mengenyangkan banyak perut rakyat. Tempat sebutir pasir merambat,
memberi gizi terbaik untuk mereka yang lapar. Tempat mata air Tongkat Musa memancar
dimanapun, menghapus hausnya para penduduk.
Sayangnya, uraian diatas itu dulu.
Ya DULU.
Dulu saat Kaki (manusia senja itu)
masih remaja. Bertani dan berladang penu sahaja. Menyerap sumber daya tanpa
berlebihan. Menyemai bibit penuh kesabaran. Juga menabung untuk anak cucu penuh
keikhlasan. Menyandang gemah ripah loh jinawi. Ya, dulu.
Dulu saat Nini (manusia senja itu)
masih muda. Berdagang ke penjuru negeri membawa identitas Nusantara. Menjaga
keramahan asli rumah. Melenggang penuh keanggunan dalam busana ketimuran.
Meninggalkan kesan pada tetangga mengenai makna pribadi bangsa yang penuh
keramahtamahan. Ya, itu dulu.
Dulu saat Kaki dan Nini (manusiasenja itu) masih remaja dan muda. Pemuda yang akalnya merdeka, tak terpenjara
kata beda atau sama, sebab baginya Indonesia itu Esa. Satu. Tunggal. Bersatu
dalam perbedaan. Berbeda beda satu jua.
Bhineka Tunggal Ika. Akalnya serimbun pohon beringin dalam lambang sila
ke tiga. Baginya bertetangga dengan ia yang beda agama, seatap dengan ia dari
suku seberang, berteman dengan ia dari lain adat, bercengkrama dengan ia yang
lain ras, membaur dengan ia yang lain bahasa, berjabat dengan ia yang lain
pulau, semua itu tak apa. Sebab baginya, selama masih tumbuh ditanah nusantara,
meminum air Indonesia, bernafas bersama pertiwi, mereka adalah saudara yang
patut dicinta dan disayang.
Nyata sekarang.
Saat cucu cucu mereka beranjak
remaja. Saat akal dan logika mereka mulai bekerja. Mereka memang masih bekerja
keras seperti Kaki, hanya saja tanpa sahaja. Mereka bekerja keras untuk
menggugurkan satu sama lain. Berkompetisi dalam pembunuhan masal. Menebas nyawa
nyawa manusia hanya sebab kecil. Saling sikut dan menjatuhkan hanya sebab
sebuah nama, benda, tahta, juga jabat, bahkan wanita. Juga meleburkan diri bersama
candu candu cela dari negeri tetangga. Telenovela, drama, media, narkotika.
Arrrggh penjajahan budaya!
Saat cucu cucu mereka beranjak
dewasa. Saat akal dan logika mereka mulai bekerja. Mereka memang masih bekerja
keras seperti Kaki, hanya saja tanpa sahaja. Mereka bekerja keras untuk
membodohi mereka yang bodoh. Mendiamkan mereka dalam ketidaktahuan, sehingga
pemerintahan penuh dengan atmosfer kecurangan. Konspirasi konspirasi indah yang
terstruktur rapi. Korupsi, Kolusi, Nepotisme menjamur bahkan dimusim kemarau.
Arrghhh pembodohan masal!!
Saat akal dan logika cucu cucu
mereka mulai bekerja. Bekerja untuk saling membinasakan. Saat itulah pencurian
masal meraja. Budaya budaya rumah pelan dan pasti berpindah tempat ke tetangga.
Pelan dan pasti tanah timur terbius angin barat. Ketimuran hilang, kebaratan
datang. Penjajahan tanpa kekerasan. Menyusup halus namun mematikan. Arghhh
bukan begini seharusnya globalisasi!!
Kemajuan teknologi tak salah.
Kemudahan memperoleh informasi pun
tak dosa.
Hanya manusianya yang tak bijak
menyikapi.
Hanya manusianya yang tak pandai
menyaring.
Hanya manusianya yang tak cerdas
menyerap.
Hanya manusianya yang tak pintar
memilah.
Dan itu hanya sebagian, PR PR yang
tersampaikan dalam percakapan satu jam tadi. Percakapan tentang cinta pada
bangsa sendiri. Percakapan tentang menjunjung tinggi identitas diri. Percakapan
tentang persamaan memandang kata beda.
Demi nyawa yang turut berkibar dalam
kelebat sang saka merah putih tanggal 17 Agustus enam puluh delapan tahun
silam.
Demi jutaan ton darah yang tercecer
sepanjang sabang hingga merauke untuk memetik kata ‘merdeka’.
Demi ribuan bambu yang tumbang dan
terhunus di paru para penjajah. Mengundurkan langkah mereka yang berniat jahat.
Demi segala rupa pengabdian pahlawan
pahlawan tanpa nama itu,
Tidakkah engkau ingin mengembalikan
kejayaan Indonesia?
Membangunkan Macan Asia yang
terlampau lama lelap dalam mimpinya.
Tidakkah engkau ingin mengembalikan
keluhuran budaya sendiri yang lama mati suri sebab tak terjamah lestari?
Menebar senyum prestasi dan membuat
iri mereka yang menatap. Memotivasi yang lain untuk tak sekedar menjadi biasa.
Tidakkah engkau ingin, memeluk
mereka yang berbeda sebab mereka adalah saudara nusantara? Yang sama sama lahir
dari rahim pertiwi?
Membenamkan bhineka tunggal ika
dalam sanubari.
Tidakkah engkau ingin membuktikan bahwa
Unyil mampu lebih eksis, bahwa Kancil masih cerdik, bahwa Srikandi lebih
berani, juga Pak Pandir yang masih jenaka?
Memodifikasi dan berinovasi dalam
kemajuan teknologi guna mengenalkan, melestarikan, juga mengaplikasikan budaya
sendiri meski arus globalisasi kian deras?
Tidakkah engkau ingin menjadi kaya
dan bersahaja tanpa cela pada sesama?
Membangun negeri bebas KKN,
misalnya.
^O^
Bunda, saya memang belum mampu
berbuat banyak. Hanya dan baru ini. memperbaiki diri saya. Mendalami cinta
untukmu. Mengabdi dengan segala ilmu.
Menjadi guru Inspiratif. Meski
sekarang masih calon guru ^_^
0 comments:
Post a Comment