Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Masjid Kauman Kebumen, 15/07/2015
    Sengaja, selepas subuh saya melenggang. Keluar dari rumah suci. Mentadaburi semesta yang masih gelap tanpa surya. Tentu, tidak sepenuhnya gelap. Ada lampu – lampu Alfa yang benderang, juga CWC di empat titik alun – alun kota.
    Naungi ketulusan embun yang masih segar, membuka mata pada kehidupan yang hadir lebih awal dari biasa. Entah kurang terbiasanya saya di sini atau memang pada dasarnya manusia sedang tidak terbiasa berlaku. Kata seorang teman, this is VIM (Very Important Month), kita harus melakukan banyak perbaikan iman, menyeimbangkan langkah vertical dan horizontal. Sebab semua amal sedang dilipatgandakan pahalanya.
    Dalam – dalam ku penuhi paru dengan O2. Sedikit nikmat, jelas. Jam segini memang masih rawan perebutan O2 antara manusia dengan klorofil. Tak apa, selama asap knalpot belum banyak saya masih cukup lega. Tidak terlalu sesak nafas, maksudnya.
    Saya memutuskan untuk melangkah. Menjejaki setiap kebasahan rumput yang masih dingin.
    Kamu pernah merasakan keterasingan dan keakraban sekaligus? Saya sudah. Sedang merasakan lebih tepatnya.
    Saya terasing dengan langkah leluasa ini menapak. Akrab dengan semesta yang sudah membawaku sejauh ini.
    Ada perbatasan rasa, ada noktah kecil yang sedari tadi menatap. Siap menerkam kala lengah. Manusia tidak pernah sungkan berbuat criminal kala gelap bukan? *gelaphati maksudnya.
    Gaduh gemerisik rumput dan lelarian tak beraturan, langkah penyelamatan diri. Alhamdulillah, sekumpulan bocah – bocah subuh menghentikan pelarian ini. Langkah saya melambat, membiarkan ramai itu menyingkirkan gelisah sepi. Meninggalkan ancaman itu, saya duduk. Menghayati pukul 05. 46 yang masih berkabut.
    Kembali mengilhami dua persimpangan rasa. Kebebasan ini serasa dihirup oleh individu merdeka, bukan lagi hamba sahaya dari sang atau si tokoh. (peran – peran dalam casting lakon hidup, yang menjauhkanmu dari kebebasan individu). Just to be R.I.S.A. ya, saya risa bukan si Sulung, sang Kakak, si Lalalala, sang tralalala, si sang tralalala lainnya.
    Menyenangkan. Sungguh. Kamu harus merasakannya. Sensasi macam ini selalu berhasil membuat rindu. Perjalanan bukan perkara seberapa banyak manusia yang kamu temui kan? Pun dengan seberapa banyak budaya yang kamu kenali. Atau seberapa jauh tempat yang kamu singgahi. Tapi sebuah langkah yang membuatmu kian menikmati dirimu sendiri. Perjalanan ke dalam yang semakin mendekatkanmu dengan pemiliki sejati diri. Semacam ritual untuk memanusiakan dirimu sendiri. Seolah mengakar pada semesta, melebur dengan sang Penguasa.
    Riuhan suara kehadiran menyapa. Ramai wajah menjabat tangan. SELAMAT!! Kamu resmi merdeka sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
    Bukan lagi sang Idola, si Sulung, si Anak, si Ibu, sang Bapak, sang Laki – laki, si Perempuan, sang Raja, sang Ratu, si Nyonya, si Tuan, juga sang si yang lainnya.
    Kamu boleh bertepuk tangan. Menyelamati dirimu penuh syukur.
    Kurang beruntung! Tak lama dari euphoria, ancaman itu mendekat. Tidak tahu diri. Saya acuhkan. Sosok dari lawan jenisku, kurang dari sedepa duduk, lekat memandangku. Saya tahu tanpa perlu mata beradu.
    Abaikan saja! Teruslah menulis!! Batinku berseru. Sementara jariku semakin kaku. Saya gagu. Takut membeku.
    Saya terus berusaha mengabaikan kehadirannya, berharap ia lekas benar – benar tak ada. Dia bergerak. Saya siaga satu.
    Saya tutup buku, siap mengambil benda bermata tajam dari saku. Ada. Selalu. Untuk penjagaan.
    Dia melangkah. Berpindah di depanku. Satu langkah itu, nyata ancaman.
    Saya berkemas, mengambil langkah cepat.
    Menuju kerapatan manusia (lagi).
    Langkahku nyaris lari.
    Andai aku lupa bahwa ini tangan penulis, bukan pembunuh. Sudah ku tiadakan ancaman itu sedari tadi.
    “Leeee…….!!” Teriakku pada rombongan bocah itu. Rombongan yang tanpa sadar berpindah tanpa permisi. Pemilik kepala itu banyak menoleh ke arahku, sementara saya menoleh kebelakang. Memastikan ancaman itu telah sirna. Terkurung lagi pada kepengecutannya. Selamat kembali pada Hotel Prodeomu, Pengecut!!
    Benar! Pengecut ialah tepat untuk manusia yang berharap terus bahagia tanpa upaya berdamai dengan nyata. Kufur atas nikmat tapi terus menuntut hidup nikmat. Kepengecutan yang kerap berujung pada hilang akal.
    Langkahku bergegas. Dalam kalut pencarian aman. Saya tahu tempat tujuan. Masjid. Titik mula perjalanan ini.
    Tuhan, tidak adakah tempat aman untuk perempuan yang sedang menikmati kesendirian?? Tidak adakah reward atas keberaniannya mengambil langkah perjalanan ini saat banyak perempuan berpesta manja dalam kebersamaan?!
    “Itulah mengapa ada larangan perempuan tidak bepergian jauh tanpa mahram!” tukas jujur hati yang lain.

    Dan lisanpun merapal, “Ayoo Le. Rio, Riki lekas bertumbuh. Biar bisa menemani proses mbolang yayumu ini. Biar enggak ngabur kemana – mana sendiri. Biar pas di Yogya ada yang moto.in. Biar pas di Semarang ada yang gandengin. Biar pas pulang ada yang boncengin. Biar nanti pas ‘Mas’ kalian datang, yayu masih pantas buat dia.”

  2. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


                “Temen – temen nanti pentasnya yang bagus ya. Ada orang – orang penting soalnya.” Tutur seorang rekan lima belas menit menjelang pementasan.
                Nafas saya memberat. Ada beton tak kasat mata memampatkan rongga dada saya. Pandang saya mengabur, dinding bening itu nyata telah terbangun.
                “Pentas? Bagus? Orang penting?!” hati saya berseru. Siap mengamuk. “Jadi kamu kira pentas ini buat orang penting?!? Oke baiklah, kali ini cukup tau saja.” Redamku mencoba sabar, lima belas menit menuju detak panggung, tak sopan jika mencak – mencak terbakar lara meski setelah dipikir ulang ucapannya juga cukup tidak manusiawi. Dan saya menyebutnya Branding (Baca: Cari Wajah Orang Penting).
                Hmmm, saya menghela nafas. Memastikan bahwa amarah itu tidak muncul dipermukaan. Ya, saya marah. Murka tepatnya.
                “Kenapa?”
                Kamu masih bertanya?!
                Bagaimana saya tidak marah, jika niat mulus memanusiakan manusia itu terbakar hangus oleh aksi ‘untuk orang penting’ yang dilontarkan seorang rekan itu.


                Menulislah untuk memanusiakan manusia.
                Entah apapun yang kamu tulis, tapi menulislah untuk memanusiakan manusia. Bukan semata memenuhi tugas deadline hingga kamu penuh benci dalam mengerjakannya.
                Menulislah untuk memanusiakan manusia, bukan semata mencari perhatian pada mesin pencari hingga kamu lupa arti kehakikian berita.
                Menulislah untuk memanusiakan manusia, bukan semata pelengkap headline surat kabar hingga prasangka menjadi topik utama.
                Menulislah untuk memanusiakan manusia, bukan semata aksesoris negara tanpa pernah ditegakkan dengan semestinya hingga pungutan liar meraja lela, denda denda berserakan dimana – mana.
                Menulislah untuk memanusiakan manusia, bukan semata embel – embel agama, suku, bangsa, atau ras hingga saling tuding dalam aksara seolah halal – halal saja. Menulislah sebab itu memang untuk kebaikan bersama.
                Menulislah untuk memanusiakan manusia, bukan semata agar kamu ternama dikalangan semesta, tapi membuatnya cukup bangga dengan dirimu apa adanya, kejujuranmu pada diri sendiri. Sikap menerimamu pada suratan Allah Ta’ala.
                Ya, menulislah untuk itu. Memanusiakan manusia. :’)
    ^O^
               
                Terlepas ada ‘orang penting atau tidak’ biarlah performance tersebut berjalan apa adanya, biarlah ia berproses sesuai yang diikhtiarkan sebelumnya. Kita hanya cukup percaya atas upaya yang sudah dilancarkan. Ini proses kita, bukan mereka. Ini apresiasi, bukan tendensi.
                Memang penonton itu penting, sebab dari merekalah cermin apresiasi itu Nampak. Tapi penonton tetaplah penonton, sama. Jabatan, kedudukan, lencana, pekerjaan, status mereka bukanlah suatu yang harus disorotkan kehadirannya. Biarlah apresiasi itu datang dari kacamata mereka terhadap kita.
                Jujur, pada akhirnya saya sangat sedih atas lontaran tersebut. ‘Orang Penting’ arrrghhh! Penting untuk siapa sih? Bagi saya mereka itu tidak (terlalu) penting dan tidak pernah lebih dari sekelompok penonton. Saya tidak mengenal mereka, juga sebaliknya.
                Lantas, saya hanya ingin berhenti dari proses berkepentingan selain belajar. Saya sudah cukup memiliki satu muka, tidak perlu tambahan. Bahkan refleksi wajah wajah saya sudah lebih dari cukup, Si Kakak, Si Bu Guru, Si Mahasiswi, Si Muslimah, si Sulung, Si Lalala, si Tralalala, etc.
                Saya hanya ingin berproses tanpa pretensi ‘kepentingan’ apapun. Tidak, saya tidak sedang membicarakan ketulusan. Saya tidak pernah tulus dalam melakukan sesuatu, jelas! Selalu ‘apa manfaatnya untukku’ atas apapun tawaran takdir sebelum saya mengiyakan. Saya pamrih, Tuan. Sangat!
                Maka, ijinkan saya berhenti dari proses kita yang sudah tidak lagi semisi. Tenang, kita masih satu visi. Insya Allah. Tidak ada yang saya sesali. Sama sekali tidak ada. Saya percaya, semua memang sudah sebaiknya terjadi. Proses kita. Saya belajar banyak. Sungguh.

                Kemudian, tak perlu sungkan mengajak saya berproses (kembali) dalam aksi (yang katanya) memanusiakan manusia. ^^ yang semoga kelak benar – benar mendekati hal tersebut. Terima kasih untuk setiap tawaran kesempatannya. Semangat Berproses! Selamat Menikmati Pertumbuhan! Jangan sungkan merekonstruksi diri  ^^

  3. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


                Hhhhhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!
                Haha setelah menghela nafas cukup mendalam dan lama, saya hanya ingin menuliskan ini. Perkara ruang apresiasi untuk sebuah proses inklusi.
    Itu nafas lega, bangga, juga bahagia. Terima kasih banyak untuk semua yang telah terlibat secara lahir maupun batin. Terima kasih, telah membersamai penghidupan Republik Angkringan. Tanpa kalian, Republik Angkringan hanya benda mati, naskah yang mungkin tak terbaca.
    ^O^
                “Ris, bisa minta tolong buatkan naskah untuk pementasan?” tidak seperti itu sebenarnya. Itu hanya kalimat mudah yang coba saya tuliskan untuk menjembatani saya bertemu dengan ‘proses Republik Angkringan’. Mas Sutradara aka Mas Sandi hanya mengajak saya berbincang mengenai dunia inklusi, mengerucut jadi keadaan Inklusi di Indonesia hingga menyabet pada kebinekatunggalikaan, lalu menjurus pada kampus dan berakhir pada lingkungan diri. Proses inklusi yang masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar dari kita.
                Saya tertarik? Jelas. Teringat setitik mimpi yang di buahi bersama Mba Asri dahulu kala (jauh sebelum Mbak Asri menikah, jauh sebelum saya bertemu Gapai, jauh sebelum ini semua.) Sebenarnya saya tidak cukup percaya diri untuk mengiyakan. Observasi adalah cara saya mengumpulkan kepercayaan diri yang tercecer dimana – mana.
                Cerita – cerita dari Mbak Sita di Gapai. Penuturannya perkara para rekan istimewa dalam menunjukkan kehadirannya. Kisah – kisah Wahyu, Dian, Fajar, Yanti, Nia, Susi, Wahid, juga beberapa rekan istimewa yang ditemui. Kesemuanya menyatakan keprihatinan pada nurani manusia yang ditiadakan.
                Jalur pustaka juga tak sungkan saya ketuk. Dari sekedar ke mesin pencari hingga ke perpustakaan negeri, saya singgahi. Hmmm proses pencarian kegelisahan naskah, memang terkadang harus demikian agar tak kegelisahan yang terlupa. Bismillah.
    ^O^
                “Aku itu sebel sama Mbak Narisa, setiap ditanya naskahnya sudah jadi belum mesti ada saja alasan yang menyatakan naskahnya belum jadi. Buat naskah susah banget to?” kira – kira begitu ungkapan seorang adik ketika menanyakan ‘Proses Republik Angkringan.’
                Bukan susah atau tidaknya. Tapi, ada atau tidaknya bahan yang ditulis. Bahannya sudah ada, tapi untuk sebuah cerita dia membutuhkan alur dan  karakter tokoh, juga nilai moral (teman – teman teater biasa menyebutnya dengan ‘kegelisahan’), setting tempat, waktu dan suasana, juga unsur instrinsik lainnya akan muncul sejalannya alur cerita.
                Mengambil judul “Republik Angkringan” itu bukan asal – asalan sebab sudah ada Republik Jancukers. Tidak. Republik Angkringan, pertama karena ini ada apresiasi inklusi pada sebuah Negara dengan system Republik yang artinya ada nama Presiden di sana. Angkringan, sebab dialah yang terdekat dengan kami, sederhana dan apa adanya, tak pernah menuntut neko – neko. Qonaah saja. Ya, tidak hanya Yogya yang terbuat dari Hik. Solo pun terbuat dari Angkringan, Budaya, dan Pulang.
                “Kamu kok suka makan di Angkringan to?!” lontar seorang rekan perempuan suatu hari.
                “Hla kenapa enggak suka? haha” timpalku ringan.
                “Kamu kan perempuan, berjilbab lagi. Masa makan ditongkrongannya cowok – cowok, udah gitu terbuka lagi, di pinggir jalan.”
                Ada hening panjang.
                Bagi saya, Angkringan itu ruang symposium terbuka untuk semua kalangan membahas apapun, mendengar apapun, juga makan apapun tanpa takut keracunan sebab disana hanya ada hidangan kampong yang jauh kimiawi, aditif dan adiktif (setidaknya jenis hidangan yang baru dimasak).
                “Berhijab itu bukan berarti menutup diri kan Ukh? Insya Allah saya kuat kok. Doakan saja agar tetap terjaga.”
                Keterbukaan Angkringan, tempat duduknya yang hanya kursi panjang tanpa lengan dan sandaran, juga beberapa tikar yang digelar, membuat siapapun nyaman untuk mulai membuat bincang. Tak sungkan sebab mungkin berbeda kalangan. Semua disana sama.
    ^O^
                Alur kasar yang di dukung oleh keberadaan setting sudah. Tinggal membuat detail alur dan penyesuaian karakter yang muncul. Saatnya observasi dengan para pemain. Casting dimulai.
                Hasil observasi tetap menjadi bahan setengah matang, karakter mereka pada akhirnya tetap dinikahkan dengan karakter saya dalam menuliskan dialog. Maka jadilah saya mengotak – otakkan karakter pada dirinya saya. Menikmati benar menjadi seorang DID, sayangnya saya sadar kehadiran setiap karakter itu. Alter – alter kepribadian yang memang sengaja dihadirkan.
                Republik Angkringan lahir (setelah revisi berkali – kali, sebenarnya hanya konsultasi bersama sutradara yang lantas saya sikapi dengan melengkapinya. Anak pertama, jadi harap mahfum :v. Sungkem kaliyan Mas Sandi :v) tepat sebulan sebelum pementasan (yak.e ding).
                Sayangnya, saya melewatkan moment melihat reaksi kala pertama kali membaca naskahnya. Huwaaaah saya rugi pemirsah :3 (*puk puk, enggak papa. Kan memang Ksatria Kedua lebih urgent. Menghibur diri.)
    ^O^
                Republik Angkringan dihidupkan di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah tepat pada tanggal 23 Desember 2014 lalu. Ya, satu semester yang lalu. Terima Kasih untuk Mas Sandi dan rekan GAPAI atas ajakannya berproses. Rekan – rekan penghuni YKAB yang kece beud, asli kalian bikin aku merinding pas pentas. Haha aku fans tingkat sulung kalian deh pokoknya. ^^
                Nduk Susi, haha karakter mbok – mboknya dapet banget nduk. Salut nduk. Serius. (Saya jadi membayangkan, apakah seperti itu jika saya sudah berumah tangga kelak?:3 Pie ris? :v)
                Dian, Leee… Mbak kasih jempol dua deh ya buat aktingnya ya ba’nyus banget. Iya, bapak – bapak yang overdosis cuek tapi peduli .nya berhasil kamu bawakan dengan apik. ^^
                Wahyu, kekritisanmu manis le, tidak pesimis. Semangat!
                Wahid, kocaknya benar – benar menghibur, cadas Le!
                Fajar, lugasmu luas Le. Mbak suka caramu menyampaikan kejujuran.
                Yanti, kamu canggih mengelola grogi nduk. DIa hilang dalam prosesmu menuju Republik Angkringan. Semangat Sayaang ^^
                Nia, duhh Nduk maaf ya, dalam naskah dialog itu ada bagian kamu bermonolog panjang haha menjadi sasaran empuk saya menunjukkan sisi metafora. Tapi, selamat kamu berhasil membawakannya. Pernafasan dan penjedaan kamu keren nduk! ^^ I love you.
                Ican, sebagai Mahasisa aka Masmas, kamu memang sudah pas pada karakter itu. Songong tapi jujur. :3 Ngeselin sih jadinya. :v
                Dhylan, keberadaanmu di pucuk cerita meski hanya sekejap sudah mampu menunjukkan bahwa kamu hadir. ^^
                Mas Sandi, hiks hiks… saya bingung mau ngomongnya. Tapi serius mas, saya mau belajar nulis (lagi). Serius beud mas. Jangan sungkan mengajak proses lagi. ^^
                Backstage Crew, mas Bintang, Mbak Nuning, Mbak Caroline, Mbak Ayu, Bolo Usung, Nyan, Tri, Lighting Men, semuanyaaaa I love you  haha (diobral deh :3)
                Rekan GAPAI. Semoga kelak, kita benar – benar sama – sama berproses, mengamalkan kebinekatunggalikaan secara kaffah. Semoga… (aamiin..)
                Dan untuk kamu, terima kasih untuk mengagendakan membaca ^^
    ^O^
                Akhirnya, Republik Angkringan bukan jadi benda mati, pun bukan alat menghakimi. Ia hanya pengapresiasi atas cerminan tindak inklusi yang memang sebaiknya dijunjung tinggi, sebab kita adalah satu. Bhineka Tunggal Ika. Semangat Berproses Menuju Indonesia Inklusi! Salam Penyetaraan! Salam Budaya!
                Naskah Republik Angkringan bisa di download di sini. Paswordnya risaopen. Selamat Menikmati… 

  4. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



                Sendiri.
                Mari kita eja bersama.
                S.E.N.D.I.R.I.
                Apa yang kamu temukan? Sepi? Mandiri? Dewasa? Keren? Sunyi? Atau Mati?
                Saya menemukan kejernihan, diri sendiri, dan keramaian dalam satu paket sekaligus.
                Duduklah dulu, akan ku ceritakan bagaimana saya menemui mereka.

                Sangat mudah untuk menemukan kesendirian, bahkan ketika kamu berpasangan. Secara amal ibadah memang lebih berkah ketika dilakukan berjamaah, namun untuk amal satu ini kamu cukup hadir sendiri, sepenuhnya, dan insya Allah akan banyak hal mengiringinya. Pensucianmu di mulai.
                Beberapa rekan sempat mengumpat kesendirian ini, padahal semakin dekat dengan kesendirian semakin dekat pula ia dengan apa yang (sejatinya) ia cari. Tidak percaya? Alami saja. ^^
    .::::::::::::::::::::::.
                Saat hanya ada kamu, detak waktu, hembus udara, juga bisikan hati. Mulailah berjalan. Kemana? Ke dalam dirimu. Rasakan segala hal yang selama ini terabai. Dengarkan apa yang selama ini kamu bungkam dalam – dalam. Lihatlah apa yang selama ini kamu lewatkan. Senyamanmu saja, bisa dengan berdiri, duduk, terpejam, membuka mata, tiduran. Nikmati saja semua itu.
                Helaan nafas. Denyut nadi. Suara hati.
                Sudah bertemu?
                Iya kejernihan.
                Kesendirian kerap membawa pada kejernihan diri. Jujur pada diri mengenai apapun. Lara, suka, duka, bahagia, tawa, kecewa, bisa hadir bersamaan. Yang lantas menjadi syukur tak berbatas. Betapa mulai Tuhan berkehendak. Bagaimana takdir membawamu pada takdir kini.
                Air mata itu? Hei, biarkan ia kembali mengudara tanpa perlu ditutupi lagi. Biarkan ia menghirup kemerdekaannya. Tak perlu sungkan. Hanya Tuhan yang sedang bersamamu kini. Tuhan itu sangat dekat dengan kejujuran, Sayang. ^^
                Tiba – tiba ragamu gaduh oleh suara – suara nuranimu? Selamat, kamu bertemu keduanya. Selamat berbincang dengan diri.
    .::::::::::::::::::::::.
                Tidak mengapa jika sesekali kamu berpindah dari lingkup rutinitas. Keluar dari lingkungan yang sudah mengenal bagaimana kamu, yang mungkin tidak menyadari ada banyak rekonstruksi sudah kamu lalui.
                “Berjalanlah sendiri saat kamu akan menempuh jarak yang jauh” kata seorang teman.
                “Berjalanlah sendiri ketika tujuanmu adalah perjalanan itu sendiri. haha” timpalku.
                Sering, ada sebuah keentahan waktu kaki ini hanya ingin melangkah tanpa tujuan tempat yang pasti. Hanya ingin berjalan, berjalan, dan berjalan. Murni jalan – jalan tanpa tendensi destinasi.
                Yogya, Semarang, Purworejo, Temanggung, Karanganyar, Solo, Klaten, manapun deh. Bahkan ketika itu hanya gang sempit yang belum pernah diambah.
                Jalan – jalanlah selayaknya jalan – jalan. Menyapa, tersenyum, membingkai panorama, terlibatlah dengan atmosfer yang sedang dibauri. Akan ada banyak hal.
                Bahkan meski sama – sama sebagai tempat jual beli dengan omset banyak, Pasar Gedhe, Pasar Klewer, Pasar Bringharjo, Pasar Wonosobo, memiliki atmosfer niaga yang berbeda. Komunikasi dan interaksinya, hmmm hirup deh.
                System perparkirannya juga tidak jauh berbeda, tapi pernahkah dibincangkan bagaimana proses para penjaga itu rela menggadaikan waktu untuk menunggui kuda – kuda besi?
                Jalan setapaknya barangkali nyaris sama hiruknya, ragam orang lalu lalangnya, komoditi yang ditawarkan, tapi pernahkah sejenak berhenti dan menyelidik langkah mereka? Kecepatannya, melenggangnya, arahnya, suasana yang membersamainya, atau aksi – aksi menarik yang lain?
                Ragam bangunan dan fungsinya memang tidak jauh berbeda, tapi desain bangunan dan penataannya kerap kali menunjukkan identitas diri. Bagaimana denganmu? Sudah kamu tunjukkan desain dirimu yang sejati? Bukan semacam desain produk yang biasa harus dicitrakan agar laku, tapi desain diri yang bijak berlaku tanpa ada yang tahu. ^^
                Melalui perjalanan keluar ini, kamu berlahan akan mampu menemukan jalan pulang ke dalam dirimu sendiri. Tak apa jika dalam perjalanan itu kamu akan nampak tak punya tujuan, plin plan, atau penuh kegamangan. Selama kamu yakin dengan perjalananmu, paham dengan langkahmu, teruskanlah. Ini kamu, itu mereka. Tuhan itu Maha Kreatif, menciptakan takdir manusia dengan ragam jalan. ^^
                Nah, berhubung kamu sedang jalan – jalan sendiri. Kamu tidak perlu khawatir akan mendengar orang mengeluhkan tujuan yang nampak tidak jelas, peluh yang mendera, lapar yang terabai. Pada akhirnya kamu bebas mengolah perjalananmu. Mau istirahat lima menit sekalipun tak apa, mau terus berjalan juga tidak ada yang menahan, mau kemana juga tidak ada yang sibuk mengatur agenda kesana kemarimu. Mau ngapain juga, kamu hanya setitik dari keramaian yang ada. Kamu ada, tapi belum tentu hadir untuk lingkungan luas itu. Mau menyapa siapapun juga tidak ada yang melarang sebab berbincang dengan orang asing :D (orang asing selamanya akan jadi orang asing jika tidak dijabati perkenalan sebelumnya, saya dan kamu juga bemula dari orang asing, kan? Hati – hati perlu, tapi jangan sampai menutupi ^^)
    .::::::::::::::::::::::.
    “Dirimu yang sesungguhnya adalah dirimu ketika tidak ada orang lain yang melihatmu.” Kata Ali Bin Abu Thalib ra.
                Malam selalu punya misteri, sepertiga malam adalah yang paling jujur mengungkap rahasia diri. Menikmati sepertiga malam dalam kesendirian, benar – benar nikmat yang tak terlukiskan kata. Lakukanlah. Menjaga sepertiga malam dalam sujud panjang pengabdianmu pada Illah. Sssttt, itu rahasia. Sungguh. Keromantisan itu akan pudar jika kamu mengunggahnya pada social media. Ingat, sendiri adalah moment kamu bebas bermanja – manja dengan Tuhan, dan sepertiga malam adalah masa yang paaliiiiiing romantis. Nikmatilah berdua. Sesekali boleh kok mengajak pasangan untuk bersama mendirikannya. Toh memang begitulah pasangan, bersama melangkah dalam kebaikan ^^
                “Lantas bagaimana dengan ibadah jamaah itu? Saya juga ingin menikmati setiap sujud dalam sunyi, sendiri, hanya ada saya dan Tuhan.”
                Lakukanlah. Sugestikan dirimu, bahwa sekalipun ragamu dalam jamaah batinmu sunyi berdua dengan Tuhan. Ia ada di hadapanmu. Tak usah menggagas ada siapa atau dimana kamu. Yakini, bahwa dimanapun kamu dan kapanpun kamu terjaga Tuhan hanya mengawasimu, tak berpaling dari makhluk lain sehingga tak ada sedetikpun waktumu untuk berpaling dan terhindar dari pengawasannya. Jika makmum, hayati suara imam layaknya komando hati kita, jadi shalat berjamaahnya tetap berpahala jamaah namun kenikmatannya laksana berkasih-kasih berdua dengan Allah.
                “Bagaimana jika saya ingin memiliki teman beribadah? Setidaknya agar kelak di surga saya tidak sendiri?”
                Haha itu fitrah manusia sebagai makhluk social, tak apa ajaklah dengan cara yang tepat. Jika melalui social media, ajaklah dengan menunjukkan jalan mengamalkannya, ajaklah dengan menunjukkan kebermanfaatannya, ajaklah dengan kisah sahabat rosulallah saw menghidupkannya, informasikanlah tanpa memberitahu bahwa kamu sedang, akan, selalu, atau belum mengerjakannya. Kamu ingat kan? Terkadang riya’ begitu mudah menyusup pada amalan? Hmm bisa – bisa amalan hangus sebelum sampai tujuan hakiki. Semoga terjaga ya ^^
                Kesendirian itu pun meramaikan ukhuwahmu, tidak hanya horizontal namun juga vertical. ^^ Selamat menapaki kesendirian. ^^ Lekas pulang jika sudah selesai dengan perkaramu. ^^
                “Jika ingin berjalan lama, ajaklah teman.” Timpal temanku menutup bincang.


  5. Sunnah Rosul: Memotong Kuku

    Sunday 2 August 2015

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    “Memotong kuku adalah amalan sunah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha: “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah (sunnah): memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air (beristinja), berkata Zakaria: “berkata Mus’ab: “Aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur.”
    ^O^
    Senin atau Jumat pada setiap pekannya, “Teman – teman, Bu Risa lihat dong tangannya.” Saya bekeliling mengecheck tangan anak, kebersihan tangan juga kelayakan potong kukunya.
    Terlepas dari hadist di atas ataupun sunnah setiap jumat laki – laki untuk memotong kukunya sebelum jumatan, hal yang mudah diterima untuk anak – anak adalah perkara kebersihan.
    Kuku yang hitam dan panjang bisa menjadi sarang kuman – kuman sumber penyakit. Anak – anak yang masih suka memasukan apapun ketangan, lantas ditambah tangannya yang kotor memegang makanan maka nutrisi pun bercampur bakteri. Ckckckkck sayang bukan jika esok harinya ia sakit atau mengeluhkan pencernaannya terganggu.


                Dan laki – laki, kenapa harus diingatkan untuk potong kuku sih? Atau yang lebih parah memelihara kuku di jari kelingking? -,-
                Ksatria Kedua yang seringnya harus nunggu terlelap untuk memotong semua kukunya yang panjang.
                Kamu, yang sukanya membiarkan kuku jari kelingking memanjang. -,- Please deh potong kukunya jangan nanggung dong!
                Saya Cuma tidak ingin kita sakit sebab memelihara hal yang sebaiknya tidak dipelihara. :v
                So? Jangan lupa potong kuku. Sunnah rosul hlo ^^



  6. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    koleksi Bu Uun

                Jatuh tepat pada hari Senin, 27 Juli 2015 tahun ajaran 2015 / 2016 dimulai. Langkah anyar dari Menteri Pendidikan pun mulai Nampak. Turut sertanya beliau dalam perencanaan teknis pembelajaranpun di sabdakan.
    “PERMENDIBUD NO 21/2015 TENTANG ATURAN HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH: Dalam menyambut tahun ajaran baru 2015 / 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan aturan teknis yang berkaitan dengan hari pertama masuk sekolah. Aturan teknis tersebut adalah
    1.      Sekolah wajib melaksanakan upacara bendera Hari Senin. Hal tersebut dimaksudkan mendidik kedisiplinan siswa, membiasaan memanfaatkan waktu dengan sebaik – baiknya. Pelaksanaan upacara bendera juga mendidik siswa menjadi seorang pemimpin yang bertanggung jawab, yakni melalui penugasan panitia upacara bergilir.
    2.      Orangtua wajib mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama masuk. Kemendikbud ingin memperdalam keterikatan orangtua dengan sekolah. Hubungan orangtua dengan guru yang erat saling bekerja sama bisa memecahkan persoalan siswa. Baik dalam belajar di sekolah, maupun pergaulan di rumah. Karena selama ini orangtua ke sekolah ketika pembagian raport atau perpisahan. Aktivitas ini tidak hanya mengantar anak di luar pagar sekolah saja. Kemudian siswa masuk sekolah dan orang tua pulang sambil keduanya melambaikan tangan. Namun orangtua harus benar – benar ikut sampai di dalam kelas. Setelah sampai di dalam sekolah, orangtua harus berkomunikasi dengan para guru. Khususnya guru yang akan mengajar sang anak. Dengan maksud bahwa orangtua menitipkan anaknya kepada guru di sekolah.
    3.      Kewajiban berdoa bersama – sama ketika akan mengawali dan mengakhiri proses pembelajaran di kelas. Konsep yang diterapkan awal proses berdoa bersama dipimpin guru, dan di hari berikutnya para siswa ditugasi memimpin doa secara bergantian setelah berdoa.
    4.      Siswa wajib menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum belajar. Menyanyikan lagu kebangsaan ini di lakukan setiap hari. Ketika akan pulang sekolah juga menyanyikan lagu lagu perjuangan atau lagu – lagu daerah. 
    Sebuah titah agar menyertakan orangtua dalam hari Pertama anak di sekolah, menyertainya dalam proses adaptasi atau sebatas berkenalan dengan lingkungan terbarunya.
                Bagaimana reaksi orangtua?
                P.A.N.I.K!!
                Serius. Seorang rekan di wajah social media dengan jujur bertanya.
    “Itu yang sekolah anak atau orangtuanya?”
    “Kalau orangtuanya guru gimana? Satu sisi harus datang lebih awal sebagai guru sisi lain harus menyertai anak di sekolah?!”
    “Bapak Ibunya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak. Duh duh…”
                “Seharusnya di kaji ulang itu, di tilik lagi latar belakang keluarga, ekonomi, juga kondisi lainnya.”
    De el el …
    Dan?
    Saya cukup sepakat mengenai konten yang disampaikan tersebut. Isi yang mendukung keselarasan tiga pilar pendidikan anak.:’)
    Point pertama, untuk jenjang pendidikan anak usia dini tentu belum mungkin terlaksana. Sebab usia dini yang belum di bolehkan diajari baca tulis hitung tida memungkinkan anak untuk membaca susunan acara, UUD 1945, ataupun sekedar rapi berbaris. Namun untuk menanamkan kedisplinan jenjang PAUD memiliki tahap tersendiri, mulai dari sekolah mandiri tanpa menangis, kembali ke kelas setelah bel bunyi tiga kali, membereskan mainan selepas bermain. Praktek langsung bagaimana disiplin dan tanggung jawab.
    Point kedua, Alhamdulillah di tempat saya mengabdi program tersebut sudah berjalan. Hari pertama ialah hari orangtua ikut berbaris dan berjajar di kelas, menyaksikan live prosesi anak di sekolah. Menemani total anak beradaptasi. Berkenalan dan membincangkan karakter anak selama di rumah. Berbagi dan saling tukar informasi antara orangtua dan guru. Hal – hal apa saja yang menjadi kebiasaan anak, makanan yang tidak boleh dikonsumsi, rayuan yang biasanya langsung manjur, bagaimana menenangkannya, kemanjaan, kemandirian, etc. Hal – hal yang memang butuh di salingtahukan untuk mengoptimalkan perkembangan anak. Lantas dari pihak sekolah berbagi proses pembelajaran yang akan diterapkan dalam menyikapi keberagaman potensi anak. Meyakinkan orangtua bahwa melalui waktu, kepercayaan, ikhitar, juga baik sangka, anak akan mulai memiliki kemandirian, tanggungjawab, nyaman, rasa ingin tahu, menyayangi teman, keceriaannya, pun dengan potensi yang dulu masih dipertanyakan. Bismillah, memang sudah sewajarnya pihak orangtua dan sekolah bekerja sama untuk hal tersebut. Jika memang ada yang harus di kaji ulang, ialah perkara waktu pendampingan tersebut. Bukan Hari Pertama yang ditekniskan demikian, tapi minggu pertama. Setidaknya ketika orangtua tidak bisa hadir di hari pertama,entah dengan alasan pekerjaan atau kesibukan, ada hari kedua, ketiga dan seterusnya. Setidaknya usaha untuk hadir masih bisa diperjuangkan. Pun dengan orangtua yang anaknya banyak alias lebih dari satu, jika hari pertama sudah dengan sulung, hari ke dua bisa dialihfokuskan kepada si bungsu.
    Gimana jika atasan tidak mengijinkan? Jelaskan betapa pentingnya prosesi pendampingan tersebut. Atasan atau rekan kerja adalah bagian dari masyarakat, yang artinya memiliki peran dalam menyukseskan pendidikan non formal pada anak. Melalui kita lah, pemahaman tersebut layak di sampaikan.
    Tapi, sangat disayangkan jika menjadikan pekerjaan sebagai alasan kurang menggagas anak, sementara katanya anak adalah alasan utama orangtua bekerja.
    “Pak.e Buk.e kerjo ki nggo sopo nag ora nggo anak putu to Nduk, Le!” kata orangtua – orangtua kalau ditanya kok sibuk banget to pak. :3
    Seperti yang sudah pernah saya tuliskan, bahwa terkadang sejatinya anak tidak selalu membutuhkan uang dari hasil bekerja kita. Ada banyak hal yang mampu diberikan orangtua tanpa harus bekerja menguras waktu, sebab pemberian ini tidak memerlukan biaya besar. Ialah waktu, perhatian, juga cinta. Hal gratis yang sudah dianugerahkan dari lahir. Manfaatkanlah semua itu tanpa mengaitkannya dengan mata uang manapun. :’) Sekalipun anak nyaman dan enjoy di sekolah, orangtua dan rumah adalah tempat paling nyaman dan diharapkannya untuk tumbuh penuh dukungan kasih sayang orangtua.
    Point Ketiga. Alhamdulillah anak – anak selalu bersemangat menjalaninya. ^^ Di hati ini ada doa, di mulut ini ada doa, di tangan ini ada doa, setiap hari aku berdoa. *nyanyi.
    Point Ke Empat. Alhamdulillah, dalam proses. Tidak setiap hari atau setiap pagi, sebab kenyamanan anak adalah prioritas utama pembelajaran di PAUD. Dan biasanya lagu – lagu yang dinyanyikan ialah lagu dengan lirik sedikit dan melodi berulang. Lagu Indonesia Raya masih masuk dalam kategori lagu panjang untuk anak – anak. Berproses deh ya ^^
    And then?
    Minggu Pertama di Taman Permata Hati ialah sangat mengesankan (bagi saya khususnya). Benar – benar membersamai anak untuk belajar percaya pada lingkungan baru, adaptasi, melepas genggam erat pada orangtua, juga melatih ketegaan pada anak (Kamu juga belajar Ris! Belajar tega sama anakmu besok :P Sebagai pihak yang menenangkan tangis anak, kelak harus bisa tega membiarkan anak nangis dan di tenangkan gurunya di sekolah. :’) Jauhkan kekhawatiranmu, sebab itu hanya akan menjauhkan anak dari proses belajarnya pada kemandirian dan adaptasi lingkungan)
    Semangat berproses di Tahun Ajaran 2015/ 2016. ^^


  7. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



                Kunci pertama adalah menyukai anak – anak (baca: menyayangi anak, bukan pedofilia). Sangat mudah menyukai anak – anak dengan aroma telon, cologne gel, taburan bedak, pipi gembil, hidung kecil, mata lentik, bersih, rapi, ceria, juga penurut. Sangat mudah. Saya yakin, detik pertama, jatuh itu telah mencinta pada mereka.
                Tapi,
                Masihkah suka itu ada, saat yang kamu lihat adalah anak dengan ingus, tangis, ngompol, banyak mobilitas, kotor, agak acem, berantakan, dan butuh rayuan panjang guna membuatnya taat?
                Saya agak sangsi suka itu masih tersisa. Hal pertama pasti jijik kan? :v
                Menjalani alur sebagai fasilitator PAUD membuat hati tak punya cukup ruang untuk memiliki rasa tidak suka kepada anak – anak. Serius.
                Tingkah mereka yang banyak gerak? Itu hal yang menyenangkan, sebab disanalah Nampak ketangkasan fisik anak beraktivitas, keakrabannya membangun sosialisasi.
                Ingus? Ahhh yang sudah dewasa saja kadang masih ingusan :v setidaknya dengan adanya ingus, itulah pertanda system imunnya sudah mulai terbangun. Yang perlu dilakukan adalah mengajak anak untuk mengeluarkan ingus itu. Pakai tisu. Juga mengingatkan anak, agar saat bersin menutup mulut sembari berucap ‘Alhamdulillah’.
                Tangis? Kamu cukup mendekapnya penuh sayang, menanyakan sebab tangisnya. Lantas yakinkan ia bahwa menangis hanya membuat tenggorokannya sakit. Tawari minum. Legakan dahaga dan cemasnya. Ajak bermain. Senyumnya adalah bayaran setimpal untuk aksi rayuan itu.
                Ngompol? Alhamdulillah masih bisa pipis. ^^ Itu teguran manis dari dia, setidaknya mengingatkan kita bahwa ada step toilet training yang memang harus ia jalani. Dan kita adalah fasilitatornya. ^^ ‘Bu, mau pipis!’ ucapnya sebelum pipis di celana, sudah cukup melegakan bahwa ia sudah tau tempat pipis yang benar.
                Kotor, agak acem, dan berantakan? Hi, itulah wujud petualangan. Selalu ada fee terbaik untuk rekan berpetualang mereka. Cium dan peluk serta hamburan sayang dari anak – anak, dijamin selalu mampu meluluhkan hatimu. Fee itu kerap datang tiba – tiba. Barangkali saat kita sedang sibuk menata pemberkasan kelas tanpa pertanda peluk itu menghambur dari belakang. Mungkin juga saat kita sedang bercengkrama dengan sesame rekan, cium itu mendarat sempurna dipipi. Sayang pada anak – anak akan segera memuncak. Mengisi penuh rongga hati dengan syukur.
                Rayuan panjang? Setidaknya di sanalah kita mulai mampu mengajak menganalisis apa yang kita tawarkan. Naluri mengambil sikapnya mulai terstimulus. Kemampuan verbalnya juga perlahan mengembang. Juga untuk kita mampu menyampaikan kesederhanaan pesan dalam luasnya pengetahuan kita.
                Sudah di pegang kunci pertama? Oke, melanjutkan langkah kedua.
                Pendengar yang baik, bukan hanya untuk anak – anak, namun juga orangtua yang menyertainya. Membangun rasa percaya orangtua kepada sekolah ialah dengan mendengarkan setiap wali murid.
                “Bu, pengawasan dalam bermainnya mbok ditingkatkan. Masa sepatu anak saya hilang dua kali sebulan ini.”
                “Bu, program fulldaynya kapan dimulainya to? Kok belum mulai – mulai?”
                “Bu…….”
                De el el.
                Cukup di sambut dengan emoticon senyum dan dijawab seperlunya. Jika itu saran, boleh di jawab dengan “Oke Ma, siap ditampung dulu nggeh. ^^”. Jika itu kritik, terima sebagai langkah perbaikan, “Insya Allah kedepannya kami usahakan tidak terulang kembali.”
                Benar. Fasilitator pendidikan tidak hanya mengayomi sang anak yang dititipkan tapi juga mengayomi orang tua yang menitipkan. ^^
                Kemudian Kunci Ketiga memasuki proses pembelajaran. Mengemas pembelajaran senyaman dan semenyenangkan mungkin bagi anak – anak. Berbekal informasi yang di dapat dari orangtua dan pengetahuan kita perkara tahap tumbuh kembang anak juga banyak – banyak imajinasi, bismillah kita siap.
                Anak – anak tidak harus diam, tegang, dan mematung. Anak – anak hanya harus tahu kapan dia boleh berlarian, kapan dia harus mendengar, kapan dia boleh berbicara, juga waktu – waktu yang memang sudah diagendakan diawal.
                Saat akan berdoa, anak – anak dikondisikan untuk anteng, dan khidmat berdoa. Saat makan pun anak – anak di kondisikan tidak sambil bermain, setidaknya menjaga ia dari tersedak dan gangguan pencernaan. Saat bercerita, anak – anak mendengarkan. Melatih anak untuk saling menghargai, lantas di sela – sela bercerita berilah anak ruang untuk menyampaikan komentarnya. (yang biasanya adalah cerita sama versi anak, example: aku juga kemarin blab la …..) :v
                Pengawasan saat bermain lebih pada pengkondisisan sosialisasi anak dengan teman – temannya. Mengecheck kesabaran anak mengantri mainan, berbagi mainan, atau mengajak main rekannya. Pun dengan mewaspadai hal – hal yang kurang menyenangkan,semisal ada yang menangis sebab di dorong temannya, menangis kena mainan, atau terluka. Pertolongan pertama harus selalu siap.
                Maka kunci ketiga ini harus dipegang penuh senang. Tambahi pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan anak – anak. Menari, menyanyi, menempel, menyusun, menggambar, menirukan suara, berekspresi sesuai intonasi dan kondisi, dan jangan lupa untuk selalu bahagia ^^
    ^O^
                “Kuliah jauh – jauh biayanya banyak Cuma jadi fasilitator PAUD?! Ibu – Ibu PKK yang Cuma lulusan SD aja bisa jadi guru PAUD! Buang – buang waktu saja.” Tampar pedas seorang tetangga dalam kalimatnya.
                Ingat? Pasal kedua. Mengayomi orangtua. ^^
                Senyumi saja. Serius.
                Bukan perkara lulusannya apa dimana atau habis uang berapa, tapi ilmu yang kita peroleh selama prosesi menjadi fasilitator PAUD. Ilmu yang tidak hanya sebatas memudahkan kita, tapi juga menyelamatkan generasi penerus bangsa. Recruitmen sejak dini untuk pasukan pembela agama Allah ^^. Ilmu yang tidak hanya berguna di sekolah, tapi juga sosialisasi kita di rumah dan masyarakat.
                Tanamkan dengan kokoh dasar pendidikan anak, sebab pondasi yang kuat memungkinkan bangunan itu tumbuh tahan tumbang. Bekali anak dengan hal – hal yang kelak ia butuhkan dalam perjalanan panjangnya memulung ilmu dan hikmah.
                Nominal rupiah yang sering disebut gaji itu bukanlah apa – apa. Itu hanya bonus duniawi yang sungguh Allah telah selalu mencukupi hamba.Nya yang berusaha. Tak apa ketika ‘artis – artis’ itu, yang bergaji banyak tapi kerap merusak moral anak, sedangkan fasilitator pendidikan yang berjuang mencerdaskan lahir batin anak hanya di gaji seadanya. Tak apa. Selama percaya, bahagia, bersyukur, dan tidak mengeluh, Allah akan senantiasa mencukupi.
                Lihatlah wajah – wajah lugu anak – anak itu. Wajah ingin tahunya, wajah penasarannya, wajah tidur pulasnya, wajah menggemaskannya anak. Ya Allah, it’s so unbreakable face, un forgettable face, pokoknya nyenengin. SERIUS. Melihat itu jadi lupa kalau lagi flu. Ya, mereka terkadang membius kita dengan hal – hal menakjubkan. Saya adalah yang pertama rela di bius oleh mereka. -,-
                Dan yang paling menyenangkan lagi ialah, menjadi fasilitator PAUD akan mengantarkanmu pada usia yang selalu muda. Semangatmu senantiasa terjaga dalam tawa bersama anak – anak. ^^
                Sudah ya… tidak usah banyak cerita lagi. Langsung rasakan saja, nikmati setiap kebersamaan dengan anak – anak. Bermain sambil belajar, belajar sambil bermain, apapun deh. Selamat berbahagia para Fasilitator (*Ingat! Fasilitator itu memfasilitasi bukan membatasi) ^^