Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Sendiri.
Mari kita eja bersama.
S.E.N.D.I.R.I.
Apa yang kamu temukan? Sepi?
Mandiri? Dewasa? Keren? Sunyi? Atau Mati?
Saya menemukan kejernihan, diri
sendiri, dan keramaian dalam satu paket sekaligus.
Duduklah dulu, akan ku ceritakan
bagaimana saya menemui mereka.
Sangat mudah untuk menemukan
kesendirian, bahkan ketika kamu berpasangan. Secara amal ibadah memang lebih
berkah ketika dilakukan berjamaah, namun untuk amal satu ini kamu cukup hadir
sendiri, sepenuhnya, dan insya Allah akan banyak hal mengiringinya. Pensucianmu
di mulai.
Beberapa rekan sempat mengumpat
kesendirian ini, padahal semakin dekat dengan kesendirian semakin dekat pula ia
dengan apa yang (sejatinya) ia cari. Tidak percaya? Alami saja. ^^
.::::::::::::::::::::::.
Saat hanya ada kamu, detak waktu,
hembus udara, juga bisikan hati. Mulailah berjalan. Kemana? Ke dalam dirimu.
Rasakan segala hal yang selama ini terabai. Dengarkan apa yang selama ini kamu
bungkam dalam – dalam. Lihatlah apa yang selama ini kamu lewatkan. Senyamanmu
saja, bisa dengan berdiri, duduk, terpejam, membuka mata, tiduran. Nikmati saja
semua itu.
Helaan nafas. Denyut nadi. Suara
hati.
Sudah bertemu?
Iya kejernihan.
Kesendirian kerap membawa pada
kejernihan diri. Jujur pada diri mengenai apapun. Lara, suka, duka, bahagia,
tawa, kecewa, bisa hadir bersamaan. Yang lantas menjadi syukur tak berbatas.
Betapa mulai Tuhan berkehendak. Bagaimana takdir membawamu pada takdir kini.
Air mata itu? Hei, biarkan ia
kembali mengudara tanpa perlu ditutupi lagi. Biarkan ia menghirup
kemerdekaannya. Tak perlu sungkan. Hanya Tuhan yang sedang bersamamu kini.
Tuhan itu sangat dekat dengan kejujuran, Sayang. ^^
Tiba – tiba ragamu gaduh oleh suara
– suara nuranimu? Selamat, kamu bertemu keduanya. Selamat berbincang dengan
diri.
.::::::::::::::::::::::.
Tidak mengapa jika sesekali kamu
berpindah dari lingkup rutinitas. Keluar dari lingkungan yang sudah mengenal
bagaimana kamu, yang mungkin tidak menyadari ada banyak rekonstruksi sudah kamu
lalui.
“Berjalanlah sendiri saat kamu akan
menempuh jarak yang jauh” kata seorang teman.
“Berjalanlah sendiri ketika tujuanmu
adalah perjalanan itu sendiri. haha” timpalku.
Sering, ada sebuah keentahan waktu
kaki ini hanya ingin melangkah tanpa tujuan tempat yang pasti. Hanya ingin
berjalan, berjalan, dan berjalan. Murni jalan – jalan tanpa tendensi destinasi.
Yogya, Semarang, Purworejo,
Temanggung, Karanganyar, Solo, Klaten, manapun deh. Bahkan ketika itu hanya
gang sempit yang belum pernah diambah.
Jalan – jalanlah selayaknya jalan –
jalan. Menyapa, tersenyum, membingkai panorama, terlibatlah dengan atmosfer
yang sedang dibauri. Akan ada banyak hal.
Bahkan meski sama – sama sebagai
tempat jual beli dengan omset banyak, Pasar Gedhe, Pasar Klewer, Pasar
Bringharjo, Pasar Wonosobo, memiliki atmosfer niaga yang berbeda. Komunikasi
dan interaksinya, hmmm hirup deh.
System perparkirannya juga tidak
jauh berbeda, tapi pernahkah dibincangkan bagaimana proses para penjaga itu
rela menggadaikan waktu untuk menunggui kuda – kuda besi?
Jalan setapaknya barangkali nyaris
sama hiruknya, ragam orang lalu lalangnya, komoditi yang ditawarkan, tapi
pernahkah sejenak berhenti dan menyelidik langkah mereka? Kecepatannya,
melenggangnya, arahnya, suasana yang membersamainya, atau aksi – aksi menarik
yang lain?
Ragam bangunan dan fungsinya memang
tidak jauh berbeda, tapi desain bangunan dan penataannya kerap kali menunjukkan
identitas diri. Bagaimana denganmu? Sudah kamu tunjukkan desain dirimu yang
sejati? Bukan semacam desain produk yang biasa harus dicitrakan agar laku, tapi
desain diri yang bijak berlaku tanpa ada yang tahu. ^^
Melalui perjalanan keluar ini, kamu
berlahan akan mampu menemukan jalan pulang ke dalam dirimu sendiri. Tak apa
jika dalam perjalanan itu kamu akan nampak tak punya tujuan, plin plan, atau
penuh kegamangan. Selama kamu yakin dengan perjalananmu, paham dengan
langkahmu, teruskanlah. Ini kamu, itu mereka. Tuhan itu Maha Kreatif,
menciptakan takdir manusia dengan ragam jalan. ^^
Nah, berhubung kamu sedang jalan –
jalan sendiri. Kamu tidak perlu khawatir akan mendengar orang mengeluhkan
tujuan yang nampak tidak jelas, peluh yang mendera, lapar yang terabai. Pada
akhirnya kamu bebas mengolah perjalananmu. Mau istirahat lima menit sekalipun tak
apa, mau terus berjalan juga tidak ada yang menahan, mau kemana juga tidak ada
yang sibuk mengatur agenda kesana kemarimu. Mau ngapain juga, kamu hanya
setitik dari keramaian yang ada. Kamu ada, tapi belum tentu hadir untuk
lingkungan luas itu. Mau menyapa siapapun juga tidak ada yang melarang sebab
berbincang dengan orang asing :D (orang asing selamanya akan jadi orang asing
jika tidak dijabati perkenalan sebelumnya, saya dan kamu juga bemula dari orang
asing, kan? Hati – hati perlu, tapi jangan sampai menutupi ^^)
.::::::::::::::::::::::.
“Dirimu
yang sesungguhnya adalah dirimu ketika tidak ada orang lain yang melihatmu.”
Kata Ali Bin Abu Thalib ra.
Malam selalu punya misteri,
sepertiga malam adalah yang paling jujur mengungkap rahasia diri. Menikmati
sepertiga malam dalam kesendirian, benar – benar nikmat yang tak terlukiskan
kata. Lakukanlah. Menjaga sepertiga malam dalam sujud panjang pengabdianmu pada
Illah. Sssttt, itu rahasia. Sungguh. Keromantisan itu akan pudar jika kamu
mengunggahnya pada social media. Ingat, sendiri adalah moment kamu bebas
bermanja – manja dengan Tuhan, dan sepertiga malam adalah masa yang
paaliiiiiing romantis. Nikmatilah berdua. Sesekali boleh kok mengajak pasangan
untuk bersama mendirikannya. Toh memang begitulah pasangan, bersama melangkah
dalam kebaikan ^^
“Lantas bagaimana dengan ibadah
jamaah itu? Saya juga ingin menikmati setiap sujud dalam sunyi, sendiri, hanya
ada saya dan Tuhan.”
Lakukanlah. Sugestikan dirimu, bahwa
sekalipun ragamu dalam jamaah batinmu sunyi berdua dengan Tuhan. Ia ada di
hadapanmu. Tak usah menggagas ada siapa atau dimana kamu. Yakini, bahwa
dimanapun kamu dan kapanpun kamu terjaga Tuhan hanya mengawasimu, tak berpaling
dari makhluk lain sehingga tak ada sedetikpun waktumu untuk berpaling dan
terhindar dari pengawasannya. Jika makmum, hayati suara imam layaknya komando
hati kita, jadi shalat berjamaahnya tetap berpahala jamaah namun kenikmatannya
laksana berkasih-kasih berdua dengan Allah.
“Bagaimana jika saya ingin memiliki
teman beribadah? Setidaknya agar kelak di surga saya tidak sendiri?”
Haha itu fitrah manusia sebagai
makhluk social, tak apa ajaklah dengan cara yang tepat. Jika melalui social
media, ajaklah dengan menunjukkan jalan mengamalkannya, ajaklah dengan
menunjukkan kebermanfaatannya, ajaklah dengan kisah sahabat rosulallah saw
menghidupkannya, informasikanlah tanpa memberitahu bahwa kamu sedang, akan,
selalu, atau belum mengerjakannya. Kamu ingat kan? Terkadang riya’ begitu mudah
menyusup pada amalan? Hmm bisa – bisa amalan hangus sebelum sampai tujuan
hakiki. Semoga terjaga ya ^^
Kesendirian itu pun meramaikan
ukhuwahmu, tidak hanya horizontal namun juga vertical. ^^ Selamat menapaki
kesendirian. ^^ Lekas pulang jika sudah selesai dengan perkaramu. ^^
“Jika ingin berjalan lama, ajaklah
teman.” Timpal temanku menutup bincang.
0 comments:
Post a Comment