Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


                Hhhhhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!
                Haha setelah menghela nafas cukup mendalam dan lama, saya hanya ingin menuliskan ini. Perkara ruang apresiasi untuk sebuah proses inklusi.
    Itu nafas lega, bangga, juga bahagia. Terima kasih banyak untuk semua yang telah terlibat secara lahir maupun batin. Terima kasih, telah membersamai penghidupan Republik Angkringan. Tanpa kalian, Republik Angkringan hanya benda mati, naskah yang mungkin tak terbaca.
    ^O^
                “Ris, bisa minta tolong buatkan naskah untuk pementasan?” tidak seperti itu sebenarnya. Itu hanya kalimat mudah yang coba saya tuliskan untuk menjembatani saya bertemu dengan ‘proses Republik Angkringan’. Mas Sutradara aka Mas Sandi hanya mengajak saya berbincang mengenai dunia inklusi, mengerucut jadi keadaan Inklusi di Indonesia hingga menyabet pada kebinekatunggalikaan, lalu menjurus pada kampus dan berakhir pada lingkungan diri. Proses inklusi yang masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar dari kita.
                Saya tertarik? Jelas. Teringat setitik mimpi yang di buahi bersama Mba Asri dahulu kala (jauh sebelum Mbak Asri menikah, jauh sebelum saya bertemu Gapai, jauh sebelum ini semua.) Sebenarnya saya tidak cukup percaya diri untuk mengiyakan. Observasi adalah cara saya mengumpulkan kepercayaan diri yang tercecer dimana – mana.
                Cerita – cerita dari Mbak Sita di Gapai. Penuturannya perkara para rekan istimewa dalam menunjukkan kehadirannya. Kisah – kisah Wahyu, Dian, Fajar, Yanti, Nia, Susi, Wahid, juga beberapa rekan istimewa yang ditemui. Kesemuanya menyatakan keprihatinan pada nurani manusia yang ditiadakan.
                Jalur pustaka juga tak sungkan saya ketuk. Dari sekedar ke mesin pencari hingga ke perpustakaan negeri, saya singgahi. Hmmm proses pencarian kegelisahan naskah, memang terkadang harus demikian agar tak kegelisahan yang terlupa. Bismillah.
    ^O^
                “Aku itu sebel sama Mbak Narisa, setiap ditanya naskahnya sudah jadi belum mesti ada saja alasan yang menyatakan naskahnya belum jadi. Buat naskah susah banget to?” kira – kira begitu ungkapan seorang adik ketika menanyakan ‘Proses Republik Angkringan.’
                Bukan susah atau tidaknya. Tapi, ada atau tidaknya bahan yang ditulis. Bahannya sudah ada, tapi untuk sebuah cerita dia membutuhkan alur dan  karakter tokoh, juga nilai moral (teman – teman teater biasa menyebutnya dengan ‘kegelisahan’), setting tempat, waktu dan suasana, juga unsur instrinsik lainnya akan muncul sejalannya alur cerita.
                Mengambil judul “Republik Angkringan” itu bukan asal – asalan sebab sudah ada Republik Jancukers. Tidak. Republik Angkringan, pertama karena ini ada apresiasi inklusi pada sebuah Negara dengan system Republik yang artinya ada nama Presiden di sana. Angkringan, sebab dialah yang terdekat dengan kami, sederhana dan apa adanya, tak pernah menuntut neko – neko. Qonaah saja. Ya, tidak hanya Yogya yang terbuat dari Hik. Solo pun terbuat dari Angkringan, Budaya, dan Pulang.
                “Kamu kok suka makan di Angkringan to?!” lontar seorang rekan perempuan suatu hari.
                “Hla kenapa enggak suka? haha” timpalku ringan.
                “Kamu kan perempuan, berjilbab lagi. Masa makan ditongkrongannya cowok – cowok, udah gitu terbuka lagi, di pinggir jalan.”
                Ada hening panjang.
                Bagi saya, Angkringan itu ruang symposium terbuka untuk semua kalangan membahas apapun, mendengar apapun, juga makan apapun tanpa takut keracunan sebab disana hanya ada hidangan kampong yang jauh kimiawi, aditif dan adiktif (setidaknya jenis hidangan yang baru dimasak).
                “Berhijab itu bukan berarti menutup diri kan Ukh? Insya Allah saya kuat kok. Doakan saja agar tetap terjaga.”
                Keterbukaan Angkringan, tempat duduknya yang hanya kursi panjang tanpa lengan dan sandaran, juga beberapa tikar yang digelar, membuat siapapun nyaman untuk mulai membuat bincang. Tak sungkan sebab mungkin berbeda kalangan. Semua disana sama.
    ^O^
                Alur kasar yang di dukung oleh keberadaan setting sudah. Tinggal membuat detail alur dan penyesuaian karakter yang muncul. Saatnya observasi dengan para pemain. Casting dimulai.
                Hasil observasi tetap menjadi bahan setengah matang, karakter mereka pada akhirnya tetap dinikahkan dengan karakter saya dalam menuliskan dialog. Maka jadilah saya mengotak – otakkan karakter pada dirinya saya. Menikmati benar menjadi seorang DID, sayangnya saya sadar kehadiran setiap karakter itu. Alter – alter kepribadian yang memang sengaja dihadirkan.
                Republik Angkringan lahir (setelah revisi berkali – kali, sebenarnya hanya konsultasi bersama sutradara yang lantas saya sikapi dengan melengkapinya. Anak pertama, jadi harap mahfum :v. Sungkem kaliyan Mas Sandi :v) tepat sebulan sebelum pementasan (yak.e ding).
                Sayangnya, saya melewatkan moment melihat reaksi kala pertama kali membaca naskahnya. Huwaaaah saya rugi pemirsah :3 (*puk puk, enggak papa. Kan memang Ksatria Kedua lebih urgent. Menghibur diri.)
    ^O^
                Republik Angkringan dihidupkan di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah tepat pada tanggal 23 Desember 2014 lalu. Ya, satu semester yang lalu. Terima Kasih untuk Mas Sandi dan rekan GAPAI atas ajakannya berproses. Rekan – rekan penghuni YKAB yang kece beud, asli kalian bikin aku merinding pas pentas. Haha aku fans tingkat sulung kalian deh pokoknya. ^^
                Nduk Susi, haha karakter mbok – mboknya dapet banget nduk. Salut nduk. Serius. (Saya jadi membayangkan, apakah seperti itu jika saya sudah berumah tangga kelak?:3 Pie ris? :v)
                Dian, Leee… Mbak kasih jempol dua deh ya buat aktingnya ya ba’nyus banget. Iya, bapak – bapak yang overdosis cuek tapi peduli .nya berhasil kamu bawakan dengan apik. ^^
                Wahyu, kekritisanmu manis le, tidak pesimis. Semangat!
                Wahid, kocaknya benar – benar menghibur, cadas Le!
                Fajar, lugasmu luas Le. Mbak suka caramu menyampaikan kejujuran.
                Yanti, kamu canggih mengelola grogi nduk. DIa hilang dalam prosesmu menuju Republik Angkringan. Semangat Sayaang ^^
                Nia, duhh Nduk maaf ya, dalam naskah dialog itu ada bagian kamu bermonolog panjang haha menjadi sasaran empuk saya menunjukkan sisi metafora. Tapi, selamat kamu berhasil membawakannya. Pernafasan dan penjedaan kamu keren nduk! ^^ I love you.
                Ican, sebagai Mahasisa aka Masmas, kamu memang sudah pas pada karakter itu. Songong tapi jujur. :3 Ngeselin sih jadinya. :v
                Dhylan, keberadaanmu di pucuk cerita meski hanya sekejap sudah mampu menunjukkan bahwa kamu hadir. ^^
                Mas Sandi, hiks hiks… saya bingung mau ngomongnya. Tapi serius mas, saya mau belajar nulis (lagi). Serius beud mas. Jangan sungkan mengajak proses lagi. ^^
                Backstage Crew, mas Bintang, Mbak Nuning, Mbak Caroline, Mbak Ayu, Bolo Usung, Nyan, Tri, Lighting Men, semuanyaaaa I love you  haha (diobral deh :3)
                Rekan GAPAI. Semoga kelak, kita benar – benar sama – sama berproses, mengamalkan kebinekatunggalikaan secara kaffah. Semoga… (aamiin..)
                Dan untuk kamu, terima kasih untuk mengagendakan membaca ^^
    ^O^
                Akhirnya, Republik Angkringan bukan jadi benda mati, pun bukan alat menghakimi. Ia hanya pengapresiasi atas cerminan tindak inklusi yang memang sebaiknya dijunjung tinggi, sebab kita adalah satu. Bhineka Tunggal Ika. Semangat Berproses Menuju Indonesia Inklusi! Salam Penyetaraan! Salam Budaya!
                Naskah Republik Angkringan bisa di download di sini. Paswordnya risaopen. Selamat Menikmati… 

  2. 0 comments: