Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Kunci
pertama adalah menyukai anak – anak (baca: menyayangi anak, bukan pedofilia).
Sangat mudah menyukai anak – anak dengan aroma telon, cologne gel, taburan
bedak, pipi gembil, hidung kecil, mata lentik, bersih, rapi, ceria, juga penurut.
Sangat mudah. Saya yakin, detik pertama, jatuh itu telah mencinta pada mereka.
Tapi,
Masihkah
suka itu ada, saat yang kamu lihat adalah anak dengan ingus, tangis, ngompol,
banyak mobilitas, kotor, agak acem, berantakan, dan butuh rayuan panjang guna
membuatnya taat?
Saya
agak sangsi suka itu masih tersisa. Hal pertama pasti jijik kan? :v
Menjalani
alur sebagai fasilitator PAUD membuat hati tak punya cukup ruang untuk memiliki
rasa tidak suka kepada anak – anak. Serius.
Tingkah
mereka yang banyak gerak? Itu hal yang menyenangkan, sebab disanalah Nampak
ketangkasan fisik anak beraktivitas, keakrabannya membangun sosialisasi.
Ingus?
Ahhh yang sudah dewasa saja kadang masih ingusan :v setidaknya dengan adanya
ingus, itulah pertanda system imunnya sudah mulai terbangun. Yang perlu
dilakukan adalah mengajak anak untuk mengeluarkan ingus itu. Pakai tisu. Juga
mengingatkan anak, agar saat bersin menutup mulut sembari berucap
‘Alhamdulillah’.
Tangis?
Kamu cukup mendekapnya penuh sayang, menanyakan sebab tangisnya. Lantas
yakinkan ia bahwa menangis hanya membuat tenggorokannya sakit. Tawari minum.
Legakan dahaga dan cemasnya. Ajak bermain. Senyumnya adalah bayaran setimpal
untuk aksi rayuan itu.
Ngompol?
Alhamdulillah masih bisa pipis. ^^ Itu teguran manis dari dia, setidaknya
mengingatkan kita bahwa ada step toilet training yang memang harus ia jalani.
Dan kita adalah fasilitatornya. ^^ ‘Bu, mau pipis!’ ucapnya sebelum pipis di
celana, sudah cukup melegakan bahwa ia sudah tau tempat pipis yang benar.
Kotor,
agak acem, dan berantakan? Hi, itulah wujud petualangan. Selalu ada fee terbaik
untuk rekan berpetualang mereka. Cium dan peluk serta hamburan sayang dari anak
– anak, dijamin selalu mampu meluluhkan hatimu. Fee itu kerap datang tiba –
tiba. Barangkali saat kita sedang sibuk menata pemberkasan kelas tanpa pertanda
peluk itu menghambur dari belakang. Mungkin juga saat kita sedang bercengkrama
dengan sesame rekan, cium itu mendarat sempurna dipipi. Sayang pada anak – anak
akan segera memuncak. Mengisi penuh rongga hati dengan syukur.
Rayuan
panjang? Setidaknya di sanalah kita mulai mampu mengajak menganalisis apa yang
kita tawarkan. Naluri mengambil sikapnya mulai terstimulus. Kemampuan verbalnya
juga perlahan mengembang. Juga untuk kita mampu menyampaikan kesederhanaan
pesan dalam luasnya pengetahuan kita.
Sudah
di pegang kunci pertama? Oke, melanjutkan langkah kedua.
Pendengar
yang baik, bukan hanya untuk anak – anak, namun juga orangtua yang
menyertainya. Membangun rasa percaya orangtua kepada sekolah ialah dengan
mendengarkan setiap wali murid.
“Bu,
pengawasan dalam bermainnya mbok ditingkatkan. Masa sepatu anak saya hilang dua
kali sebulan ini.”
“Bu,
program fulldaynya kapan dimulainya to? Kok belum mulai – mulai?”
“Bu…….”
De
el el.
Cukup
di sambut dengan emoticon senyum dan dijawab seperlunya. Jika itu saran, boleh
di jawab dengan “Oke Ma, siap ditampung dulu nggeh. ^^”. Jika itu kritik,
terima sebagai langkah perbaikan, “Insya Allah kedepannya kami usahakan tidak
terulang kembali.”
Benar.
Fasilitator pendidikan tidak hanya mengayomi sang anak yang dititipkan tapi
juga mengayomi orang tua yang menitipkan. ^^
Kemudian
Kunci Ketiga memasuki proses pembelajaran. Mengemas pembelajaran senyaman dan
semenyenangkan mungkin bagi anak – anak. Berbekal informasi yang di dapat dari
orangtua dan pengetahuan kita perkara tahap tumbuh kembang anak juga banyak –
banyak imajinasi, bismillah kita siap.
Anak
– anak tidak harus diam, tegang, dan mematung. Anak – anak hanya harus tahu
kapan dia boleh berlarian, kapan dia harus mendengar, kapan dia boleh
berbicara, juga waktu – waktu yang memang sudah diagendakan diawal.
Saat
akan berdoa, anak – anak dikondisikan untuk anteng, dan khidmat berdoa. Saat
makan pun anak – anak di kondisikan tidak sambil bermain, setidaknya menjaga ia
dari tersedak dan gangguan pencernaan. Saat bercerita, anak – anak
mendengarkan. Melatih anak untuk saling menghargai, lantas di sela – sela
bercerita berilah anak ruang untuk menyampaikan komentarnya. (yang biasanya
adalah cerita sama versi anak, example: aku juga kemarin blab la …..) :v
Pengawasan
saat bermain lebih pada pengkondisisan sosialisasi anak dengan teman –
temannya. Mengecheck kesabaran anak mengantri mainan, berbagi mainan, atau
mengajak main rekannya. Pun dengan mewaspadai hal – hal yang kurang
menyenangkan,semisal ada yang menangis sebab di dorong temannya, menangis kena
mainan, atau terluka. Pertolongan pertama harus selalu siap.
Maka
kunci ketiga ini harus dipegang penuh senang. Tambahi pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan anak – anak. Menari, menyanyi, menempel,
menyusun, menggambar, menirukan suara, berekspresi sesuai intonasi dan kondisi,
dan jangan lupa untuk selalu bahagia ^^
^O^
“Kuliah
jauh – jauh biayanya banyak Cuma jadi fasilitator PAUD?! Ibu – Ibu PKK yang
Cuma lulusan SD aja bisa jadi guru PAUD! Buang – buang waktu saja.” Tampar
pedas seorang tetangga dalam kalimatnya.
Ingat?
Pasal kedua. Mengayomi orangtua. ^^
Senyumi
saja. Serius.
Bukan
perkara lulusannya apa dimana atau habis uang berapa, tapi ilmu yang kita
peroleh selama prosesi menjadi fasilitator PAUD. Ilmu yang tidak hanya sebatas
memudahkan kita, tapi juga menyelamatkan generasi penerus bangsa. Recruitmen
sejak dini untuk pasukan pembela agama Allah ^^. Ilmu yang tidak hanya berguna
di sekolah, tapi juga sosialisasi kita di rumah dan masyarakat.
Tanamkan
dengan kokoh dasar pendidikan anak, sebab pondasi yang kuat memungkinkan
bangunan itu tumbuh tahan tumbang. Bekali anak dengan hal – hal yang kelak ia
butuhkan dalam perjalanan panjangnya memulung ilmu dan hikmah.
Nominal
rupiah yang sering disebut gaji itu bukanlah apa – apa. Itu hanya bonus duniawi
yang sungguh Allah telah selalu mencukupi hamba.Nya yang berusaha. Tak apa
ketika ‘artis – artis’ itu, yang bergaji banyak tapi kerap merusak moral anak,
sedangkan fasilitator pendidikan yang berjuang mencerdaskan lahir batin anak
hanya di gaji seadanya. Tak apa. Selama percaya, bahagia, bersyukur, dan tidak
mengeluh, Allah akan senantiasa mencukupi.
Lihatlah
wajah – wajah lugu anak – anak itu. Wajah ingin tahunya, wajah penasarannya,
wajah tidur pulasnya, wajah menggemaskannya anak. Ya Allah, it’s so unbreakable
face, un forgettable face, pokoknya nyenengin. SERIUS. Melihat itu jadi lupa
kalau lagi flu. Ya, mereka terkadang membius kita dengan hal – hal menakjubkan.
Saya adalah yang pertama rela di bius oleh mereka. -,-
Dan
yang paling menyenangkan lagi ialah, menjadi fasilitator PAUD akan
mengantarkanmu pada usia yang selalu muda. Semangatmu senantiasa terjaga dalam
tawa bersama anak – anak. ^^
Sudah
ya… tidak usah banyak cerita lagi. Langsung rasakan saja, nikmati setiap
kebersamaan dengan anak – anak. Bermain sambil belajar, belajar sambil bermain,
apapun deh. Selamat berbahagia para Fasilitator (*Ingat! Fasilitator itu
memfasilitasi bukan membatasi) ^^
0 comments:
Post a Comment