Rss Feed
  1. Fasilitator PAUD

    Sunday, 2 August 2015


    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



                Kunci pertama adalah menyukai anak – anak (baca: menyayangi anak, bukan pedofilia). Sangat mudah menyukai anak – anak dengan aroma telon, cologne gel, taburan bedak, pipi gembil, hidung kecil, mata lentik, bersih, rapi, ceria, juga penurut. Sangat mudah. Saya yakin, detik pertama, jatuh itu telah mencinta pada mereka.
                Tapi,
                Masihkah suka itu ada, saat yang kamu lihat adalah anak dengan ingus, tangis, ngompol, banyak mobilitas, kotor, agak acem, berantakan, dan butuh rayuan panjang guna membuatnya taat?
                Saya agak sangsi suka itu masih tersisa. Hal pertama pasti jijik kan? :v
                Menjalani alur sebagai fasilitator PAUD membuat hati tak punya cukup ruang untuk memiliki rasa tidak suka kepada anak – anak. Serius.
                Tingkah mereka yang banyak gerak? Itu hal yang menyenangkan, sebab disanalah Nampak ketangkasan fisik anak beraktivitas, keakrabannya membangun sosialisasi.
                Ingus? Ahhh yang sudah dewasa saja kadang masih ingusan :v setidaknya dengan adanya ingus, itulah pertanda system imunnya sudah mulai terbangun. Yang perlu dilakukan adalah mengajak anak untuk mengeluarkan ingus itu. Pakai tisu. Juga mengingatkan anak, agar saat bersin menutup mulut sembari berucap ‘Alhamdulillah’.
                Tangis? Kamu cukup mendekapnya penuh sayang, menanyakan sebab tangisnya. Lantas yakinkan ia bahwa menangis hanya membuat tenggorokannya sakit. Tawari minum. Legakan dahaga dan cemasnya. Ajak bermain. Senyumnya adalah bayaran setimpal untuk aksi rayuan itu.
                Ngompol? Alhamdulillah masih bisa pipis. ^^ Itu teguran manis dari dia, setidaknya mengingatkan kita bahwa ada step toilet training yang memang harus ia jalani. Dan kita adalah fasilitatornya. ^^ ‘Bu, mau pipis!’ ucapnya sebelum pipis di celana, sudah cukup melegakan bahwa ia sudah tau tempat pipis yang benar.
                Kotor, agak acem, dan berantakan? Hi, itulah wujud petualangan. Selalu ada fee terbaik untuk rekan berpetualang mereka. Cium dan peluk serta hamburan sayang dari anak – anak, dijamin selalu mampu meluluhkan hatimu. Fee itu kerap datang tiba – tiba. Barangkali saat kita sedang sibuk menata pemberkasan kelas tanpa pertanda peluk itu menghambur dari belakang. Mungkin juga saat kita sedang bercengkrama dengan sesame rekan, cium itu mendarat sempurna dipipi. Sayang pada anak – anak akan segera memuncak. Mengisi penuh rongga hati dengan syukur.
                Rayuan panjang? Setidaknya di sanalah kita mulai mampu mengajak menganalisis apa yang kita tawarkan. Naluri mengambil sikapnya mulai terstimulus. Kemampuan verbalnya juga perlahan mengembang. Juga untuk kita mampu menyampaikan kesederhanaan pesan dalam luasnya pengetahuan kita.
                Sudah di pegang kunci pertama? Oke, melanjutkan langkah kedua.
                Pendengar yang baik, bukan hanya untuk anak – anak, namun juga orangtua yang menyertainya. Membangun rasa percaya orangtua kepada sekolah ialah dengan mendengarkan setiap wali murid.
                “Bu, pengawasan dalam bermainnya mbok ditingkatkan. Masa sepatu anak saya hilang dua kali sebulan ini.”
                “Bu, program fulldaynya kapan dimulainya to? Kok belum mulai – mulai?”
                “Bu…….”
                De el el.
                Cukup di sambut dengan emoticon senyum dan dijawab seperlunya. Jika itu saran, boleh di jawab dengan “Oke Ma, siap ditampung dulu nggeh. ^^”. Jika itu kritik, terima sebagai langkah perbaikan, “Insya Allah kedepannya kami usahakan tidak terulang kembali.”
                Benar. Fasilitator pendidikan tidak hanya mengayomi sang anak yang dititipkan tapi juga mengayomi orang tua yang menitipkan. ^^
                Kemudian Kunci Ketiga memasuki proses pembelajaran. Mengemas pembelajaran senyaman dan semenyenangkan mungkin bagi anak – anak. Berbekal informasi yang di dapat dari orangtua dan pengetahuan kita perkara tahap tumbuh kembang anak juga banyak – banyak imajinasi, bismillah kita siap.
                Anak – anak tidak harus diam, tegang, dan mematung. Anak – anak hanya harus tahu kapan dia boleh berlarian, kapan dia harus mendengar, kapan dia boleh berbicara, juga waktu – waktu yang memang sudah diagendakan diawal.
                Saat akan berdoa, anak – anak dikondisikan untuk anteng, dan khidmat berdoa. Saat makan pun anak – anak di kondisikan tidak sambil bermain, setidaknya menjaga ia dari tersedak dan gangguan pencernaan. Saat bercerita, anak – anak mendengarkan. Melatih anak untuk saling menghargai, lantas di sela – sela bercerita berilah anak ruang untuk menyampaikan komentarnya. (yang biasanya adalah cerita sama versi anak, example: aku juga kemarin blab la …..) :v
                Pengawasan saat bermain lebih pada pengkondisisan sosialisasi anak dengan teman – temannya. Mengecheck kesabaran anak mengantri mainan, berbagi mainan, atau mengajak main rekannya. Pun dengan mewaspadai hal – hal yang kurang menyenangkan,semisal ada yang menangis sebab di dorong temannya, menangis kena mainan, atau terluka. Pertolongan pertama harus selalu siap.
                Maka kunci ketiga ini harus dipegang penuh senang. Tambahi pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan anak – anak. Menari, menyanyi, menempel, menyusun, menggambar, menirukan suara, berekspresi sesuai intonasi dan kondisi, dan jangan lupa untuk selalu bahagia ^^
    ^O^
                “Kuliah jauh – jauh biayanya banyak Cuma jadi fasilitator PAUD?! Ibu – Ibu PKK yang Cuma lulusan SD aja bisa jadi guru PAUD! Buang – buang waktu saja.” Tampar pedas seorang tetangga dalam kalimatnya.
                Ingat? Pasal kedua. Mengayomi orangtua. ^^
                Senyumi saja. Serius.
                Bukan perkara lulusannya apa dimana atau habis uang berapa, tapi ilmu yang kita peroleh selama prosesi menjadi fasilitator PAUD. Ilmu yang tidak hanya sebatas memudahkan kita, tapi juga menyelamatkan generasi penerus bangsa. Recruitmen sejak dini untuk pasukan pembela agama Allah ^^. Ilmu yang tidak hanya berguna di sekolah, tapi juga sosialisasi kita di rumah dan masyarakat.
                Tanamkan dengan kokoh dasar pendidikan anak, sebab pondasi yang kuat memungkinkan bangunan itu tumbuh tahan tumbang. Bekali anak dengan hal – hal yang kelak ia butuhkan dalam perjalanan panjangnya memulung ilmu dan hikmah.
                Nominal rupiah yang sering disebut gaji itu bukanlah apa – apa. Itu hanya bonus duniawi yang sungguh Allah telah selalu mencukupi hamba.Nya yang berusaha. Tak apa ketika ‘artis – artis’ itu, yang bergaji banyak tapi kerap merusak moral anak, sedangkan fasilitator pendidikan yang berjuang mencerdaskan lahir batin anak hanya di gaji seadanya. Tak apa. Selama percaya, bahagia, bersyukur, dan tidak mengeluh, Allah akan senantiasa mencukupi.
                Lihatlah wajah – wajah lugu anak – anak itu. Wajah ingin tahunya, wajah penasarannya, wajah tidur pulasnya, wajah menggemaskannya anak. Ya Allah, it’s so unbreakable face, un forgettable face, pokoknya nyenengin. SERIUS. Melihat itu jadi lupa kalau lagi flu. Ya, mereka terkadang membius kita dengan hal – hal menakjubkan. Saya adalah yang pertama rela di bius oleh mereka. -,-
                Dan yang paling menyenangkan lagi ialah, menjadi fasilitator PAUD akan mengantarkanmu pada usia yang selalu muda. Semangatmu senantiasa terjaga dalam tawa bersama anak – anak. ^^
                Sudah ya… tidak usah banyak cerita lagi. Langsung rasakan saja, nikmati setiap kebersamaan dengan anak – anak. Bermain sambil belajar, belajar sambil bermain, apapun deh. Selamat berbahagia para Fasilitator (*Ingat! Fasilitator itu memfasilitasi bukan membatasi) ^^

  2. 0 comments: