Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
“Temen – temen nanti pentasnya yang
bagus ya. Ada orang – orang penting soalnya.” Tutur seorang rekan lima belas
menit menjelang pementasan.
Nafas saya memberat. Ada beton tak
kasat mata memampatkan rongga dada saya. Pandang saya mengabur, dinding bening
itu nyata telah terbangun.
“Pentas? Bagus? Orang penting?!”
hati saya berseru. Siap mengamuk. “Jadi kamu kira pentas ini buat orang
penting?!? Oke baiklah, kali ini cukup tau saja.” Redamku mencoba sabar, lima
belas menit menuju detak panggung, tak sopan jika mencak – mencak terbakar lara
meski setelah dipikir ulang ucapannya juga cukup tidak manusiawi. Dan saya
menyebutnya Branding (Baca:
Cari Wajah Orang Penting).
Hmmm, saya menghela nafas.
Memastikan bahwa amarah itu tidak muncul dipermukaan. Ya, saya marah. Murka
tepatnya.
“Kenapa?”
Kamu masih bertanya?!
Bagaimana saya tidak marah, jika
niat mulus memanusiakan manusia itu terbakar hangus oleh aksi ‘untuk orang
penting’ yang dilontarkan seorang rekan itu.
Menulislah
untuk memanusiakan manusia.
Entah apapun yang kamu tulis, tapi
menulislah untuk memanusiakan
manusia. Bukan semata memenuhi tugas deadline hingga kamu penuh benci dalam
mengerjakannya.
Menulislah untuk memanusiakan
manusia, bukan semata mencari perhatian pada mesin pencari hingga kamu lupa
arti kehakikian berita.
Menulislah untuk memanusiakan
manusia, bukan semata pelengkap headline surat kabar hingga prasangka menjadi
topik utama.
Menulislah untuk memanusiakan
manusia, bukan semata aksesoris negara tanpa pernah ditegakkan dengan
semestinya hingga pungutan liar meraja lela, denda denda berserakan dimana –
mana.
Menulislah untuk memanusiakan
manusia, bukan semata embel – embel agama, suku, bangsa, atau ras hingga saling
tuding dalam aksara seolah halal – halal saja. Menulislah sebab itu memang
untuk kebaikan bersama.
Menulislah untuk memanusiakan
manusia, bukan semata agar kamu ternama dikalangan semesta, tapi membuatnya
cukup bangga dengan dirimu apa adanya, kejujuranmu pada diri sendiri. Sikap
menerimamu pada suratan Allah Ta’ala.
Ya,
menulislah untuk itu. Memanusiakan manusia. :’)
^O^
Terlepas
ada ‘orang penting atau tidak’ biarlah performance tersebut berjalan apa
adanya, biarlah ia berproses sesuai yang diikhtiarkan sebelumnya. Kita hanya
cukup percaya atas upaya yang sudah dilancarkan. Ini proses kita, bukan mereka.
Ini apresiasi, bukan tendensi.
Memang
penonton itu penting, sebab dari merekalah cermin apresiasi itu Nampak. Tapi
penonton tetaplah penonton, sama. Jabatan, kedudukan, lencana, pekerjaan,
status mereka bukanlah suatu yang harus disorotkan kehadirannya. Biarlah
apresiasi itu datang dari kacamata mereka terhadap kita.
Jujur,
pada akhirnya saya sangat sedih atas lontaran tersebut. ‘Orang Penting’
arrrghhh! Penting untuk siapa sih? Bagi saya mereka itu tidak (terlalu) penting
dan tidak pernah lebih dari sekelompok penonton. Saya tidak mengenal mereka,
juga sebaliknya.
Lantas,
saya hanya ingin berhenti dari proses berkepentingan selain belajar. Saya sudah
cukup memiliki satu muka, tidak perlu tambahan. Bahkan refleksi wajah wajah
saya sudah lebih dari cukup, Si Kakak, Si Bu Guru, Si Mahasiswi, Si Muslimah,
si Sulung, Si Lalala, si Tralalala, etc.
Saya
hanya ingin berproses tanpa pretensi ‘kepentingan’ apapun. Tidak, saya tidak
sedang membicarakan ketulusan. Saya tidak pernah tulus dalam melakukan sesuatu,
jelas! Selalu ‘apa manfaatnya untukku’ atas apapun tawaran takdir sebelum saya
mengiyakan. Saya pamrih, Tuan. Sangat!
Maka,
ijinkan saya berhenti dari proses kita yang sudah tidak lagi semisi. Tenang,
kita masih satu visi. Insya Allah. Tidak ada yang saya sesali. Sama sekali
tidak ada. Saya percaya, semua memang sudah sebaiknya terjadi. Proses kita.
Saya belajar banyak. Sungguh.
Kemudian,
tak perlu sungkan mengajak saya berproses (kembali) dalam aksi (yang katanya)
memanusiakan manusia. ^^ yang semoga kelak benar – benar mendekati hal
tersebut. Terima kasih untuk setiap tawaran kesempatannya. Semangat Berproses!
Selamat Menikmati Pertumbuhan! Jangan sungkan merekonstruksi diri ^^
0 comments:
Post a Comment