Rss Feed
  1. (Mungkin) Apatis!

    Saturday 22 November 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Bagaimana rasanya berdiri dengan kaki sendiri? Linukah dihari kelima kamu memijak? Pegalkan di 24 x 5 jam kamu menegak? Wajar, sungguh! Itu hanya sensasi awal sebuah ikhtiar.

    Iya ikhtiar. Sebagian ada yang membuat ikhtiar itu benar-benar dalam rangka berdikari, berdiri dengan kaki sendiri hingga mampu berlari tanpa subsidi. Pun sebagian ada yang menguatkan gurita koalisi untuk sebuah kursi. Sebagian lagi ada yang meregang menunggu mati.

    Dari segimanapun ikhitiar itu nampak, sejatinya tugas kita tak pernah jauh dari menyibukan kedua malaikat disisi kanan lantas menganggurkan malaikat disisi kiri. Perihal mereka yang kian asik dalam aksi pencuriannya, perihal ada yang terusik cekik sebab semua butuh serba naik, juga perihal tawa licik yang pura-pura baik. Sungkankah kita untuk turut serta menaikkan syukur? Sebab kita masih ditanah surga milik Pertiwi.

    Dengan kolam susu tanpa nila, meski nyata hanya orang-orang kaya yang  meminum susu. Biarlah setiap tenggaknya itu menyumbang kesibukkan malaikat kiri.

    Kail dan jala di arus hidup berombak, meski nyata ikan-ikan kita ditangkap bebas oleh banyak negara. Bahkan beberapa ada yang riang gembira bertamu lupa pulang ke Indonesia. Setidaknya kita belajar paham, lengan doa selalu mampu memutus sekat negara.

    Batu dan kayu yang selalu sedia tumbuh meski nyata banyak yang terjual untuk membangun surga para 'penunggu' hingga malaikat kanan tersedu sebab jemu menunggu waktu berlalu.

    Apatis? Atau Optimis? Barangkali hanya ingin bersikap sedikit manis pada proses adaptasi yang mulai kritis.

    RisaRiiLeon, Solo, 22/11/2014

  2. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)




                   

    By Risa Rii Leon



                    Bertemu denganmu, adalah janji Matahari setiap pagi. Menanti disemester akhir masa perkuliahan. PPL adalah tiket menuju pertemuan saya dan kamu. Di ruang kelas dengan bangku kayu serta senyum lucu darimu. Di sekolah dengan lorong tempatmu berlarian, kursi berlengan tempat kita sempat saling berdendang, juga tentang buku-buku yang mengajak kita saling berpegang. Saling membantu. Menyapa dalam hangat tanpa sekat Guru dan Siswa.
                    Entah siapa guru disini, sebab darimupun aku banyak belajar. Tentang tulusnya senyum menyapa, tentang riuhnya tawa canda dengan semua,tentang ketaatan pada tata tertib, pun tentang memaafkan diantara kalian. Dan tentu saja, tentang keikhlasan menerima saya dan teman-teman sebagai rekan belajar disini. Di sekolah ini, tempat kita pernah berbagi asa, cerita, mimpi, juga cita.
                    Lantas ketika masa begitu cepat melenggang dengan kaki tak nampaknya, bisa apa aku? Tak mungkin ku pincangkan waktu agar berhenti berjalan, tak mungkin ku rem lajunya. Ia adalah partikel yang akan tetap bergerak dan meninggalkan cerita itu sebagai kenangan. Saya dan kamu, hanya akan menjadi kenangan.
                    Kenang sebuah pertemuan sederhana yang membuat hati tak lagi sama. Arrrrghh, mengapa harus sesayang ini untuk hubungan selama tiga bulan? Mengapa seolah enggan tersapa pisah ketika ia adalah satu paket dari pertemuan? Mengapa?!? Bukankah seharusnya hati ini sudah rela sejak langkah pertama. Setidaknya tak ada janji selamanya di awal masa itu.
                    Hari ini, saat pertama senyum kalian menyapa, adalah tiket hangat yang mengalir dibukit pipi. Membius udara penuh haru, bahwa waktu begitu cepat berlalu. Bukan perpisahan yang ku takutkan. Jujur, aku hanya takut dilupakan. Itu saja.

                    Engkau adalah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berujungku mengenal hidup.
                    Engkaulah tetes embun pertama yang menyesatkan dahagaku calam cinta tak bermuara.
                    Engkaulah matahari  Firdausku yang menyinari kata pertama di cakrawala aksara.

                    Kau hadir dalam ketiadaan. Sederhana dalam ketidakmengertian.
                    Gerakmu tiada pasti. Namun, aku terus disini.
                    Mencintaimu.
                    Entah mengapa.*

    *catatan Dee pada suatu pagi buta diatas atap rumah tetangga*
    Solo, 21/11/2014
    Monolog Tengah Malam setelah sempat menguras mata air dekat kening.