Rss Feed
  1. Fiksi or Non Fiksi?!

    Monday 16 December 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Senin, 16 Desember 2013


                “Kenapa kamu suka nulis artikel kaya gitu sih?” tanyaku suatu hari. Merujuk pada tulisannya yang sangat denotasi dan melirik alinea saya yang banyak personifikasi maupun metafora.
                “Haha kenapa kamu suka nulis fiktif gitu sih?” lemparnya kembali.
                “Hmm suka aja. :P”
                “Sama. Just Passion!”
                Percakapan yang memberi saya tiket menyelami kejadian pramarka tahap seleksi Penerimaan Anggota Baru LPM Universitas dua tahun lalu.
    ^O^
    Kamis, 29 September 2011
                Pelajaran moral hari ini! Bukunya Raditya Dika bukan untuk anak Pers! (haha semester satu saya masih keranjingan karya Bang Dika, sekarang juga sih tapi enggak banget banget :D ).
                Tadi aku ngikutin second gatteringnya LPM K Pra Marka II, nah dipertemuan ini (berangkat jam 3 sampai sana jam 4, haha telat satu jam) lalu diberi materi tentang straight news gitu. Apa itu straight news? Straight news itu jenis tulisan yang mementingkan keaktualan kabar, pokoknya berita yang harus update. Bagian bagian dari straight news sendiri itu ada tiga.
                Judul, you know lah :D enggak usah panjang yang penting singkat, mewakili isi dan yang jelas harus menarik!
                Lead, ini kaya serpihan isi beritanya. Biasa disebut teras berita. Lead harus mengandung 5W+1H, bisa berupa pernyataan fakta maupun kutipan narasumber. Fungsi Lead itu gini, semisal kita membaca headline berita pertamakan baca judulnya, nah kedua itu Leadnya. Nah pas kita baca Lead dan ternyata beritanya enggak menarik, kita bisa loncat ke kolom berita lainnya.
                Isi, nah ini udah jelas dong. Sajian utama sebuah wacana berita. Isi harus menjawab 5W+1H. Terus untuk kata kakaknya tadi, kualitas terpenting suatu berita itu diletakkan diawal awal paragraf. Kenapa? Supaya kalau misal ada batasan karakter atau sensor karakter gitu bagian terpentingnya enggak hilang sebab kepotong. Isi dalam beritapun enggak boleh memihak (jurnalis itu harus netral kak! ^^). Agar isi lebih memiliki bobot (kaya ane :D) boleh banget kalau disertakan kutipan narasumber terpercaya.
                Sampai disini ada pertanyaan?
                Apa hubungannya sama Bang Dikung sih? Diawal kok geger gegara Bang Dikung?!
                Oh itu hahaha gini. Tadikan sesuai dengan materi tentang Straight News gitu, kami para calon anggotapun ditugasi untuk membuat Straight News dengan peristiwa tabrak maut antara Bus Sumber Selamat dan Bus Sumber Kencono di Jalan Merdeka, Ngawi pada pukul 02.00 WIB, 29 September 2011. Kejadian naas tersebut menelan korban tewas 12 orang, luka berat 3 orang, dan luka ringan 9 orang.
                Dan bencana itupun datang. Saat hendak menorehkan tinta diatas kertas untuk huruf pertama. Tiba tiba, ujug ujug, moro moro, ma’ jegreg, ma’ bendudu tulisannya Bang Dhika berseliweran membayang, menyusup indah dalam benak. Jadilah saya membuat judul “Kesuksesan Sumber Kecono Mengantarkan 12 Nyawa Manusia!”
                Well. Tertawalah! -,- itu reaksi mereka (kakak senior) membaca judul. Rekan rekan saya juga Huwaaaaaaaaaaaa malu. “Bumi tolong telan saya!” itulah buah dari habit tak pernah membaca koran malah membaca kambing jantan, cinta brontosaurus, dkk. Koran terupdate yang terbaca itu koran yang memuat nama “Narisa Haryanti” lulus SNMPTN dan masuk UNS -,-. Hmmmiris!
                Ketika semua rekan menulis dengan sangat berita, saya menulis dengan sangat Raditya Dika. Benar. Apa yang kamu baca akan berpengaruh pada apa yang kamu tulis. Sempat merasa “Kayanya salah masuk UKM deh -,-“ tapi tidak berlangsung lama setelah saya bertemu dengan Future News, sebuah berita yang tak lekang oleh waktu.
                Future News sangat berbeda dengan straigh news. Jika straigh news harus update info terkini banget biar enggak basi, maka Future News adalah yang enggak terupdate tapi tetep nikmat dibaca. Biarpun berita itu ditulis dari jaman nenek kakek kita jadi remaja alay, future news masih akan tetep enak dibaca sampai mereka punya cucu remaja yang alay haha. Jadi, sepertinya saya memang tidak ditakdirkan untuk mampu berstraight news ria, tapi saya menikmati tulisan tulisan saya. :D
    ^O^
                Dan diksi itu bukan untuk membatasi klasifikasi fiksi dan non fiksi. Pemilihan kata sangat berbeda dengan pemaknaan pembaca. Bukankah banyak fiksi itu terinspirasi dari nonfiksi, begitu nonfiksi seringkali buah dari imaji yang melanglangbuana dalam fiksi. Keduanya bersenggama tanpa sekat sebenarnya, menempati ruang diksi yang banyak frasa. Lalu penulis dengan kekhasannya menorehkan tinta, membangun makna dengan frasa frasa dalam brankas imaji itu. Lihat saja Dee (my lovely writers) sains fiksinya benar benar membuat kita paham konsep rectoverso yang memang ada dalam nyata, bukan bualan maya saja. Tentang siklus dan saling keterkaitan dalam hidup yang ia coba bangun dalam serial supernovanya. Banyak hal ilmiah yang ia sajikan dalam fiksinya. Juga Jostein Gaarder, melalui Dunia Sophie ia resmi menyuntikkan sarat filsafat disana. Menuturkan Socrates , Plato, Aristoles, dkk dengan sangat rapi dalam rimba tanya Sophie. Apakah mereka fiksi? Jika mereka fiksi, mengapa dunia mengakui Socrates sebagai Bapak Filsuf dunia padahal ia tak pernah menulis sebaris kalimatpun? Juga Kak Andrea Hirata, tentang torehannya mengenai budaya bangsa sendiri di tanah tambang Belitong, negeri setitik di peta nusantara. Lalu Dr. ‘Aidh Bin Abdullah Al-Qarni dengan serial Laa Tahzan, jadilah wanita paling bahagia. Dengan keapadaan alinea dia menuturkan banyak keindahan kaum hawa yang wajib dan patut serta sangat layak untuk dijadikan alasan berbahagia. Berbeda dengan tante J.K Rowling yang benar benar mengaduk aduk imaji saya. membebaskan daya terliar saya mengarungi ruang imaji, beliau berhasil membuat saya terpukau (belum ada yang membuat saya seterpukau melebihi padanya -,-). Maha Suci Engkau ya Rabb yang menciptakan ruang imaji untuk tante J.K ^^, sebuah fantasi yang benar benar fiktif namun banyak pelajaran untuk hidup yang non fiktif. :”)
    ^O^
                Jika Non Fiksi dihadirkan dalam bentuk denotasi dan sederhana, maka Fiksi adalah sisi lain Non Fiksi yang disajikan dengan agak berbunga dan berlebihan. Sebuah diksi yang berbeda namun tak merubah isi. :”) Tak masalah jika saya fiktif lalu kamu non fiktif, toh keduanya masih dapat ditempatkan disudut alinea yang sama. Keduanya tetap memberi ruang inspirasi pada para pembaca. :”) So? Keep Writing in different voice!! :D
     

  2. 0 comments: