Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Sabtu,
16 Nopember 2013
![]() |
Foto : Album FB Sweta Kartika |
*Jingga
Jika tidak ingin dianggap pertemuan
pertama, maka aku sebut senja tadi adalah pertemuan yang tertunda banyak tahun.
Pertemuan tanpa rencana dan janji sebelumnya, barangkali Tuhan memang penuh
kejutan seperti banyak kata orang.
“Jingga!” suara di balik punggung. Dengan
ragu, dan memastikan tak salah dengar, aku menoleh. Menatapnya dengan tatap
lekat ‘Siapa ya?’.
Menyusuri ruang memori, berpetualang
dengan segala kenang. Mengapa tiba tiba sosok manusia ini terasa dekat?! Serupa
debaran yang tiba tiba nyaris muncul dipermukaan.
“Grey?” Panggilan menggantung
mencari kepastian.
Dan lihatlah! Dia hanya tersenyum
empat centimeter! Sial, masih saja sifat coolnya terpelihara. Tidakkah enam
tahun waktu yang cukup melumerkan hatinya? Setidaknya menyerukan namaku lebih
keras untuk lantas menghampiriku dengan rindu yang membuncah sebab pertemuan
yang lama tertunda?! Rupanya takdir hanya membuatnya semakin amm tampan
barangkali? Wajah tirus kecoklatan dengan rambut terikat di belakang juga gitar
disamping kanan. Jejak ketampanannya sejak kecil tak berubah. :”)
^_^
Takut kehilangan tak mengenal usia
bukan? Dan salahkah meski baru seumur jagung kehilangan itu nyata menyergap?!
Kehilang rekan sepermainan yang sejatinya menyebalkan, namun mudah menjadi
kebutuhan. -_- Arrghh bocah lelaki berperut gendut yang selalu sok keren dalam
ke-cool-annya sejak sekolah dasar. Dan aku tidak suka pada surya hari ini,
kenapa begitu cerah?! Acara pelepasan sudah berlalu beberapa jam lalu, kenapa
tak turun hujan saja, mengakhiri kemarau yang terlalu panjang! Mengakhiri
persahabatan yang lekas tersapa perpisahan. :”( Grey pindah! Kamu tahu
bagaimana rasanya? Ketika rekan sepermainanmu harus pergi dengan tiba tiba?!
Seharusnya dia menyediakan waktu untukku bersiap siap menghadapi perpisahan,
tidak seperti ini! memberiku seutas gantungan kunci serupa yang ku berikan
padanya, abu abu tua dan orange yang ditukar semata. -_-
Harus hari itu memang harus hujan!
Setidaknya Tuhan seharusnya pengertian, memberiku ruang meredam isak dikamar
untuk menghalau ketidakrelaan yang barangkali akan membanjir jika aku
menemuinya, melambaikan tangan padanya. Maaf aku bukan perempuan yang pandai
berpura pura.
Dan waktu menjadi hal sederhana
untuk membuat saya terbiasa tanpa bocah lelaki berperut gendut yang menyebalkan
itu. Tumbuh tanpa kabar darinya, dan tentu saja melupakan harap jumpa.
^O^
Dia masih sebongkah es yang
menghangatkan. :”) gletser yang mengaromakan keakraban. Enam tahun tak merubah
sosok bocah perut gendut dalam dirinya. Dan benar, senja kali ini nampak sangat
biru :”) Sebiru hati tanpa kelabu ^_^ Senang bertemu denganmu (lagi).
----^O^----
*Grey
“Jingga!” seru saya pada sesosok
yang dapat dipastikan itu dia. Saya ingin menghampirinya, menepuk pundaknya untuk
segera berbalik menatap saya. tapi demi mengamankan rindu yang menbuncah tiba
tiba, saya harus tetap terjaga di koordinat ini. menantinya menoleh pada saya.
“Grey?” jawabnya penuh ragu. Dan
benarlah, itu dia. Dia dalam versi yang lebih manis, juga versi lebih tinggi
dari enam tahun lalu.
Percakapan senja itu dia yang
mendominasi. Meluncurkan banyak tanya tentang saya dan keluarga. Lalu saya pun
enggan kalah, enak saja dia melucuti rindu sendirian. Saya dengan kesederhanaan
rasa, mencoba mengobati rindu yang tertunda temu itu. Tau kan saya tidak pandai
mengungkapkan rasa sebab saya memang hanya pelantun nada. :P
^O^
Meski saya masih seumur jagung namun
entah bagaimana rasa enggan berpisah dengan penyuka kincir kertas itu nyata
ada. Mengikuti Ayah yang dipindah tugaskan ke lain kota, saya memutuskan untuk
berpamitan padanya seusai acara pelepasan sekolah dasar. Dan kamu tahu? Selalu ada
waktu yang diharapkan tak cepat berlalu, satu waktu yang mungkin sudah menjadi
kenangan dan seringkali dirindukan. Satu waktu saat saya menemuinya lantas
memberikan gantungan kunci serupa yang dia berikan pada saya, abu abu tua dan
orange yang kami tukar semata.
Sayangnya, hingga jarak beberapa
meter roda berputar ia tak juga mucul dibalik pagar untuk melambaikan tangan
atau sekedar berseru ‘sampai jumpa!’. Mengubur harap dalam dalam, saya coba
untuk tidak terlalu sering menengok ke belakang. Melaju terus kearah ruang masa
depan meski nyata hati saya telah tertinggal dibelakang, dicuri seorang gadis
berkepang kanan. Tercuri sejak kebiasaan kebiasaan sederhana bersama.
Dan Tuhan melalui waktu mengajari
saya beradaptasi tanpa melihatnya berlarian membawa baling baling kertas, tanpa
melihat tubuh kurus dan rambut acak acakkannya menyita perhatian sepanjang
jalan, juga tanpa melihat kaos power ranger menutup raganya. Kami tumbuh dalam
waktu yang sama namun terpisah tempat ribuan kilometer. Termakan agenda hidup
masing masing, hingga Tuhanpun dengan sifatnya yang Mah Suprised mengarahkan
pandang saya pada satu universitas yang mencantumkan namanya. Alivia Jingga
Remi, dengan fakultas sastra. Sebab Jingga adalah alasan saya menghirup
atmosfer disini.
^O^
Dan Jingga masih saja mempesona
dalam kesederhaannya menerima bias surya ufuk barat. Hanya saja kali ini, saya
melihat senja begitu biru, mengharukan hati sebab rindu tersapa temu. Bukan
seorang batu, tapi seorang yang lama hidup dari masa lalu. :”) Jingga, terima
kasih sudah mengobati rindu saya.
----^O^----
Dari seluruh hal yang saya ingin
tulis hari ini, entah magnet apa yang membuat saya memilih menulis ini
untuknya. Hmm sepertinya saya sudah terkena gravitasi benda timbul warna hitam
diwajahnya. :D Hai Bunda Chocochips ^_^ Tidak janji akan menyelesaikannya
sebelum tanggal dua puluh empat kelak, namun saya berusaha menyelesaikannya :”)
Tenang, saya menyukai ini, anggap saja ‘seribu kata perhari*terapi menjaga
konsistensi menulis* dalam kemasan yang lain” ^_^ Jadi? Semoga kamu suka, maaf
jika tak serupa :*
0 comments:
Post a Comment