Rss Feed
  1. Hujan Rasa Vanilla

    Monday, 11 November 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    Senin, 11 Nopember 2013
    mybodyinseoul.tumblr.com


                Apa jadinya jika dua pemulung kenangan dan rawan galau bertemu?
                Proses penerjangan hujan dan pemesanan menu makanan dengan semangat berlebihan, ya itu kenyataan, tentang dua perempuan di senin malam.
    ^O^
                Hari terlampau dini untuk menjemput kegalauan, sebab beranda memaparkan luka. Saya galau semenjak pagi buta. Haha enggan menularkan kegalauan, saya hanya mampu bercanda berlebihan. Menguburnya dalam dalam berharap tak ketahuan.
                “Ris, ke hotplate yuk!”
                “Haha ciee yang kangen sama mas mas kasirnya!haha.”
                “Enak aja, kamu lagi galau kan?” selidiknya dengan tatap tajam. “Daripada galau mending ke hotplate yuk. Terus pulangnya ke kentingan bareng aku tapi kamu depan hehe.”
                “Haha aku enggak galau yoo!” elakku. “Halah bilang aja mau diboncengin aku!haha”
                “Sak sakmu to Ris. Aku ki paham kamu og! Kakehan ngguyu untuk menghibur diri.”
                “Hehe yaudah nanti ya kak pulang kuliah!”
    ^O^
                “Dua mie mangkok pangsit, satu bakso hotplate, sama es teh tiga ya mas!” pesanku pada waiters.
                Menghabiskannya dalam nikmat cengkrama tak menggagas deraan galau. Haha mereka sukses membuat saya lupa rasa, meski sempat diingatkan beberapa kali melalui sumbang klakson tetangga jalan. Dan siang itu menjadi sangat manis, dengan awan tanpa hujan yang memayungi kepulangan kami dari kedai piring panas itu. Menyampaikan bahwa meski awan kadang singgah, warna langit tetap biru. Tetap merdeka.
                Teriring hujan kecil yang menjelma beberapa meter sesudah kampung laweyan, kami bersama mengenakan kain pelindung bernama mantol. Menjadi sepasang alien dari planet Venus, sebab sampai slamet riyadi tak ada setetespun air yang jatuh haha pandai nian Tuhan membuat kami terbahak sebab dijebak hujan sesaat.
                Dan dalam cengkramanya, melalui candanya, lewat tawanya, saya merasa disayanginya. :”) Terima kasih kak :”) Saya terharu atas pemahamannya hari ini. Terima kasih untuk menunjukkan sayang yang mampu saya cerna yang sederhana. Bahwa sayang itu sederhana, semangkuk menu, cerita berbumbu canda dan syukur. :”)
    ^O^
                Sepertinya hujan yang siang yang tertunda siang tadi resmi meluruskan niatnya untuk tumpah dimalam hari. Nyaris membasahi kami yang hendak pergi. Menggarap SPJ dan menyusun Proposal, juga mengabaikan luka hati.
                “Main yok!” ajaknya seketika.
                “Haha ayok!” trimaku tanpa pikir panjang.
                Seusai makan malam dengan masakan ibu tercinta lalu membiaskan foto foto perjalanan dalam selembar kertas, kami mengerjar waktu agar tak tertabrak hujan. Memacu kuda besi bersamaan dengan kilat yang sudah mulai menerangi langit.
                “Jadi main kan?!”
                “Haha iya kak. Tapi kamu enggak papa hujan hujanan?”
                “Ora popo, kan akyu syehat! Haha ada mantol di jok!”
                “Aku Cuma enggak mau kamu sakit. Aku kan sayang kamu kak!”
                “Haha ora popo yo aku, penting yo pakai mantol kata mamas enggak papa.” Ucapnya dengan gaya sok kece.
                “Yowes, ayok!”
                 "Ke Wong Caffe ya!"
                 "Yuk!"
                Benarlah, ketika dua perempuan galau yang terjadi ialah penerjangan hujan dan pembalut kenangan. Di depan tenang mengenang mantan, di belakang sibuk memupuk harapan. Aih perempuan! Meluncurlah kami menuju jalan Garuda Mas 1B, menuju kedai makan dengan menu andalan kue bolong tengah. Membiarkan kubangan kubangan kenangan membasahi alam fikir.
                “Mau diatas apa dibawah mba?” tawar karyawan kedai untuk tempat menikmati menu pesanan.
                “Atas saja mas!” jawab kami serempak.
                “Lewat dalam saja mba, tangga diluar licin soalnya!” jelasnya dengan mengarahkan pada deretan tangga menuju lantai dua.
                Temaram, dan manis. Dua kata pertama yang melintas begitu sampai disana. Manis dengan bangku dan karpet lesehan, di padu dengan kursi kursi tanpa lengan dipinggir balkon menghadap jalan menatap atap. Lalu penerangan yang remang, seolah lilin yang terbakar, terlampau indah dilewatkan sendiri, mendapat bonus hujan. Sungguh, ini malam termanis.
                “Choco Dark Donuts, Onion, pisang bakar coklat keju, milkshake bubble gum dan vanilla!” pesannya pada karyawan kedai.
                “Yes!”
                Tak lama kemudian, Tuhan dengan murahnya memutarkan dendang Payung Teduh melalui intuisi karyawan memilihkan lagu tanpa kami meminta. Iringan melodi bersajak manis itupun kian membuat malam ini manis, semoga tidak mengundang diabetes (soalnya manis banget sih).
                “Free donat buat para ladies tiap hari senin untuk promo Women’s Day!!” ucap mas karyawan dengan senyum terlatih. Menambahkan sebulat strawberry donuts, dan vanilla dimeja kami. Sempurnalah malam ini kami mabuk donat bercampur kenangan. Haha.
                Suara kami mengudara, mencemari seisi lantai dua dengan gema berdua. Terisi kisah kasih masa lalu, kepatahatian, harapan, organisasi, kuliah, masa depan, masakan, perempuan, juga dendangan lagu bersama sama. Tiba tiba Payung Teduh menjadi sangat difavoritkan.
                Saya menuju balkon, tempat para kursi berjajar rapi, duduk di kursi terdekat dengan tangga. Menopang dagu, memeluk kenang, dan menyusun harap bersama jatuhnya hujan. Merapal doa bersama kecipak air di atap kedai. Dan dia masih sibuk memulung kenangan diberanda sosial media, menyusun langkah untuk berpindah bertahap.
                “Hujan kali ini rasa vanilla!” lirihku.
                “Segelas vanilla sudah habis mengisi lambung kini. Gerimis sudah tak lagi deras tadi, begitupun gelombang yang tercampur senyawa galau pagi ini.”
                Ya, saya memang masih tidak menyukai konsep “menjauh untuk menjaga.” Terlalu menyedihkan dan akan tetap menyedihkan. Hanya saja sekarang memang diharuskan demikian, dan ini bukan tentang pemaksaan namun keikhlasan. Tentang mentari yang menyayangi bumi dengan jaraknya. Seperti janji saya sejak awal, ingin menjaganya dengan cara yang tidak membuatnya tergenggam jerat manja, namun berusaha menjaganya dalam jarak yang bersahaja. Dia sudah memudahkan untuk itu, dan saya? bukankah sudah seharusnya menerima itu. :”)
                Hujan rasa vanila yang menjaga mentari tetap bersahaja. :”) #semoga

    ^O^
                Piring piring itu telah kehilangan isinya, begitu juga dua gelas milkshake itu. Dan dua perempuan itu pun sama, kehilangan galau yang melanda sejak langkah pertama kesana. Kembali kerumah untuk dua amanah yang menanti. Enam berkas SPJ, dan sebuah proposal pentas bayangan. :”) dua perempuan itu telah saling menguatkan rupanya.








  2. 0 comments: