Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Jumat,
15 Nopember 2013
pequenasepifaniaseoutrosdevaneios.blogspot.com |
Tanpa butuh bumbu hujan, tanpa butuh
album kenangan, saya ingin mengenangmu habis habisan malam ini. Tidak, tentu
tidak akan benar benar sampai habis, terlalu banyak memori tentangmu untuk
dapat dihabiskan semalam. Sepanjang usiapun tak akan bisa. Namun ijinkanlah
saya menjamahmu dalam untaian frasa ini, mendekapmu dan menenggelamkan diri
bersama banyaknya kubangan kenangan kita. Iya, sejatinya ini cara saya
menjinakkan rindu yang terlampau tak tahu diri.
Maka dengan rindu yang saya sajikan
tanpa malu malu ini, ijinkan saya menulis, TENTANGMU. Tentang pagimu, tentang
sarapanmu, tentang suaramu, tentang parasmu, tentang baju berkerahmu, tentang
sepeda merahmu, tentang kelambu kamarmu, tentang bantalmu, tentang panci panci
di dapurmu, tentang piring dan garpu di mejamu, tentang cangkir cangkir tehmu,
tentang sayatan sayatan bambumu, tentang aroma tubuhmu, tentang coklatnya
kulitmu, tentang perpaduan garam, bawang, cabai olahanmu, tentang sebatang kencur
dan segumpal gula merah andalanmu, dan segala hal yang pernah bersenyawa
denganmu, dan barangkali ketika semua tentangmu tertuliskan akan merujuk pada
satu kata. KITA. Iya, tentangmu yang tak lagi sendiri, ada aku dan kamu yang
telah melebur frasa dalam ‘kita’.
^O^
Kamu ingat pertemuan terakhir kita
sebelum ini, tanpa alasan mewah dan spesial aku menemuimu. Pulang ke pelukmu,
merebahkan diri bersamamu diranjang yang sama. Menciumi telapak tanganmu
mendekap segala restu semesta. Lalu kita bercengkrama menghiasi malam. Ceritamu
masih sama dari semenjak kepulanganku lalu, tentang segala hal yang kamu
jalanii tanpa saya. Cerita adaptasimu dengan atmosfer baru tanpa saya yang nyaris
tiga tahun berlalu. Cerita tentang harapmu agar saya ditemukan oleh seorang
yang mampu memimpin. Bahkan saya selalu percaya jika beruntung orang baik akan
bertemu dengan orang baik, dan jika sial maka akan ditemukan oleh orang baik
:v, dan sepertinya saya telah ditemukan oleh orang baik ^_^.
“Jika kamu bertemu dengannya, saya
hanya berharap dia mampu memimpinmu, memahami siapa dan bagaimana kamu
sebenarnya, untuk lantas mampu membahagiakanmu tanpa perlu menghadirkan luka.”
Bisikmu disela cengkrama.
Saya hanya diam, mengaminkannya
dalam dalam untuk dapat saya lekatkan dengan sajadah itu. Lalu pelan saya
memperpendek jarak kita, menyatukan dua kulit yang sempat terspasi udara.
Merapatkan raga, mengeratkan peluk. Saya tahu, kamu sedang mengungkapkan
keagungan cintamu, mengutarakannya dengan cara penuh sahaja. Bahwa sejatinya
kamu sedang menguatkan diri, bahwa sejatinya kamu sedang membuat rambu kelak
saya akan berlalu dengan hidup baru. Bahwa sejatinya ada kehangatan lain yang
pelan pelan merembes di bukit wajahmu, lantas menguarkan isak tertahan.
^O^
Sejak sebuah malam belasan tahun
lalu, sejak saya mengerti luka di balik derai mata, sejak saya menyelami ruang
bening itu, sejak saya paham keluguan usia sembilan belas tahun mengandung
sulung, sejak bahumu terguncang sebab bukan tertawa, saya berkata pada diri,
untuk tidak membuat bahu itu terguncang lagi sebab bukan bahagia, sebab bukan
tawa atau canda. Saya berusaha untuk itu, sampai mata lupa untuk menatap dan
membaca, bukan sebab lupa namun sebab
tutup usia. Saya berusaha untuk itu, Cinta. Hingga detik ini.
Dan untuk hari itu, hari dimana saya
tak mampu mencegah isakmu yang berlebihan, maafkan saya hanya mencoba
meredamnya melalui peluk yang dipererat, usapan usapan pada tengkorak
belakangmu, membisikkan bahwa semua masih akan baik baik saja. Meyakinkannya
bahwa kamu adalah perempuan sembilan belas tahun diatas saya yang selalu kuat
dan tegar, yang telah mampu membesarkan seorang putri dan tiga ksatria. Ya,
kamu masih menduduki peringkat keempat perempuan tangguh versi saya, duduk
manis setelah Bunda Khadijah Binti Khuwalid, Bunda Maryam, juga Kak Fatimah Az
Zahra binti Muhammad SAW. Kamu adalah bagian dari diri saya yang terpisah,
bukan serupa Horcrux yang dilumuri sihir hitam. Kamu adalah belahan jiwa yang
terpisah sejak detak pertama. Kamu adalah manusia yang mengabarkan tentang
kebutaan cinta. Iya sayang, kamu selalu benar tentang cinta. Cinta memang buta,
sebab kamu bahkan selalu menjagaku sepenuh jiwa raga meski belum bertemu dan
bertatap.
^O^
Dan pagi masih menyimpan jingganya,
menyematkan banyak embun di pucuk cemara, menyamankan saya dibalik selimut
bersamanya. Dan apa yang lebih manis dari itu? Terbangun menatap wajah belahan
jiwa, membantunya menyiapkan sumber tenaga pagi hari. Lalu terbentuklah diorama
dalam benak saya. Miniatur kita yang akan sering saya kunjungi jika rindu,
menghadirkannya sebagai obat atas kejamnya candu temu. Adegan kamu di dapur
menanak nasi, saya menyiapkan piring porsi. Adegan kamu menyanyat bambu, saya
mencuci baju. Adegan kamu menyusun bambu, saya menyapu. Adegan kamu berbelanja,
saya membawa belanja. Serta adegan adegan lain yang kita buat dalam film
romantis seatap.
^O^
Metafora saya tak pernah cukup
menggambarkanmu, diksi sayapun tak ada yang seindah kamu. Jadi barangkali kamu
memang sudah dari sananya tercipta istimewa untuk saya, yah meski saya harus
berbagi dengan banyak jiwa. :D Tiga ksatria yang juga kamu cinta, seorang
sederhana yang juga kamu damba, sekelompok manusia yang kamu sebut keluarga,
semua riuh mencari perhatianmu. :v Kemudian saya akan percaya, bahwa kamu
adalah perempuan kurus yang mengandung banyak cinta dengan kadar tak biasa.
Dan jika ini nampak berlebihan, bolehkah
saya bertanya? Mana yang lebih berlebihan daripada pengabdian dengan nyawa?!
Mencoba menghadirkan saya dengan membelah jiwanya serupa dengan amoeba. Lalu
memberikan senyawa dengan balutan cinta. Hmm rencana Tuhan selalu istimewa
memang.
Namun jika nyata, dari segala harap
yang saya pancarkan pernah mengundang kecewa. Sungguh itu bukan niatan saya.
Jikapun pada akhirnya saya sedikit berkata guna mengobati lukamu, itu bukan
jenis pembelaan ataupun aksioma. Saya hanya ingin kamu percaya, bukan pada saya.
Percaya pada saya adalah kemusrikan, begitu candamu. Saya ingin kamu percaya,
bahwa kecewa adalah cara lain Tuhan menghadirkan bahagia yang tertunda :”).
Belahan Jiwa yang saya cinta
sesederhana Kemarau mendamba Hujan.
Belahan jiwa yang saya cinta sesederhana
meringkuk dibawah selimut kala diguyur hujan.
Belahan jiwa yang saya cinta
sesederhana wangi tanah saat hujan.
Belahan jiwa yang saya cinta
sesederhana cafein dalam cangkir, membuat saya selalu terjaga menyelami mimpi.
Belahan jiwa saya yang selalu
percaya bahwa saya akan menjadi manusia berguna, ini adalah surat cinta
untukmu. :”) surat cinta yang mungkin kamu akan lupa, namun semoga kamu ingat,
bahwa saya, Risa selalu mencintai kamu. :”) Bunda, belahan jiwa yang disana.
Dari
Pecinta Nomor Sulungmu.
-R-
0 comments:
Post a Comment