Rss Feed
  1. Untuk Cinta Pertama di Sebuah Pagi

    Monday 25 November 2013

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Sabtu, 23 Nopember 2013
                Tiba tiba saja alunan Edcoustic dengan dendang Sebiru hari ini menjadi sangat sumbang, mengusik kenyamanan pagi dengan dering berkali kali. Saya sedang mencuci baju, kenapa kamu begitu mengganggu?!
                 Segera ku raih Nokia serie lama yang menggantung di paku, dan nampaklah Ayah memanggil tertera dilayar.
                “Seorang laki laki menangis tidak akan kehilangan apa apa malah akan semakin lengkap sebagai manusia!” seru seseorang pada saya jauh dari hari ini.
                Benar, lelaki tak akan kehilangan apa apa saat dia menangis, terlebih jika dia menangis dihadapan perempuannya. Sekuat apapun lelaki itu, dia akan membutuhkan bahu sandaran saat ia merasa runtuh.
                Begitu saya tekan gambar telfon warna hijau, tak banyak kata yang saya dengar namun banyak tangis yang mengucur seketika. Lelaki tercinta saya, di ujung telfon dengan suara penuh isak mengabarkan kedukaannya. Tuhan, dekap hatinya, ku mohon hangatkan dia disana. Lapangkan hati dan fikirnya agar mampu mencerna semua hikmah. Aamiiin
                Dia, dengan kesederhanaan cintanya yang tak sesederhana ungkapan Sapardi rela membentangkan jarak hingga ke negeri tetangga, Malaysia. Dia, dengan kesederhanaan cintanya yang tak sesederhana ungkapan Sapardi legowo mengubur rindu dalam dalam hingga temu dengan jangka tahunan. Dan lelaki saya itu, cinta pertama saya, hari ini menelfon saya dipagi buta dengan iringan isak disela ceritanya.
                Serupa perasaan terdzalimi alam. Sebuah konspirasi yang membuat sekitar memandangnya ‘tak becus’. Rekayasa Takdir yang membuatnya terpandang seolah ‘tak baik’. Arrggghhhhh!! Saya membenci ini. Sungguh, saya tidak membenci apapun yang telah digariskan.Nya. Saya sangat paham bahwa Dia selalu mencintai keluarga saya. Bahwa Dia senantiasa membanjiri kami dengan kubangan hikmah. Meski Dia mengajarkan dengan cara yang kurang menyenangkan, namun kami selalu berusaha memandangnya dalam bingkai syukur. Hanya saja, kali ini. Sungguh, saya ingin memeluknya. Menguatkannya. Mendekap Ayah. Memeluk Ibu. Dua manusia hebat yang sangat saya cinta. Dua manusia sumber inspirasi saya. Meyakinkan mereka, bahwa seperti apapun dunia memandang mereka, saya dan tiga ksatria selalu mengidolakan kalian. Penggemar nomor satu didunia untuk Bunda Ayah tercinta.
                “Ayah yang tenang, iya Risa pasti pulang. Risa pulang naik kereta sore nanti. Ayah tenang, gag pappa. Insya allah ada jalan. Insya Allah dimudahkan nantinya Yah. Risa percaya sama Ayah.” Yakin saya menutup percakapan.
                Tanpa pikir panjang, ku tekan angka 1. Speed dial untuk nomor rumah.
                Diantara riuh tuuuuut tuuuuuut tuuuuuut menanti terangkat panggilan saya, batin saya merapal harap. Semoga kamu baik baik saja sayang. Semoga kamu masih setegar karang tebing. Semoga kamu tak goyah. Sungguh saya mencintaimu sebab Allah Bu. Saya selalu percaya kamu lebih dari suara sumbang sekitar.
                “Bun, gimana?”
                Dan fakta itu tercecer. Serupa kotoran kambing yang menjijikan dipinggir jalan. Kecil namun hitam menusuk pandang. Perkara perkara yang tak seharusnya diamalkan, namun dengan mudahnya terencana. Jari jari mereka menuding nuding. Menerikan kata ‘salah, dosa,nista,’ juga seluruh kosa kata mencela. Arrrgggghhh!!! Saya ingin marah, saya ingin berteriak pada mereka. Hanya manusia yang tanpa dosa yang boleh meneriakan kata ‘dosa’ pada sesamanya. Kuman diseberang lautan nampak, gajah dipelupuk mata tak nampak. Dan akhirnya alih alih saya terbakar amarah lantas meneriaki mereka, saya hanya mampu meredam isak dibalik bantal.
                Dan muara dari segala petaka dipagi buta ini, adalah doa yang diperpanjang masa rapalnya juga imbuhan harap diselanya. Semoga kami, tetap menjadi keluarga yang tak lupa untuk bersyukur. Semoga kami, kian menjadi keluarga penuh cinta yang saling menjaga dalam ciri khasnya. Semoga kami tetap utuh dan lengkap dalam lingkar keluarga meski badai kerap menyapa. Aaamiiiiiiiiiiin ya Rabb :”)
     

  2. 0 comments: