Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Selasa,
29 Oktober 2013
Pernahkah kamu bertanya, melodi apa
yang disembunyikan hujan dalam rinainya?
Pernahkah kamu menyangka, nada apa
yang didendangkan hujan dalam gemuruhnya?
Pernahkah kamu berprasangka, syair
apa yang ia metaforakan dalam petrichornya?
Pernahkah kamu bertanya, untuk siapa
melodi itu disimpan? Lalu dikabarkan dengan ramainya air yang jatuh?
Pernahkah kamu menyangka, untuk
siapa nada itu didendangkan? Lantas disumbangkan dengan gemuruh petir?
Pernahkah kamu berprasangka pada
syair yang termetafora dalam bait aroma tanah itu? Kolaborasi apik antara benda
padat dan cair yang mengontaminasi udara.
Saya tidak akan mengejakan jawab
atas tanya dan prasangka itu. Saya hanya ingin mengeja tentang malam ini.
Ketika hujan dengan setianya membungkus kota selepas senja hingga tak
menyisakan ruang untuk jingga. Membiarkan abu abu tua meraja cakrawala. Ketika
hari terasa begitu manis, meski bersama orang yang bahkan tak tau caranya
romantis. :D
^O^
Pabrik Gula itu jauh di Gondangrejo
dan Sondokoro, tapi manisnya hari kualami hari ini, tanpa harus dekat dengan
dua tempat itu. Bukan sebab adanya pemanis, namun oleh sapaan manis seseorang
yang sempat ku anggap bengis (Hei, dia itu penumbuh sekaligus pembunuh rindu
paling sadis yang saya kenal !).
“Sugeng Enjang. Selamat Beraktivitas
:”) ” sapanya melalui layar Nokiaku.
Dan, Ya, bahagia menjadi sangat
sederhana. Sebab sebuah pesan dengan beberapa karakter yang menyampaikan ucapan
pagi. Barangkali sebab hati berkata, ia masih peduli. Dan akan terus peduli
(dengan caranya, yang sering tak kumengerti :’D)
^O^
Ujian berlalu serupa jalan tol.
Bebas hambatan. Latihan berlalu penuh kesan. Bahwa semua harus dibiasakan.
Bahkan menjadi penyusup suporter bola program studi seberangpun tetap gempita.
Serupa tong kosong dipukul gading. Resmi membuat berisik. :D selamat buat yang
menang tadi :”D. Rapat harian lengkap pun dihiasi guyuran air langit.
^O^
Lima belas menit yang lalu, saat
saya mulai mulai menghias layar putih ini dengan beberapa huruf.
Mengintepretasikan hari ini dalam guratan kata. Lima belas menit yang bertambah
tujuh ratus dua puluh detik kini, adalah waktu tiba saya bersama Vio di asrama.
Haha menuliskan ini terasa lebih penting dibanding memangkas tugas presentasi
esok pagi. Haha benar katamu, menulis bagiku berubah menjadi candu. :D mungkin
seperti kamu.
^O^
19.57 WIB
“Aku pulang ya Kak!
Wassalamualaykum.wr.wb” Seruku mengudara. Berpamitan pada penghuni kaum seatap.
Warga UKM FKIP tercinta. Haha
“Iya Nduk. Hati hati. Wangalaykumsalam.wr.wb!”
“Haha iyessh!” jawabku dibalik
punggung yang terbungkus mantol ungu, warna senada dengan Vio.
“Yakinlah cinta selalu mengerti,
Yakinlah cinta kan slalu percaya!huhuuuu”
Sepanjang Ir Sutami 36A hingga
Slamet Riyadi 449, lirik D’Cinnamons resmi menggetarkan rumah siput dan
gendhang telinga. Yang kemudian menyublimkan rindu dengan tiba tiba.
Mendendangkan melodi air dengan sempurna. Menyiprati ruang hati dengan percikan
memori. Aihh kayuhan malam ini terasa bersajak, penuh metafora, sarat
personifikasi, dan yah nampak hiperbola sepertinya. :v Sayangnya semua menjadi
ironi, sebab rindu tak akan terobati sebelum Tuhan mengijinkan kesempatan jumpa
itu datang kembali.
^O^
Dan air masih setia mencumbu tanah. Mengudarakan
aneka rasa dalam raga manusia. Menyipratkan kenangan kenangan yang melenggang
tanpa dosa. Membisikkan harap seusai sujud, sebab percaya Tuhan lebih dekat
saat rinai berkahnya mendarat bersama air air langit itu. Dan malam ini manis
tanpa buatan. Terima kasih Tuhan :”)
0 comments:
Post a Comment