Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Kamis,
07 Nopember 2013
Grey&Jingga |
Sabtu, 2 Nopember 2013
Tepat senja hari pertama saya
pulang. Kunjungan rutin ke rumah yang lain, rumah dengan pintu sedia saya
ketuk. Ke Rumah Simbah di Mrinen. :”)
“Narisa, pokoknya kamu harus ngfans
sama kak Sweta. Harus dan harus!”
“Haha bentar bentar! Kenapa
emangnya?! Ada apa dengan kak Sweta itu?”
“Dia keren abis Sa. Dia itu komikus
dari ITB, besok mau ngisi seminar di UGM. Aku pengen ikut tapi tapi tapi apalah
daya tak ada uang hiks hiks hiks.” Cecarnya semangat empat lima yang tiba tiba
dirundung air kecewa.
“Eh hla? Kayaknya kamu udah pernah
cerita dia deh ya?”
“Iya Sa. Dia itu masnya si Hening!”
“Owalah Masnya Nyingnying to?!Haha”
“Dan dia kan bikin komik judulnya
Grey dan Jingga di posting tiap hari senin sama kamis. Ya ampun ceritanya sweet
banget Sa. Terus dia juga bikin OSTnya, di upload di youtube kalau enggak di
Soundcloud gitu. Ya Sa pokoknya dia keren banget!”
“Iya?” tanyaku dengan dua alis
terpaut.
“Nih dengerin OST!” ucapnya tak rela
tersangsingkan. Membuka windows media player dan memutarkan sebuah lagu dengan
pria bergitar bersuara amm berat.
“Afgan versi pra diamplas!” seruku
mendengar dendang si tokoh idola rekan saya.
“Hehe iya sih. Tapi kan tetep dia
itu keren!”
“Haha iya iya iya, terus aku harus
ngfansnya kenapa?”
“Dia penulis juga hloo!” pancingnya
dengan wajah menggoda.
“Eh? Masa sih? Bukunya apa?” Ada
antusias tak tersembunyi.
“Hehe dia penulis komik hehe komikus
gitu Sa. Dia kan lulusan DKV ITB gitu, nah sekarang dia jadi komikus di sana.
Hwahh pokoknya keren Sa!”
“Hmm hmm hmm, coba nanti saya check
lagi. Ada Fbnya?”
“Kamu udah temenan deh sama dia!”
“Eh? Iya? Kok aku lupa?”
“Haha orang dari dulu kok!”
“Hehe yaudah.Eh Va, dia jarang
pulang to?”
“Paling kalau lebaran. Haha kenapa?”
“Enggak papa. Just asking haha.”
^O^
Minggu, 03 Nopember 2013
Berbekal antusiasme dari rekan saya
tersayang itu, saya mencari sosok Kak Sweta lantas membuka beberapa album atas
karyanya, dan disana dengan album mengandung kata Grey&Jingga. Saya
mengenal dua insan fiksi itu.
Terlepas dari saya suka Manga dan
Anime (dengan aroma detective dan petualangan, bukan semata cinta), karya anak
bangsa selalu mampu menyita suka. Seperti saya suka Mocca, White Shoes and The
Couple Company, Sheila On 7, dan rekan rekan indie lainnya. Saya suka (dalam
tatap pertama) pada Dharma dan Little Bunny haha mereka memang hanya dua
pemeran pendukung dalam Komik Grey&Jingga, namun keduanya selalu nampak
manis untuk saya. Baiklah ini out of topic ya :D
Saya tidak pandai mereview, saya
hanya akan bercerita proses perkenalan saya dengan dua tokoh fiksi itu.
Tentu dari rekan saya itu, si Nova
Chocochips sebagai provokator. Di sponsori saya yang mudah terpengaruh dan
sangat kepo haha. Juga ada sejumlah file yang memang harus saya kirim via email.
Berselancarlah saya malam itu. Menengok cerita cinta senja termanis dari
seorang tetangga desa dengan mata berpagar kaca, Hai Kak Sweta :D
Grey dan Jingga, mereka adalah
sepasang anak manusia yang saling jatuh cinta, sayangnya mereka terlampau
saling malu untuk sekedar berkata “Aku Cinta”. Terpendamlah segala rasa
berbunga itu, namun tidak dengan perhatian yang selalu muncul dipermukaan.
Cemburu yang menyusup dalam mimik wajah. Juga rindu yang menyelinap manja di ruang
rasa. Mereka adalah sajak dan melodi dalam lagu berolah rasa dan asa. Serupa
jingga dengan senja, atau hujan dengan abu abu tua.
Di temani beberapa tokoh pendukung.
Ada Dharma, si pria dengan mata berpagar kaca (kayaknya ini ilutrasi dari si
Kak Sweta deh) yang manis dalam cara mencintai kasihnya Little Bunny. Lalu ada
si Zahra, gadis berjilbab dengan mahkota telinga pemancar peka. Yes! Zahra,
sahabat sekaligus saksi hidup kegalauan Grey menyatakan rasa, dan kegalauan
Jingga menentukan langkah (menungu atau menjemput). Nina, sebuah masa lalu yang
setia dalam pojok temaram memori Grey, si jelita yang penuh cinta untuk Grey.
Martin, lelaki idola semua mata, ideal jadi idaman namun tidak sebagai pasangan
untuk Jingga, bagi Jingga ia terlampau sempurna hingga mampu membunuh karakter
Jingga yang apa adanya. Kemudian dipermanis oleh beberapa tokoh figuran namun
juga turut andil dalam mengelokan cerita. Fanny, si centil yang masih setia
dalam persinggahan (belum tau kapan akan membangun sebuah rumah / komitmen).
Bobby dan Tuti yang galau dalam kejombloan hingga memutuskan untuk saling
sayang bersama. Mbak Tya si pelatih (iya bukan si?) teater kampus mereka
(setting tempatnya juga yang aku suka *siul siul anak teater haha). Dan ini dia
tokoh nyentrik yang menarik gravitasi, Zaki. Cowok dengan gaya slenge’an yang
demen makan. Sangat apa adanya dalam memandang cinta. Terlampau sederhana gitu.
Haha
Ada satu adegan yang mengarahkan
saya pada dimensi masa jauh dahulu. Dimensi merah putih sebagai seragam.
Ketidakrelaan Jingga berpisah dengan Grey pasca kelulusan Sekolah Dasar yang
terwujud dalam dekapan lutut dan isak di kamar terkunci. Enggan menemui Grey
untuk sekedar berpamitan. Berkata “Hati hati dijalan!” atau “Sampai jumpa!”.
Dua kalimat yang tak terealisasi dalam nyata. Hingga keduanya tumbuh tanpa
sadar kabar satu sama lain. Hingga Tuhan mempertemukan keduanya dalam masa yang
jauh dari duga. Menyairkan melodi dalam sajak Jingga, itulah Grey. Menyuarakan
debar hati dalam sajak penuh metafora, itu Jingga. Dan keduanya hidup dalam
sebuah lagu merdu dengan cinta yang masih malu malu namun tetap membelenggu,
mengubur keduanya dalam ruang galau.
Dan ya, Grey dan Jingga adalah
korban dari cinta yang hadir malu malu. Korban dari kegalauan Kak Sweta
(barangkali).
Segitu sih kisah Grey&Jingga
dalam banyak file yang saya baca secara random (maklum ya, ini saya baru tau
langsung baca kejar setoran tanpa urutannya hehe). Sempat terlintas sebuah andai :D andai saya secerdas Kak Sweta dalam hal gravis, udah dari kemarin kemarin deh dateng ke RHI bawa oleh oleh buat adik adik hebat disana :D
^O^
So, merekalah manis asem asin Grey&Jingga
*Semua gambar dala postingan ini saya ambil dari album foto kak Sweta
0 comments:
Post a Comment