Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Selasa,
19 November 2013
“Saya pernah mendengar sebuah
peribahasa yang menyatakan bahwa tidak ada anak yang nakal yang ada hanya orang
tua yang tak mampu mengasuh. Tidak ada siswa yang bodoh, yang ada guru yang tak
mampu mendidik. Dari dua pernyataan tersebut yang ingin saya tanyakan ialah
benarkah kedua pernyataan tersebut? Juga tolong sertakan dasar dari jawaban
saudari.” Kira kira begitu pertanyaan dari seorang rekan saat presentasi saya
dalam makul Pendidikan Anak Dalam Keluarga dengan tema Pola Asuh anak dalam
keluarga.
Saya ditugaskan menjadi moderator dalam diskusi kali ini, sayangnya saya moderator
dengan hak istimewa, yakni boleh menjawab pertanyaan dari audiens.
Baiklah ini agak merepotkan memang, ketika moderator seharusnya fokus
mengontrol diskusi juga merangkum guna membuat kesimpulan diskusi ini juga
diharuskan ikut mengurai kata untuk sebuah jawaban.
Pelan pelan saya mencerna kalimat dalam peribahasa tersebut. “Tidak Ada Anak Yang Nakal Yang Ada Hanya
Orang Tua Yang Tak Mampu Mengasuh. Tidak Ada Siswa Yang Bodoh, Yang Ada Guru
Yang Tak Mampu Mendidik. Jika dipikirkan sepintas memang dapat dikatakan
bahwa orang tua dan guru dalam peribahasa tersebut salah, namun jika dipandang
lebih jeli lagi, keduanya tak dapat disalahkan begitu saja.
Begini, dalam sebuah proses pembentukkan karakter anak itu memang tidak
terlepas dari peran orang tua yang dominan, sayangnya jangan lupa bahwa ada
banyak faktor yang menyertai pembentukan karakter anak tersebut. Jadi ketika
terbentuk karakter anak nakal itu tak dapat dikatakan bahwa orang tuanya yang
salah. Lantas faktor apa saja yang turut andail dalam pembentukan karakter anak
?
1. Teman sebaya di masyarakat.
Ketika
rumah menjadi ruang utama meminta perhatian orang tua, maka anak anak memiliki
ruang eksistensi bersama rekan sebayanya. Sebab eksistensi sebagai sesama anak
anak juga merupakan kebutuhan mereka, tak jarang mereka lupa waktu untuk
bermain. Kelupaan yang menimbulkan suara falset menjelang senja dari para
Bunda. Interaksi anak anak dengan rekan sebayanyapun nyaris empat puluh persen
dari presentase keseluruhan ruang interaksi anak diluar rumah. Berdasarkan hal
tersebut tentu orang tua menjadi pihak yang diwajibkan mampu mengontrol
pergaulan anak dengan rekan rekannya. Perlu digarisbawahi bahwa pengontrolan
disini sangat jauh berbeda dengan pengekangan dan pembatasan anak dalam
bergaul. Pengontrolan yang dimaksudkan saya disini, cukup dengan tahu siapa
saja rekan sebaya anak, bagaimana perilaku mereka, lantas kitapun pelan pelan
membekali anak untuk tahu mana yang dapat dijadikan refrensi berakhlak dan mana
yang harus menjadi bahan teguran sesama. Jika beruntung malah anak anak yang
mampu menjadi teladan bagi rekan rekannya. :”)
2.
Lingkungan
Sosial masyarakat sekitar.
Manusia
diciptakan sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. Sebab itulah
manusiapun hidup bermasyarakat. Dan keluarga (unit masyarakat terkecil) adalah
bagian dari masyarakat. Jadi, selain berkeluarga juga bermasyarakat. Dalam
masyarakat ini ada banyak karakter yang mewarnai, dari sekedar tetangga hingga
perangkat desa. Atmosfer hidup bermasyarakat ini pun memiliki sumbangsih
terhadap pembentukan perilaku anak. Faktor sosial ekonomi berhubungan dengan
pekerjaan dan penghasilan serta cara bergaul seseorang. Lingkungan sosial
berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang
tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonominya
rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau
bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala
oleh status ekonomi.
3.
Media
Seperti yang kita tahu, keseharian anak
sangat dekat dengan berbagai media sosial dan elektronik. Karena sekarang ini
banyak anak- anak yang lebih dekat dengan berbagai media dibanding dengan orang
tua atau temannya. Sehingga hal itu menyebabkan anak kurang memahamai kondisi
sekitarnya. Banyak pengaruh yang diakibatkan dari berbagai media yang ada baik
dari TV, media cetak maupun online.
Manfaat atau
kelebihan utama dari media elektronik yaitu sebagai hiburan, pendidikan, dan
juga relaksasi. Semua orang bisa mempelajari budaya luar, memahami sudut
pandang orang lain, memperoleh inspirasi, dan mempromosikan kreativitas. Selain
itu, manfaat lainnya yaitu adanya dukungan keamanan, keselamatan, serta
dukungan sosial yang ditawarkan oleh komunikasi modern. Sebuah riset akademik
menunjukkan bahwa anak anak itu cenderung banyak belajar dari televisi.
Ketersediaan media untuk memengaruhi keyakinan sekaligus perilaku bisa
digunakan untuk manfaat anak seperti mempromosikan aktivitas anak ataupun lewat
internet dengan basis layanan pendukung di dalam pembelajaran.
Dampak
negatif yang di timbulkan oleh berbagai media :
1)
Anak kurang bersosialisasi dengan dunianya yang nyata.
Anak lebih memilih untuk melihat DVD atau TV yang ada didalam rumah.sehingga ia
tidak tahu dunia luar yang sebenarnya.
2)
Acuh terhadap apa yang ada disekitarnya.
3)
Tidak mampu mengembangkan potensi diri. Hal itu
disebabkan anak lebih dominan berkecimpung dengan media elektronik yang
menyebabkan ia malas melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan fisik.
Sehingga yang terjadi potensi anak tidak akan berkembang atau terhambat.
4)
Banyak pengaruh buruk dari media terutama TV yang
ditiru oleh anak. anak masih suka dalam meniru suatu hal yang dianggapnya
menarik. Apa yang ditampilkan di TV akan ditirunya dan menjadi kelakuan sehari-
hari.jika hal yang di tiru itu baik tidak mengapa, namun jika hal yang ditiru
merupakan hal yang kurang baik akan berdampak pada kelakuannya. Orang tua perlu
menjaga anak- anaknya dari damapak negatif TV maupun media lainnya.
Sebuah teori
bernama teori Jarum Hipodermik menjelaskan bahwa kekuatan dahsyat pada media
bisa menguasai kendali pikiran masyarakat yang pasif dan tak berdaya. Kekuatan
media yang memengaruhi khalayak ramai ini bergerak seperti jarum suntik, yaitu
tak terlihat tetapi berefek. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tayangan buruk di media mampu memengaruhi perilaku anak-anak.
4. Penghuni lain selain orang tua.
Dalam keluarga modern saat ini, anggota keluarga tidak lagi hanya suami (ayah),
istri (Bunda), dan anak, namun juga terkadang ada nenek serta kakek serta
Baby Sitter.
Peran nenek dan kakek dalam pengasuhan anak dan perkembangannya menurut Dra.
Augustine S. Basri, MSi, psikolog anak dan keluarga dari UI :
a) Menganggap
cucu sebagai pengganti anak. Pola asuh kakek dan nenek biasanya bersifat
permisif, yaitu lebih banyak memberikan keleluasaan kepada cucunya untuk
melakukan apa yang dikehendaki dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal
inilah yang sering bertentangan dengan prinsip pengasuhan oleh orang tua.
b) Terjadi
dualisme kepemimpinan. Jika dibiarkan terlalu lama dan berlarut-larut, hal ini
bisa berakibat negatif pada perkembangan anak, hubungan interpersonal mereka
dengan orangtua, dan hubungan orangtua dengan kakek nenek. Anak akan bingung,
harus mengikuti perkataan siapa, orangtua yang melahirkan mereka, atau kakek-nenek
yang sehari-harinya mengasuh mereka orangtua sebagai pengasuh harusnya lebih
besar daripada kakek dan neneknya. Selain itu sikap mandiri dan disiplin juga
sulit untuk terbentuk dalam diri anak karena terlalu disayang oleh kakek dan
neneknya.
Sebenarnya
peran kakek dan nenek untuk perkembangan anak juga sangat penting. Hal itu
dikarenakan :
a) Anak
menganggap bahwa kakek-nenek adalah makhluk paling istimewa yang serba bisa.
b) Secara
emosional, kakek- nenek mampu memberikan rasa aman dan dan nyaman pada
anak/cucu.
c) Anak
bisa belajar suasana baru baradaptasi dengan kakek dan neneknya.
Peran baby sitter/
pengasuh/pendidik:
Bagi orang
tua yang sibuk bekerja baby sitter
atau lainnya merupakan pilihan yang tepat untuk merawat anaknya dan
mengasuhnya. Jika dalam memilih pengasuh kurang tepat akibatnya perkembangan
anak akan kurang tepat pula, namun jika orang tua bisa memilih pengasuh yang
baik hasil perkembangan anak juga baik dan positif. Peran pengasuh bisa
menjadi orang tua dominan sang anak karena orang tua yang asli sangat jarang
berkomunikasi dengan anak. Bahkan, anak akan lebih memilih ikut peraturan
pengasuhnya, dibanding dengan orang tuanya.
Terdapat
beberapa tips agar orang tua dapat menjaga kondisi perkembangan dan kebutuhan
anak secara sehat mental dan fisiknya dengan memilih pembantu/ baby sitter yang jujur, seiman, dan
menyayangi anak, dan memberi batasan dan wewenang pada pembantu/ baby sitter.
Namun
sebaiknya orang tua tetap menyempatkan berinteraksi dengan anak dan mendidiknya
meskipun dengan waktu yang relatif singkat. Karena orang tua lebih tahu dengan
karakter anak dibandingkan dengan pengasuh/pendidik di sekolah. Sangat penting
pilar-pilar pendidikan yang utama dilakukan di keluarga meskipun waktu yang ada
hanya sebentar namun, jika diusahakan untuk efektif maka hasilnya akan baik.
kualitas lebih berarti daripada kuantitas. Artinya, sedikit bila dimanfaatkan
dengan baik, maka waktu tersebut sangatlah berharga. Daripada 24 jam berada di
rumah, tetapi orang tua di sibukkan dengan menonton tv, membaca koran, dan
lain–lain. Akan tetapi harus di ingat, kualitas jaga tidak ada artinya tanpa
kuantitas. Maksudnya, orang tua harus meluangkan waktu bersama anak setiap
hari. Pantaulah bagaimana perkembangan mereka di rumah dan sekolah. Apakah
mereka mampu mengalami masalah dengan aturan sekolah, dan lainnya.
5.
Genetis.
Faktor
diluar duga manusia yang membuat manusia untuk senantiasa bertawakal pada.Nya
semata. Menyadari bahwa diatas segala rencana manusia ada Allah SWT yang
memutuskan segalanya. Faktor bawaan sejak dalam rahim yang telah Allah sisipkan
sebagai anugerah. :”)
^O^
Semoga bermanfaat dan semoga menjadi orangtua cerdas penuh kreativitas mengasuh
buah hati ^_^ #eh? :”) aamiiin
0 comments:
Post a Comment