Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
    Selasa, 12 Nopember 2013

    hambaallah92.wordpress.com


                    Masih pagi, tapi semua sudah ramai didepan televisi. Hmm media satu ini sunggu cerdas menggapai pemirsa, menjadi gravitasi atas info terkini. Ada fakta menyedihkan pagi ini, tentang kasus sepasang suami – istri yang berdiskusi dengan mediasi pengacara ternama sebagai pembela, menjadikan ruang publik sebagai sarana. Parahnya, ada jabang bayi diperut ibunya yang terbisiki suara sumbang sekitarnya. Duh Kak Seto, tolong calon bayi yang masih dalam rahim itu, dari semua kesakitan yang nampak dipermukaan, dari semua korban yang tak seharusnya, dari semua hal yang menjadi kasus itu sesungguhnya yang paling tak berhak disakiti ialah sang calon bayi disana.
                Dua tahun saya di suapi materi psikologi perkembangan anak, dari semenjak di rahim hingga menjadi dewasa. Dari merangkak hingga berlari. Dari mengepal hingga menendang. Dari sebatas persiapan pasangan hingga persiapan persalinan. Hal hal yang mungkin terjadi namun banyak di hindari pun pernah saya cicipin teorinya. Saya bukan penyuka teori, namun juga tak membencinya. Bukankah semua teori dihasilkan dari praktek? Dan orang yang tak menghargai teori bukankah akan sama dengan mereka yang tak mencintai praktek?! Semua hal itulah yang pada akhirnya membekali saya untuk lebih bijak bersikap kepada calon profesi saya kelak.
                Dan kenyataan miris itu terpampang kembali. Beberapa manusia yang akhir akhir ini menjadi sangat sering muncul di televisi dan berbagai media masa. Suami istri yang sedang dianugerahi jabang bayi namun sibuk muncul ditelevisi. Kasihan kamu nak, :”) kenyamananmu terganggu sebab ibumu ditekan banyak pihak. Sepasang suami istri yang pada masa sebelumnyapun ramai sebab terlihat mesra layaknya sepasang roda sepeda yang beriringan selalu, namun sayang begitu ijabsah bergema kubangan jalan dengan mudah memisahkan keduanya.
    ^O^
                “ Dr Thomas Verny di dalam Buku yang diterbitkan Association for Prenatal and Perinatal Psychology and Health (APPPAH) dan juga Journal of Prenatal and Perinatal Psychology and Health mengatakan bahwa pikiran perempuan hamil itu berhubungan erat dengan bayi yang dikandungnya. Menurutnya, segala hal yang dirasakan dan dipikirkan ibu hamil itu dikomunikasikan kepada bayinya melalui neurohormon (sejenis hormon saraf), seperti halnya nikotin dan alkohol atau obat-obatan yang dikonsumsi ibu hamil.
                Tak hanya menurut Dr. Verny saja, di dalam jurnal ensiklopedia kesehatan disebutkan bahwa emosi, mental, dan juga kondisi fisik ibu hamil itu dipengaruhi hormon dan molekul-molekul yang sangat tergantung dengan emosi. Ada pun emosi pada ibu hamil sendiri, menurut Deepak Chopra, M.D, terbentuk dari bagaimana dia memandang kehamilannya, perencanaan kehamilannya, pernikahannya, pekerjaannya, kesehatannya, bahkan hingga lingkungan di sekitarnya. Masih menurut dia, pikiran ibu hamil adalah penentu dari emosinya. Dan emosi menjadi penentu bagi neurohormon. Persis seperti ucapan yang dikatakan Dr.Verny.
                Dr. Deepak Chopra menjelaskan penelitiannya. Ketika seorang ibu hamil merasa takut, stres, dan khawatir, hormon-hormon stres yang ada di dalam tubuhnya akan ke luar dan masuk ke seluruh pembuluh darah. Termasuk pembuluh darah yang menghubungkannya ke tubuh bayi yang sedang dikandungnya melalui plasenta. Dan ini jelas membuat darah di dalam tubuh bayi pun menjadi tinggi kadar hormon stresnya.
                Hormon stres yang tinggi di dalam darah bayi yang ada di dalam rahim bisa mengaktivasi sistem endokrin. Dan sistem endokrin berpengaruh kuat terhadap perkembangan otak bayi yang ada di dalam rahim tersebut. Dari penelitian yang dilakukan terhadap bayi yang lahir tidak sesuai yang diharapkan (seperti prematur, kurang berat badannya, hperaktif, mudah teriritasi, hingga mudah sakit) didapatkan hasil bahwa selama kehamilan ibu mereka mengalami kondisi psikologis yang tidak baik/stres. Sebaliknya, bayi-bayi yang sehat dan pintar adalah bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu-ibu yang selama masa kehamilannya dipenuhi dengan hal-hal positif. Seperti bahagia, keadaan lingkungan yang mendukung, tenang, nyaman, dan jauh dari stres.” Jelasnya menjawab tanya saya mengenai perkara ini. Seorang calon psikolog yang gemar saya ajak diskusi. :”) Terima kasih atas waktunya, kisanak. :”)
                Memang si Ibu nampak selalu bahagia dan tersenyum dihadapan publik. Nampak setegar batu karang dalam tekanan sebab tingkah sang Ayah. Jika senyum sejauh mata memandang, lantas dapatkah bahagia terukur dari sana?! Sebatas matakah bahagia itu? Bukankah semua bahagia berasal dari hati? Dan  Hei ini  bukan saatnya untuk mencari siapa yang bersalah! Tidakkah Tuhan menegur kalian dengan cukup sopan serta penuh kasih sayang, melalui janin yang telah nyaman menunggu waktu kelahiran. Mengajak sepasang calon Ayah dan Ibu untuk berbaikan dan berhenti bertengkar? Tidakkah sebaiknya dari pada membayar pengacara mahal mending membelikan susu penunjang kesehatan janin dan ibunya? Daripada sibuk menyangkal didepan kamera sebab yang mereka bilang ‘fakta’, tidakkah sebaiknya mengalah didepan keluarga demi buah cinta yang sudah siaga menyapa dunia?
                Tidakkah semua terpampang nyata, semakin beredar di media semakin banyak celah untuk menyela. Masa lalu yang tiba tiba hadir. ( Media menjadi sangat tidak menyenangkan, ketika seharusnya terisi berbagai hal positif,  insan insan inspiratif, ini malah disi kasus kasus yang memunculkan insan insan pemburu eksistensi -_-. Kasihan nian masyarakat kini, wajar saja jika banyak anak salah memilih idola.) Serombongan kenangan yang muncul di permukaan, siap menyayatkan luka meski berkedok ‘tanpa niat apa apa’. Lalu untuk apa mengulas luka dan aib bersama?! Banggakah dunia tahu pernah menjadi orang ketiga dalam sebuah pertalian sepasang kasih?! Banggakah diri muncul di televisi bukan sebab prestasi? Iya ini hanya opini, sangat subyektif. Saya hanya sedih sebab teknologi sering membutakan hati, arus informasi yang serupa jalan tol, juga hati yang mulai terselimuti syahwat duniawi. Eksistensi berlebihan tanpa kebermanfaatan misalnya.
    ^O^
                “Toto-Chan, help us!” seru anak anak itu dari ruang rahim. Anak yang lapar akan kata damai sesuai usia. Anak anak yang sejatinya haus akan segarnya udara tanpa polusi pencemaran akhlak. Anak anak yang tumbuh tidak pada tempatnya, melebur di atmosfer manusia tua. Anak anak yang tak terselamatkan sebab keputusasaan manusia dewasa memanfaatkan usia.
                “ Untuk ananda tercinta di masa depan, tenang nak :”) sebelum engkau hadir, bunda akan menempa diri, memantaskan diri menjadi belahan jiwamu :”) menyiapkan atmosfer indah untukmu berdiri. :”) Semoga kita dimudahkan dalam penjagaan.”
    ^O^
                “Semoga terjaga dari ketidakbijakan memanfaatkan teknologi dan informasi yang mengudara dengan bebas.” Aamiin.




  2. 0 comments: