Rss Feed
  1. Pagi Putih Memutihkan Hati

    Saturday 21 June 2014



    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)







    Jumat, 14 Februari 2014, membawa Eropa di depan mata,berjarak lima langkah dari pintu depan asrama. Bersama nafas yang kian sesak, saya melangkah, menginjak tumpukan abu vulkanik yang merata sebumi jawa. Di sebelah timur sana, di Kota Malang, gudang ragam keripik buah itu, Sang Kelud bererupsi. Sungguh, bukan sebab ia emosi pada manusia, dia hanya sedang beradaptasi, menyeimbangkan diri barangkali.
                Pukul 23.04 WIB, kaca kaca asrama bergetar, dinding pun ikut bergetar, juga pepohonan sekelilinya, ya alam bergetar setelah sebuah gemuruh mengisi ruang dengar manusia yang masih terjaga. Ada apa? Batinku. Erupsikah? Ombak Pantaikah? Ya, Rabb, lindungi kami. Ketersediaan media komunikasipun menjadi tepat guna, ketika sebuah kabar dari kota sebelah langsung terupdate dalam hitungan detik. Timeline sosial media memberitakan banyak hal tentang gemuruh dan getaran tadi. Asap Erupsi Kelud Mencapai 3000 meter. La haula wala quwwata illa billah.

               Seorang pelajar tidak akan mungkin duduk di sebuah kelas, melainkan dengan pertolongan.Nya. Seorang guru tidak mungkin dapat mengajarkan ilmu yang bermanfaat, melainkan dengan pertolongan.Nya. Seorang medic tidak akan mungkin menyembuhkan pasiennya, melainkan dengan pertolongan.Nya. Termasuk, seorang ‘anda’ tidak mungkin mampu membaca postingan ini, melainkan sebab pertolongan.Nya. Sederhananya, melalui erupsi eksplosif setinggi tiga ribu meter dari Gunung Kelud, Allah sedang menyapa kita, mengingatkan kita akan ketakberdayaan kita, maka apa yang perlu disombongkan dari kita?
                Keindahan fisik? Bukankah seiring pertambahan usia, ia akan menguap begitu saja? Bahkan lipatan lipatan di kulit tidak akan terbohongi oleh krim penghilang tujuh tanda penuaan dini. Gelimangan harta? Akankah hartamu mampu menyuap Izrail untuk membiarkanmu hidup lebih lama? Kedudukan tinggi? Mungkinkah janji janji manis yang biasa dilontarkan sebelum resmi menjabat itu berlaku untuk merayu Ridwan membukakan pintu yang ia jaga untukmu?
               
    Bukankah Tuhan masih menegur dengan cukup sopan?
     Melalui gemuruh tengah malam dari liang bumi di seberang kota.
     Sebab manusia itu tanpa daya, dan Tuhan itu Maha Daya.
      Bukankah Tuhan masih menegurmu dengan cukup sopan?
      Melalui langkah langkah kecil dari mereka yang terevakuasi.



      Sebab manusia memang harus mulai beradaptasi.
     Dari sekian banyak dampak negatif dari aktivitas vulkanisme (keluarnya magma dari perut bumi/dapur magma) dari Gunung Kelud (13/02/2014) , juga aktivitas tektonisme (perubahan atau gerakan lapisan bumi secara horisontal dan vertikal, baik berupa patahan atau lipatan) di barat daya Kebumen (25/01/2014), bukankah masih ada banyak dampak positif yang membersamainya?
                Mungkin memang banyak kerusakan lahan, bangunan kotor oleh abu hingga roboh sebab gempa, tapi dengan peristiwa erupsi eksplosif Allah memberikan pupuk alam yang merata sepanjang Jawa bahkan hingga Bali. Manusia mana yang mampu memberi pupuk gratis dan merata untuk semua warga Jawa Bali? Bahkan Allah menyertakan barang tambang yang bisa menunjang pembangunan yang lebih baik, menyertakan air langit untuk membersikan udara dari kawanan debu yang beterbangan. Subhanallah. :”)
                Mungkin memang banyak warga yang mengungsi dan mengeluhkan keadaan, bertanya mengapa harus kami, namun dalam kesesakan itu mereka akan meneteskan air mata haru. Mengingat ladang mereka yang kelak akan subur, mengingat kebersamaan dalam camp pengungsian, mengingat uluran tulus dari rekan relawan, juga mengingat keberuntungan mereka sebab oksigen masih gratis hingga saat ini. Allahu Akbar :”)
                “Semua bencana alam yang terjadi di Indonesia saat ini, dari mulai banjir, gempa, gunung meletus,
    kebakaran hutan, lumpur lapindo, dan yang lainnya, itu adalah aktivitas penyeimbangan alam. Bahwa alam sedang menuju titik stabilitas.” Ujar seorang rekan dalam sebuah obrolan.


                Hmmm, saya sependapat.
                Memasang cermin, dan memandang bayangan di depan mata itu, sebuah refleksi tentang diri manusia. Manusia sekarang yang kian tak ramah pada alam. Mengambil barang alam tanpa mengindahkan pelestariannya. Menggunakan bahan alam tanpa mengindahkan analisis dampak lingkungan. Menebang pohon tanpa menggantinya dengan bibit baru. Menanami tanah tanpa melakukan rotasi tanaman hingga menghabiskan unsur hara tanah. Mengeruk pasir hingga batas permiable, lupa bahwa tak hanya manusia yang butuh pasir untuk membangun peradaban, biota airpun membutuhkan pasir untuk menjaga mereka dari kepunahan.
                Bersama kuatnya arus banjir, alam hendak membersihkan sampah sampah yang menyumbat laju irigasi sebab aktivitas manusia yang lupa diri (membuang sampah tidak pada tempatnya, menutup lahan serap air dengan gedung bertingkat). Bersama letusan gunung berapi, alam sedang menyuburkan diri sebab manusia yang tak lagi peduli pada kesuburan tanah tempat para tanaman tumbuh. Bersama aktivitas tektoniknya, alam sedang menyediakan lahan baru untuk mereka yang membutuhkan (epirogenetik negatif/ turunnya daratan, misalnya) juga ragam gejala alam lainnya.
                Ingat sebuah dialog langit yang termaktub dalam QS Al – Baqarah ayat 30 ?
                “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Firman.Nya pada penghuni langit.
                “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu manusia yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah? Padahal kami senantiasa bertasbis dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” tanya malaikat. Membayangkan (jika mereka beralis) alis mereka bertaut, dan menggumpalkan ragam heran juga rasa ingin tahu yang tak tertutupi.
                “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Ujar Allah tak terbantahkan lagi. Sebab sesungguhnya apa yang diketahui Allah tidak akan diketahui oleh makhluk ciptaan.Nya kecuali dengan seizin.Nya.
                Allah menciptakan manusia dengan akal pikiran yang lebih baik dibandingkan makhluk lainnya. Sebab dengan nikmat akal, Allah ingin agar manusia menjadi khalifah/pemimpin di bumi. Bukan untuk saling beradu demi kuasa atau harta semata, namun banyak berfikir dan banyak bertindak membangun peradaban manusia yang senantiasa memperbaiki diri, mendekatkan diri pada.Nya. Dan kembali pada gejala alam yang menyapa di depan mata, Allah mengajak kita untuk bersikap lebih bijak pada amanah seorang khalifah, sebuah makhluk yang dibekali kecerdasan akal dan kelengkapan anggota badan.
                Bukankah Nabi Adam dan Bunda Hawa telah memberi teladan bagaimana memanfaatkan nikmat akal ini? Nabi Adam as mengajarkan berkebun pada Qabil, juga mengajarkan Habil ilmu beternak. Mengajarkan anak anaknya untuk senantiasa melafalkan syukur kepada.Nya dengan berbagi hasil kucuran keringat mereka kepada makhluk lain. Memanfaatkan alam dengan cukup tanpa berlebihan, semata mata untuk kelangsungan hidup sekarang hingga masa depan, sadar penuh bahwa semua adalah titipan.Nya. Kalau kata orang sekarang, “Kekayaan alam Indonesia adalah milik para penerus bangsa, kita hanya meminjam dari mereka.” Lantas, haruskah manusia terus menyita kekayaan alam tanpa tindakan pelestarian? Tak menyisakan semilimeterpun untuk hidup aman para planton? Atau udara bersih untuk para pipit?
                Atap atap rumah kompleks asrama, atap atap gedung perkuliahan, serta jalan raya kian memutih. Menebarkan ragam material vulkanik di udara, memotong jarak pandang menjadi beberapa meter saja,,,dan Tuhan, kian dekat dengan manusia! Menyapa tiap hari, melebihi detakan nadi :”)
     
    sumber foto: beranda facebook yang dipenuhi postingan hujan abu.

  2. 0 comments: