Rss Feed
  1. Hujan Ilmu: GAPAI

    Monday, 23 June 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



    Minggu, 22 Juni 2014



                Muka Badak! Brangkali demikian wujud kehadiran saya dalam forum itu. Lebih dari tiga minggu proses kepanitiaan itu berlangsung, sayangnya baru H-2 saya baru benar benar bisa membersamai lebih dari sekedar mengupdate info di grup panitia. Jadwal rapat dan jadwal ngeles yang bersamaan itu benar benar merepotkan ruang gerak dan ingin saya :3. Ok, si Muka Badak layak kena timpuk -_-
                Selepas ashar saya menuju aula Fakultas Hukum, bersama langkah malu malu dan tidak tahu diri. Membaur dengan panitia lain, tersapa dengan salam dan ‘wajah – wajah baru’ yang sejatinya lama saya amati dalam grup :v. H – 2 ini akan mengabarkan fiksasi acara, mengenai penanggung jawab tiap lini acara juga kegiatan pra acara dari sponsorship hingga relationship dengan pemateri, dari koordinator hingga moderator. Semua akan dipastikan hari ini, teknis teknis sederhana namun signifikan yang menentukan keberjalan acara. Lima belas menit seusai adzan magrib, rapat fiksasi acara ditutup doa kafaratul majelis.
                Jalanan kampus masih basah oleh hujan sedari ashar, meniadakan debu yang kadang beterbangan menyesakan nafas. Saya  melangkah kembali menuju Aula Fakultas Hukum. Menghampiri rekan rekan yang sudah sedari pagi membersamai persiapan untuk esok. H – 1 selalu meminta perhatian lebih dari seribu kali :v setidaknya  H – 1 adalah harapan agar semua fokus pada agenda esok. Kursi kursi itu telah tertata, bannerpun sudah terpasang, kardus kardus sponshorship dengan isi snack kering, kertas kertas, juga dengungan lagu penyemangat mengisi riuhnya persiapan. Aksi menggunting, menempel, membungkus, menggeser, menggangkat, mengelap, juga menyapu, mengudang peluh peluh untuk mengeluh. Sayangnya, mereka terlalu kuat untuk mengeluh, bahkan meski sudah dari pagi, meski hujan belum berhenti, meski pegal menjamah kaki, semua masih nampak semangat. Dan belum belum perasaan rindu berproses sedemikian lelahpun merebak. Saya terharu. :”)
                Pukul 01.23 WIB. Kami (Saya, Mbak Sita, dan Mbak Inayah) beranjak meninggalkan aula Fakultas Hukum. Meninggalkan jiwa jiwa yang sudah terbuai mimpi untuk disapa lebih dini esok pagi. Masih ada area stand yang wajib dirapikan, masih ada sound system yang harus disesuaikan, masih ada bungkusan snack yang wajib disalurkan, juga masih ada insan insan inspiratif yang harus dikabarkan kembali. Mengistirahatkan raga beberapa jam, menyiapkan tenaga untuk hari depan.
                05.15 WIB alarm itu berdering ketiga kalinya, dan ketiga kalinya pula saya tekan tombol ‘abaikan’ sebagai jawaban. :v Bukankah demikian nasib sebuah alarm? Abaikan atau matikan? :v Saya terlalu lembut untuk membunuh :v. Dan kami tergagap bangun! Terlambat lima belas menit dari jadwal bangun, menuaikan dua sebelum fajar juga dua wajib subuh, mandi hingga berpakaian rapi, kami siap menghampiri Aula Fakultas Hukum (lagi). Berdiri di koridor konsumsi, memadamkan kelaparan dan penjamin kesejahteraan umat acara bersama rekan Mega. Menyapa dan menyilahkan hadirin masuk, menyiapkan senyum manis anti diabetes dengan harapan setiap hadirin membawa manfaat sesuai acara, juga sesekali berkeliling area menyapa mereka yang bukan konsumsi :v.
                “Menyongsong Indonesia Inklusi” begitu label  yang dibawa dalam acara ini dengan pemilik panji Expo Gapai (Gerakan Peduli Indonesia Inklusi), Kamis, 19 Juni 2014 bertempat di Aula Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, resmi menjadi jembatan rencana guna menuju Indonesia Inklusi. Berawal dari ide sederhana beberapa insan peduli Inklusi (Pengurus GAPAI: Mas Sidiq, Mbak Sita, Mbak Inayah, Mas Wafa, mas Anam, Mas Heri, Mas Nyan dan Mas Arif) untuk membersamai insan insan istimewa membaur bersama dalam ruang pendidikan maupun penyetaraan hak lainnya.
                Membawa tema “Menyongsong Indonesia Inklusi” kegiatan kemanusiaan ini berhasil menggandeng rekan rekan deafable inpiratif juga tokoh tokoh masyarakat yang tak segan turun tangan dalam aksi kepedulian. Sebut saja Mukhanif Yasin Yusuf sebagai Ketua Umum Student Actifity Unit Of Deafable Care UGM, Abdullah Fikri.S.H.I sebagai Koordinator PLD (Pusat Layanan Difable) UIN Kalijaga akan menyampaikan Urgensi Inklusi di Perguruan Tinggi Indonesia. Kemudian merambah pada kepedulian di ranah nusantara, Drs. Subagya, M.Si (Kepala PSD (Pusat Studi Difabilitas) LPPM UNS. Drs. Mulyanto Utomo. M.Si selaku Redaktur Senior Harian Solopos serta Ibu Astuti Parengkuh selaku Kontributor Solider Orangtua Difable yang akan mengumandangkan Urgensi Inklusi Di Indonesia. Dengan Keynote Speaker Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret diharapkan mampu menyampaikan tujuan kegiatan, langkah kecil menuju Indonesia Inklusi.
                Panitiapun menawarkan ragam hiburan dari rekan deafable berupa Perfoming Art Personal (Mbak Mega), Sekolah Luar Biasa hingga grup musik istimewa Pijar Band yang berhasil menyabet rekor MURI dalam keterbatasan pandangnya mencerna ragam warna dunia. Tidak hanya itu karya karya dalam wujud product buatan insan istimewa ini pun telah turut meramaikan atmosfer Expo Gapai 2014 ini. Pun dengan sosialisasi komunitas peduli Inklusi Lainnya, (Gerkatin dan Volunteernya, IRT/RW, dll)
                Dan penegasan tindak kepedulian itu pun terikrarkan dalam sebuah Deklarasi Peduli Inklusi. Dua sesi seminar yang diharapkan mampu menginspirasi semua perengkuh keterbatasan, bahwa terbatasnya seseorang bukan sebab keterbatasan atau ketaklengkapan fisik insan tersebut, satu satunya yang membatasi adalah sugesti juga harapan diri. Mata menjadi tak berati ketika masih menatap dunia dalam kepesimisan, menggangap bahwa semua hal jauh dari makna keindahan. Kaki pun kian tak bermakna jika masih dijalankan dalam langkah keterpaksaan hingga lisan mengabarkan keluhan. Otakpun kehilangan fungsi jika masih tak mengamalkannya dalam lingkup nyata. Tanganpun hanya sebongkah tulang berlapis daging jika hanya digunakan untuk saling menuding dan menyalahkan. Dan telinga pun hanya aksesoris kepala jika masih untuk mendengar keburukan sesama.
                Bersama nampan nampan konsumsi di tangan, juga telinga yang saya paksakan dengar banyak suara, batin saya basah oleh hujan ilmu. Ya, serupa hujan lokal yang menerjang aula acara hingga menghasilkan sebuah tanya.
                Sejauh inskulisifisme kampus tempat saya belajar? Mengingat belum nampak hal signifikan dilaksanakan kampus menidaklanjuti paparan semangatnya dalam seminar seminar. Sebatas penyediaan jalur pejalan kaki juga berkursi roda kah? Lantas bagaimana jika di Netra ingin membaca? Adakah braile menyapa ruang baca kampus? Seberapa banyak? Lantas bagaimana dengan si Rungu yang ingin mendengar kabar laporan acara kampus yang mereka ikuti? Adakah isyarat itu menyambangi tatap siaran channel kampus?
                Sampai tahap apa lingkungan saya mengamalkan inklusifisme? Lebih dari sekedar jalan tanpa tangga untuk yang beroda, braille ramai di perpustakaan kota, isyarat tampil di media masa, sabar pangkat simetri lingkaran yang menjamah ruang didik ketrampilan rekan istimewa.
                Pun dengan apa yang sudah saya lakukan untuk mengamalkan inklusifisme? mengeja rangkaian huruf braile? Isyarat tangan? Atau baru sebatas membuat tulisan ini? Wallahu’alam. Hanya berharap akan ada nikmat sempat mengamalkan semua ilmu meski dari sebesar biji gandum.
                Dan menyongsong Indonesia Inklusi, ahh barangkali lebih tepatnya Mengembalikan Indonesia Inklusi. Bukankah inklusi adalah darah daging kita sebagai Indonesia? Bukankah ia telah menetap sangat lama sejak merdeka? Menduduki tahta dasar negara dalam lantunan “Bhineka Tunggal Ika”. Inklusi hanya diksi baru dalam perbendahraan kata, saudara seibu dari sebuah Bhineka Tunggal Ika. Apa yang harus dipandang beda dan sebelah mata ketika kita sama sama hidup di Indonesia? Apa  yang harus dipandang beda dan sebelah mata ketika kita sama sama diciptakan oleh Tuhan yang Esa? Bahkan dalam rencana Tuhan tak mengenal gagal, pun dengan penciptaan manusia :”)
    ^O^
                Lampu lampu jalan masih riuh oleh tajuk sinarnya. Menandai adanya peradaban diantara gulita. Bersama Bus Patas AC Surabaya – Magelang saya pulang ke asrama. Kembali pada jumat dengan satu deadline tugas kelompok. -_-. Ada rapalan yang tak henti berkumandang, ada banyak semoga atas sebuah harapan. Ini adalah puncak pertama, batu pijakan yang semoga kian menguatkan langkah. Semoga..ya semoga masih ada sempat membersamai mencapai puncak lain. Aamiiiin.
                Akhir kata mari tunaikan Salam Penyetaraan! ^_^
       
                                                              Warna - Warni Kita

     


















    Foto By Risa Rii Leon

  2. 0 comments: