Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Warna - Warni Kita
Foto By Risa Rii Leon
Minggu,
22 Juni 2014
Muka Badak! Brangkali demikian wujud
kehadiran saya dalam forum itu. Lebih dari tiga minggu proses kepanitiaan itu
berlangsung, sayangnya baru H-2 saya baru benar benar bisa membersamai lebih
dari sekedar mengupdate info di grup panitia. Jadwal rapat dan jadwal ngeles
yang bersamaan itu benar benar merepotkan ruang gerak dan ingin saya :3. Ok, si
Muka Badak layak kena timpuk -_-
Selepas ashar saya menuju aula
Fakultas Hukum, bersama langkah malu malu dan tidak tahu diri. Membaur dengan
panitia lain, tersapa dengan salam dan ‘wajah – wajah baru’ yang sejatinya lama
saya amati dalam grup :v. H – 2 ini akan mengabarkan fiksasi acara, mengenai
penanggung jawab tiap lini acara juga kegiatan pra acara dari sponsorship hingga
relationship dengan pemateri, dari koordinator hingga moderator. Semua akan
dipastikan hari ini, teknis teknis sederhana namun signifikan yang menentukan
keberjalan acara. Lima belas menit seusai adzan magrib, rapat fiksasi acara
ditutup doa kafaratul majelis.
Jalanan kampus masih basah oleh
hujan sedari ashar, meniadakan debu yang kadang beterbangan menyesakan nafas.
Saya melangkah kembali menuju Aula
Fakultas Hukum. Menghampiri rekan rekan yang sudah sedari pagi membersamai
persiapan untuk esok. H – 1 selalu meminta perhatian lebih dari seribu kali :v
setidaknya H – 1 adalah harapan agar
semua fokus pada agenda esok. Kursi kursi itu telah tertata, bannerpun sudah
terpasang, kardus kardus sponshorship dengan isi snack kering, kertas kertas,
juga dengungan lagu penyemangat mengisi riuhnya persiapan. Aksi menggunting,
menempel, membungkus, menggeser, menggangkat, mengelap, juga menyapu, mengudang
peluh peluh untuk mengeluh. Sayangnya, mereka terlalu kuat untuk mengeluh,
bahkan meski sudah dari pagi, meski hujan belum berhenti, meski pegal menjamah
kaki, semua masih nampak semangat. Dan belum belum perasaan rindu berproses
sedemikian lelahpun merebak. Saya terharu. :”)
Pukul 01.23 WIB. Kami (Saya, Mbak
Sita, dan Mbak Inayah) beranjak meninggalkan aula Fakultas Hukum. Meninggalkan
jiwa jiwa yang sudah terbuai mimpi untuk disapa lebih dini esok pagi. Masih ada
area stand yang wajib dirapikan, masih ada sound system yang harus disesuaikan,
masih ada bungkusan snack yang wajib disalurkan, juga masih ada insan insan
inspiratif yang harus dikabarkan kembali. Mengistirahatkan raga beberapa jam,
menyiapkan tenaga untuk hari depan.
05.15 WIB alarm itu berdering ketiga
kalinya, dan ketiga kalinya pula saya tekan tombol ‘abaikan’ sebagai jawaban.
:v Bukankah demikian nasib sebuah alarm? Abaikan atau matikan? :v Saya terlalu
lembut untuk membunuh :v. Dan kami tergagap bangun! Terlambat lima belas menit
dari jadwal bangun, menuaikan dua sebelum fajar juga dua wajib subuh, mandi
hingga berpakaian rapi, kami siap menghampiri Aula Fakultas Hukum (lagi).
Berdiri di koridor konsumsi, memadamkan kelaparan dan penjamin kesejahteraan
umat acara bersama rekan Mega. Menyapa dan menyilahkan hadirin masuk,
menyiapkan senyum manis anti diabetes dengan harapan setiap hadirin membawa manfaat
sesuai acara, juga sesekali berkeliling area menyapa mereka yang bukan konsumsi
:v.
“Menyongsong Indonesia Inklusi” begitu
label yang dibawa dalam acara ini dengan
pemilik panji Expo Gapai (Gerakan Peduli Indonesia Inklusi), Kamis, 19 Juni 2014
bertempat di Aula Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, resmi
menjadi jembatan rencana guna menuju Indonesia Inklusi. Berawal dari ide
sederhana beberapa insan peduli Inklusi (Pengurus GAPAI: Mas Sidiq, Mbak Sita,
Mbak Inayah, Mas Wafa, mas Anam, Mas Heri, Mas Nyan dan Mas Arif) untuk membersamai
insan insan istimewa membaur bersama dalam ruang pendidikan maupun penyetaraan
hak lainnya.
Membawa tema “Menyongsong Indonesia
Inklusi” kegiatan kemanusiaan ini berhasil menggandeng rekan rekan deafable
inpiratif juga tokoh tokoh masyarakat yang tak segan turun tangan dalam aksi
kepedulian. Sebut saja Mukhanif Yasin
Yusuf sebagai Ketua Umum Student Actifity Unit Of Deafable Care UGM, Abdullah Fikri.S.H.I sebagai
Koordinator PLD (Pusat Layanan Difable) UIN Kalijaga akan menyampaikan Urgensi
Inklusi di Perguruan Tinggi Indonesia. Kemudian merambah pada kepedulian di
ranah nusantara, Drs. Subagya, M.Si (Kepala PSD (Pusat Studi Difabilitas) LPPM UNS. Drs. Mulyanto Utomo. M.Si selaku
Redaktur Senior Harian Solopos serta Ibu Astuti
Parengkuh selaku Kontributor Solider Orangtua Difable yang akan
mengumandangkan Urgensi Inklusi Di Indonesia. Dengan Keynote Speaker Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, M.S. selaku
Rektor Universitas Sebelas Maret diharapkan mampu menyampaikan tujuan kegiatan,
langkah kecil menuju Indonesia Inklusi.
Panitiapun menawarkan ragam hiburan
dari rekan deafable berupa Perfoming Art Personal (Mbak Mega), Sekolah Luar Biasa
hingga grup musik istimewa Pijar Band yang berhasil menyabet rekor MURI dalam
keterbatasan pandangnya mencerna ragam warna dunia. Tidak hanya itu karya karya
dalam wujud product buatan insan istimewa ini pun telah turut meramaikan
atmosfer Expo Gapai 2014 ini. Pun dengan sosialisasi komunitas peduli Inklusi
Lainnya, (Gerkatin dan Volunteernya, IRT/RW, dll)
Dan penegasan tindak kepedulian itu
pun terikrarkan dalam sebuah Deklarasi Peduli Inklusi. Dua sesi seminar yang
diharapkan mampu menginspirasi semua perengkuh keterbatasan, bahwa terbatasnya
seseorang bukan sebab keterbatasan atau ketaklengkapan fisik insan tersebut,
satu satunya yang membatasi adalah sugesti juga harapan diri. Mata menjadi tak
berati ketika masih menatap dunia dalam kepesimisan, menggangap bahwa semua hal
jauh dari makna keindahan. Kaki pun kian tak bermakna jika masih dijalankan
dalam langkah keterpaksaan hingga lisan mengabarkan keluhan. Otakpun kehilangan
fungsi jika masih tak mengamalkannya dalam lingkup nyata. Tanganpun hanya
sebongkah tulang berlapis daging jika hanya digunakan untuk saling menuding dan
menyalahkan. Dan telinga pun hanya aksesoris kepala jika masih untuk mendengar
keburukan sesama.
Bersama nampan nampan konsumsi di tangan,
juga telinga yang saya paksakan dengar banyak suara, batin saya basah oleh
hujan ilmu. Ya, serupa hujan lokal yang menerjang aula acara hingga
menghasilkan sebuah tanya.
Sejauh inskulisifisme kampus tempat
saya belajar? Mengingat belum nampak hal signifikan dilaksanakan kampus
menidaklanjuti paparan semangatnya dalam seminar seminar. Sebatas penyediaan
jalur pejalan kaki juga berkursi roda kah? Lantas bagaimana jika di Netra ingin
membaca? Adakah braile menyapa ruang baca kampus? Seberapa banyak? Lantas
bagaimana dengan si Rungu yang ingin mendengar kabar laporan acara kampus yang
mereka ikuti? Adakah isyarat itu menyambangi tatap siaran channel kampus?
Sampai tahap apa lingkungan saya
mengamalkan inklusifisme? Lebih dari sekedar jalan tanpa tangga untuk yang
beroda, braille ramai di perpustakaan kota, isyarat tampil di media masa, sabar
pangkat simetri lingkaran yang menjamah ruang didik ketrampilan rekan istimewa.
Pun dengan apa yang sudah saya
lakukan untuk mengamalkan inklusifisme? mengeja rangkaian huruf braile? Isyarat
tangan? Atau baru sebatas membuat tulisan ini? Wallahu’alam. Hanya berharap
akan ada nikmat sempat mengamalkan semua ilmu meski dari sebesar biji gandum.
Dan menyongsong Indonesia Inklusi,
ahh barangkali lebih tepatnya Mengembalikan Indonesia Inklusi. Bukankah inklusi
adalah darah daging kita sebagai Indonesia? Bukankah ia telah menetap sangat
lama sejak merdeka? Menduduki tahta dasar negara dalam lantunan “Bhineka
Tunggal Ika”. Inklusi hanya diksi baru dalam perbendahraan kata, saudara seibu
dari sebuah Bhineka Tunggal Ika. Apa yang harus dipandang beda dan sebelah mata
ketika kita sama sama hidup di Indonesia? Apa
yang harus dipandang beda dan sebelah mata ketika kita sama sama
diciptakan oleh Tuhan yang Esa? Bahkan dalam rencana Tuhan tak mengenal gagal,
pun dengan penciptaan manusia :”)
^O^
Lampu lampu jalan masih riuh oleh
tajuk sinarnya. Menandai adanya peradaban diantara gulita. Bersama Bus Patas AC
Surabaya – Magelang saya pulang ke asrama. Kembali pada jumat dengan satu
deadline tugas kelompok. -_-. Ada rapalan yang tak henti berkumandang, ada
banyak semoga atas sebuah harapan. Ini adalah puncak pertama, batu pijakan yang
semoga kian menguatkan langkah. Semoga..ya semoga masih ada sempat membersamai
mencapai puncak lain. Aamiiiin.
Akhir kata mari tunaikan Salam
Penyetaraan! ^_^
Warna - Warni Kita
Foto By Risa Rii Leon
0 comments:
Post a Comment