Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Senin, 23 Juni 2014

                Masih mengemban judul sama “Mahasiswa Pengangguran Nyari Kegiatan”, saya menyusup dalam lingkaran anak anak SIM UNS, mengikuti jejak mereka untuk bermalam di sebuah atmosfer pendidikan. Setidaknya keikutsertaan saya tak serta merta sebab aksi penyusupan ini :P ada sebuah pamflet beredar bebas di beranda sosial saya :D Membawa jargon “Sejenak Menatap Sungai” saya percaya undangan itu dibuka untuk umum :D
                Berenam motor kami berangkat selepas menggugurkan tiga rekaat magrib dan meredam kelaparan di warung Mbok Warni. Perjalanan memakan waktu satu jam lebih, bukan sebab tempat yang begitu jauh, hanya saja di tengah perjalanan kami sempat terpencar dan harus saling menunggu untuk kembali utuh. Sembari menanti kamipun melunasi isya dalam empat rekaat berjamaah. Melanjutkan perjalanan menuju pondok ilmu belajar.
    ^O^
                Dalam radius satu lima ratus meter hidung saya mencerna sebuah wangi khas. Semacam pengawetan kayu dengan luluran pernis, pun dengan usia kayu yang telah bersenyawa dengan udara. Sepertinya memang banyak pengusaha kayu di daerah ini. Gondangsari, Juwiring, Klaten.
                Dan bersama detak waktu pukul sepuluh malam kami tiba. Di sambut oleh riuh anak anak yang berkolaborasi dengan kobaran bara serta aroma jagung. Menyapa beberapa dari mereka, saya sepintas lalu menatap sekitar. Ah ya, saya teringat sosok Alice. :D Saya merasa terjatuh ke dalam lubang kelinci, tanpa harus meminum cairan pengecil ataupun makan roti pembesar saya telah masuk dalam istana Ratu Merah. Hanya saja, istana Ratu Merah telah bermetamorfosa menjadi ladang Rapunzel. Pasukan Ratu Merah pun menjelma menjadi bocah bocah kelebihan energi yang pukul sepuluh malam belum memeluk gulingnya :3
                Membiarkan bocah bocah itu menyalurkan energi bersama bongkahan jagung, langkah kami tertuntun untuk memasuki sebuah forum. Menilik dari penampilan dan pembahasan forum tersebut, yakinlah bahwa kami memasuki ranah kelas orangtua. Menyimak tiap dialog juga slide presentasi, kami memilih diam dan tak banyak cakap. Saya percaya, nanti ada masanya untuk menyerbu seorang di sana dengan banyak tanya. Setidaknya beliau harus bertanggung jawab kepada semua tanya yang beranak pinak dalam benak saya :3
                Tentang kegiatan macam apa ini? Mengajak orang tua berbincang sementara membiarkan anak anak riuh hingga tengah malam?
                Tempat belajar macam apa ini? Menyusupkan dunia Rapunzel dalam susunan kayu yang katanya sebagai area ilmu?
                Nyaris satu jam kami menyimak sembari menahan diri untuk tidak banyak tanya. Setidaknya kami belajar untuk sedikit tahu diri, bahwa forum ini bukan ranah untuk menjawab kepenasaran sekelompok mahasiswa yang pastinya sudah pernah ditanyakan banyak mahasiswa sebelum kami.
    ^O^
                Sekali pandang dia tidak jauh berbeda dengan bapak bapak pada umumnya. Dengan pakaian resmi bapak bapak rumah tangga berupa sarung, kemeja longgar dengan beberapa kancing atas di bebaskan dari kekang, rambut tak tumbuh merata di kepala, juga sebaris kumis yang tetap di singgasannya, demikian deskriptif sekali pandang sosok tersebut. Orang sekitar menyapanya dengan panggilan Pak Yudi. Itu jika sekali pandang, namun jika kamu memandangnya sekali dan diselingi cuap cuap pendidikan, nahh nampaklah wujud asli sosok cadas dibalik cover sederhana itu.
                Beliau mengaku hanya tukang kayu yang prihatin dengan muramnya wajah pendidikan Indonesia. Sikap keprihatinan yang terwujud dalam tindak peduli membangun lahan dan menyihirnya menjadi wonderland a la Kakek Gepeto. :v Yups, saya baru benar benar sadar sejauh paragraf ini. Bahwa beliau serupa dengan Kakek Gepeto :D Yeay!
                Ingat bukan? Bagaimana Kakek Gepeto si Pengrajin Kayu itu memberikan jiwa untuk sebongkah kayu yang ia cinta sepenuh hidupnya. Selama ini kayulah yang menghidupinya, membuat asap dapurnya tetap mengepul, hingga suatu saat ia berniat untuk menghidupkan kayu. Ya, menghidupkan sesuatu yang menghidupinya. Dengan semboyannya Kakek Gepeto abad milenia “ Membangun dari bawah, merombak dari atas ” ia mulai membekali kayu kayu itu dengan jiwa pebelajar. Membuat Pinokio bernyawa.
                Hijaunya sawi sawi di lahan sekolah, penuhnya buku buku di perpustakaan dengan tulisan tangan, jahe jahe yang ramai bergerombol, juga maraknya aksi empati satu sama lain adalah wujud nyata dari terjiwainya kayu kayu itu. Iya sayang, kayu kayu itu adalah anak anak yang katanya penerus bangsa itu. Manisnya surat tujuan dan fungsi pendidikan dalam perundang-undangan nyata tak sejalan dengan manisnya dunia pendidikan yang malah menjadi sangat miris. Pendidikan formal, khususnya sekolah formal, faktanya hanya menghasilkan manusia manusia boneka, penghafal tanpa amal. Paham benar satu ditambah satu itu dua, namun lupa pada probabilitas lainnya. Bahwa satu tambah satu tidak selalu dua, namun jauh dari satu ada dua puluh tujuh sebagai jawaban satu ditambah satu. *IfYouKnowWhatIMeant. Pun dengan pemaknaan ikhlas, sejak kapan ikhlas begitu renyah dikumandangkan dalam jawaban “Iya Bu saya ikhlas kok?” bahkan dalam Al-Ikhlas tak selarikpun ada kata ikhlas.
                Kamu masih butuh bukti bahwa anak-anak sekolah sekarang tak jauh berbeda dengan bonek kayu tanpa nyawa? Ayolah, ingat bagaimana kita dulu harus menghafalkan materi ujian bahkan saat saya belum paham makna dari apa yang saya hafalkan. -_- Ingat bagaimana kita menghafalkan jumlah simetri dari tiap bangun datar tanpa tahu bagaimana simetri itu terbentuk? Ingat bagaimana kita sibuk menghafalkan proses deduksi dan induksi perpindahan panas tanpa kita pernah tahu bagaimana proses itu berjalan? Ingat bagaimana senangnya kita saat pelajaran olah raga itu ada dijadwal kita, kelas bebas kita mencoba apapun tanpa harus menghafalkan. Kita tak butuh hafal berapa derajat sudut jitu untuk melempar bola kasti agar mampu mengantar kita pada home run. Kita tak butuh hafal seberapa besar energi yang dibutuhkan untuk melompati kayu lompat tinggi. Kita hanya perlu melakukan tanpa takut kesalahan. Ahhh bagi saya mengalami sendiri selalu lebih efektif untuk paham materi dibanding kita memandang saja. :P
                Masih belum cukup? Ingat bagaimana lowongan tentor bimbingan belajar itu menjamur di papan papan pengumuman kampus? Dengan kualifikasi sedemikian rupa, mereka diharuskan mampu mencetak bocah bocah hafal materi, bocah bocah pemilik ranking di kelas. Bocah bocah korban keegoisan orang tua, pemerahan masa perkembangan anak. -_- menyeragamkan kecerdasan hanya dalam kemampuan logika, aljabar, hingga dialektika :3 Dudek! Korban dari Perkembangan Anak adalah Kompetisi =,= menutup mata bahwa setiap anak memiliki tahap perkembangannya masing masing, menutup mata bahwa setiak anak istimewa dengan potensinya.
                Iya, hal tersebut masih bergantung pada pola asuh serta pribadi masing masing. Tak jarang kok orang yang berempati tinggi dan baik baik saja dalam berprestasi. Banyak pula yang berhasil dengan sekolah formalnya tanpa harus menjadi boneka orang tua. Tapi berapa persen dari jumlah keseluruhan anak didik di negeri tercinta ini?
                Dan mengenai ketimpangan presentase tersebut Sekolah Alam Bengawan Solo yang kemudian saya sebuat SABS beralamat di Panjangan Rt/Rw: 01/01 Gondangsari, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah hadir. SABS adalah sekolah alam pertama yang saya kunjungi dan saya kuliti dalam obrolan dengan si pendiri meski konsep sekolah alam sendiri sudah pernah saya dengar dari Om Dik Doank dkk. Membawa kata beda dengan sekolah alam lainnya, ada semacam spesifikasi pengembangan potensi di sini. Melalui sistem pendidikan sekolah alam yang masih berlandas pada UU No 20 tahun 2003 Bab II Tentang Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan beliau mengajak peserta didik untuk melakukan upaya pembiasaan dalam sebuah perilaku sehingga mengakar menjadi sebuah karakter/kepribadian/watak. Sebab pendidikan ialah tentang membangun peradaban, bukan proses penyeragaman budaya dan potensi. -_-

    BAB II
    DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
    Pasal 2
    Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945.
    Pasal 3
    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
    serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
    bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
    yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
    berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
    bertanggung jawab.
                Dan delapan karakter yang diam diam disisipkan melalui keragaman kegiatan mereka adalah:
    1.      Cinta Kebenaran dengan wujud sikap jujur, adil, juga amanah.
    2.      Kekuatan Kehendak dengan wujud sikap optimis, inisiatif, tegar, bersungguh – sungguh, juga disiplin.
    3.      Ambisi tinggi dengan wujud sikap berprestasi, dinamis, pun menjaga kehormatan.
    4.      Kesabaran dengan wujud sikap tenang, lembut, konsisten, santun, dan menjaga rahasia.
    5.      Rasa Kasih Sayang dengan wujud sikap pemaaf, empati, penolong, serta berbakti.
    6.      Naluri sosial dengan wujud sikap persatuan, bersih hati, menutup aurat dan berbudaya malu.
    7.      Cinta Sesama dengan wujud sikap berbuat baik dan persaudaraan.
    8.      Kedermawanan dengan wujud sikap pemurah, hormat, mendahulukan orang lain.

    Kedelapan karakter yang terwujud dalam beberapa kegiatan sarat makna semisal kegiatan Rabu Legi yang mengajak anak menjajakan produk kreatif mereka. Tak melulu soal laba dan rugi, namun lebih mengajak anak untuk berani mencoba dan percaya pada buah kreatifnya bisa diterima lingkungan. Kemudian Green Lab, agenda bercocok tanam yang mengajak anak untuk tidak lupa bahwa selain nenek moyang seorang pelaut, juga ada kakek moyang seorang petani. Bahwa Indonesia tak hanya maritim namun juga agraris. Pun kegiatan Bermain Permainan Tradisional yang menstimulus perkembangan psikomotor anak, meningkatkan kinestetik agar lincah melangkah. (Saya pernah membahas ini di sini). Masih dalam rangka pembiasaan, PR merekapun tak berupa soal soal bernomor banyak dan berjawaban rumit. PR mereka adalah catatan amal yaumi mereka dalam rangka membantu orang tua. Ahh manis sekali. Tak hanya persoalan akademik dan pengembangan potensi namun juga mensinergikan pendidikan formal dengan pendidikan informal.
    ^O^
    Dan aksi flash freeze mob: Save Bengawan Solo #sabsfest02 mendekatkan saya dengan manisnya tingkah mereka. :”) Merapal beberapa nama yang dengan penuh perjuangan saya hafalkan :v Sati, Cikal, Lita, Fergy, Bening, Anis, Umi, Ihsan, huwaaa saya belum hafal benar rupanya :3. Satu jam lebih kami berada di tepi jalan, menggelar karya tangan atas nama penyelamatan kebeningan sungai Bengawan Solo ini. Aksi sederhana untuk saling mengingatkan sesama, bahwa manusia adalah khalifah. Makhluk ciptaan termulia yang wajib menjaga semesta. :”)
    Jingga ufuk timur mengantar kepulangan kami dengan rutinitas mahasiswa. Mengaminkan harap untuk dapat berkunjung kembali pun dengan menimba ilmu dari Kakek Gepeto :”) Semoga ada kelak saya di sana. Aamiiin.
    ^O^















      Foto By Risa Rii Leon

  2. 0 comments: