Rss Feed
  1. Lets Play Together!

    Tuesday, 4 March 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Kamis, 27 Februari 2014

                Lets Play Together! :D
                Just share your memoreable play event on your childhood, please! :”)
               
    Lumayan berfikir keras untuk menyeleksi permainan paling berkesan, mengingat semua permainan yang saya lakukan diwaktu kecil masih mengendap segar di memori. Terlalu sayang untuk terlupa. Dan setelah melalui seleksi yang cukup panjang juga menyita banyak waktu, terpilihlah “Petak Umpet” menjadi pemenangnya. Permainan sederhana penyumbang bahagia yang akan saya ceritakan.
                Diawali dengan pembuatan sebuah lingkar cukup besar, lalu dengan jarak kira kira satu hingga tiga meter untuk dibuatkan garis seratus delapan puluh derajat (garis lurus), juga susunan pecahan getheng di tengah garis lingkar. Kemudian satu persatu pemain melemparkan gachoan.nya, kalau jaman saya itu terbuat dari pecahan gentheng (kalau semakin pipih dan agak cembung bisa tepat sasaran mendaratnya). Dalam proses pelemparan gacho tersebut, usahakan agar gachoan kita itu tidak keluar dari garis lingkar yang telah dibuat. Pemain dengan gacho (di luar lingkar) dan terjauh atau terdekat (di dalam lingkar) dari garis lingkar akan diamahi untuk menjaga agar susunan pecahan gentheng itu tetap tersusun di singgasananya serta mencari rekan rekannya yang telah melesat mencari tempat persembunyian. Yups, pemain tersebut resmi menjadi sosok penjaga sekaligus pencari, menjaga menara pecahan gentheng dari serangan musuh musuh tak terduga, dan mencari para musuh yang masih bersembunyi. Haha harus memiliki strategi jitu disini. Jika menara tersebut roboh oleh pemain yang bersembunyi tanpa sepengetahuan si pemain jaga, tetaplah pemain jaga bertugas menyusun, menjaga, dan mencari kembali pemain lainnya, namun jika pemain yang jaga berhasil menjaga berdirinya menara hingga semua pemain yang bersembunyi tertemukan, maka permainan diulang kembali seperti yang saya tuturkan di awal.
                Petak Umpet dengan bahasa kerennya di tempat saya (Ambal, Kebumen) Umpet – umpetan, di Solo delikan, di Gombong Kebumen dul dulan, di Cilacap galipo, bukan semata tawa bahagia saat berkumpul bersama rekan sebaya, bukan semata sebab menang kalah, bukan semata pula tentang gachoan tepat ndarat, tapi melalui petak umpet ini, saya menemukan sebuah room X. :D Sebuah ruang imaji yang mengantarkan saya pada dunia dibalik cermin, melihat sosok rekan rekan sebaya tanpa mereka melihat saya, lalu saya akan muncul ketika mereka telah menyerah menanti saya diketemukan. :D Tempat rahasia inilah yang membuat petak umpet menjadi begitu mengesankan bagi saya. tidak serahasia agen FBI sih sebenarnya, sebab kulit saya yang kelam mendukung dimanapun saya bersembunyi. Mayoritas kami bermain seusai ngaji di langgar atau kala bulan penuh, jikapun siang kami biasanya main di kebun dengan banyak pohon, jadi sisi gelap bayang benda itulah yang berpadu dengan gelap kulit saya sehingga menyulitkan rekan rekan menemukan saya. Dan perlu dicacat, begini begini saya pernah memiliki sejarah menjadi makhluk termini diantara teman teman saya (ya iyalah, mainnya aja sama mbak dan mas kompleks rumah) haha.
                Hari itu benar benar melesat ke era sembilan puluhan, membiarkan diri terhisap memori canda ala bocah sederhana namun bahagia tanpa gadget, tanpa remote control, tanpa tv kabel, bahkan tanpa balon aneka bentuk dan aneka warna. Kami (rekan rekan saya era 90an) telah cukup bahagia dengan sebuah kebun lapang dengan rindangnya tanaman sebagai markas besar jaringan tersembunyi (petak umpet). Lumpur lumpur liat basah perangsang motorik halus dan pewujud aneka bentuk hewan, kendaraan, hingga
    benda abstrak lainnya (main lumpur, rumah rumahan). Tangan tangan yang saling bertepuk dalam irama domikado atau miami (miami, domikado, tong tong bolong). Untaian karet yang saling bersambung dan menginstruksikan untuk melompat dalam hitungan hingga tiga puluh jenis lompatan (lompat tali, gudril). Garis garis persegi hingga setengah lingkaran yang menuntut kami melompat tanpa menginjak garis dengan tiket sebundar pecahan genteng (Engklek, sura manda, taplak gunung, gobak sodor). Susunan pecahan genteng yang terjatuh sebab gelindingan bola plastik bekas (ultrakol). Berpuluh batu batu kecil yang kami sebar kemudian kami ambil melalui proses melempar satu batu keudara dan mengambil batu lain diwaktu bersamaan dan siap menangkap batu yang diudara (gatheng, bekelan) atau sekedar melempar batu di area yang ditentukan lalu mengambil lagi tanpa menggerakkan batu yang lain (malingan). Tak ketinggalan membuat ragam menu spesial dari tanah, irisan daun mangkok, tali putri, juga ragam kembang taman lainnya dalam sebuah gubuk yang disebut rumah rumahan, berbagi peran menjadi sosok ayah, ibu, dan anak, dengan sebelumnya mengadakan moment manten mantenan. Juga cukup bahagia dengan potongan kertas dengan bentuk avatar manusia super imut dan cantik yang dilengkapi guntingan guntingan banyak baju baju ala nonya nyonya kaya, bungkus rokok dan pasta gigi sebagai dinding pembatas wilayah, bungkus korek api sebagai lemari pakaian, kursi kursi kertas buatan sendiri juga aneka perabot indah khayalan kami (mini minian, bongkar pasang). Kami telah cukup bahagia dengan semua itu. Sungguh!
                Benarkah?
                Tentu saja benar, kami benar benar bahagia. Meski kadang tangis sempat membuncah, kecewa sempat tersirat, marah kadang menyerang, namun kami tetap mampu mencerna semuanya dalam bungkus tawa, bahagia sebab kebersamaan cengkrama rekan sebaya. Bagi kami, bermain adalah tentang menikmati moment bersama banyak rekan, bercengkrama, atau sekedar berlarian mengejar anak angin. Paham benar tentang makna sebuah bahagia, menikmati moment, mensyukurinya penuh ceria.
                Lantas kemanakah ragam permainan penyumbang tawa itu? Punahkah bersamaan dengan hilangnya dinosaurus di peredaraan makhluk hidup? atau menguap sebab panasnya arus globalisasi yang dengan ramahnya mengajak anak memiliki dunia di genggamannya?
                Mereka, permainan permainan itu, tidak menghilang, tidak musnah, apalagi punah, mereka hanya sedang diam. Menunggu tersampaikan kembali, menuggu ditemukan kembali. Layaknya saya yang menunggu ditemukan pemain lainnya, mereka pun demikian. Menunggu ditemukan, untuk kemudian terangggap ‘ada’ kembali. Sebab nyatanya, meski arus globalisasi dan kemajuan IT kian deras, meski tanah tanah lapang kian berkurang, meski orang orang tua jarang mengajarkan, sejatinya anak anak tetap bermain. Anak anak tetap berkembang sesuai tahap perkembangannya, orang tua tetap menyediakan ragam fasilitas pendukung perkembangan anak, dari mainan hingga media pembelajaran. Sayangnya ragam mainan itu, banyaknya media pembelajaran itu, banyak tersedia di toko, mudah ditukar dengan lembaran lembaran rupiah atau dolar. Kemudahan yang lagi lagi melenakan.
                Tidak dipungkiri, softfile games games edukatif telah beredar di gadget gadget anak anak. Orang tua kian cerdas memilihkan mainan untuk anak mereka. Kognitif, psikomotorik, juga linguistik anak juga cukup berkembang dengan games games tersebut. Sayangnya, raga mereka tak lagi setangguh kita. Anak anak terlalu dilindungi oleh atap permainan maya, bermain air tapi tak basah, bermain api tapi tak panas, terpeleset tapi tak lecet, terjungkal tapi terpingkal. Dan saat kaki mereka menginjak lumpur, kuku menghitam kena tanah, terguyur hujan, berkeringat atau kepanasan bisa demam dua hari. Hmmm
                Petak umpet, gobak sodor, engklek, gatheng, gundu, gangsing, panggal, dakon, lompat tali, suro manda, layangan, dan seabrek permainan tradisi (era 90an) lainnya, sungguh tak semata mengajarkan tentang sportifitas, kerjasama, strategi, kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, dan ragam sifat positif lainnya, mereka juga mengajarkan bagaimana bermain dengan alam. Menyatu dengan atmosfer semesta tanpa embel embel harga uang. Ayolah, permainan permainan itu secara tidak langsung akan menuntun raga untuk beradaptasi dengan alam. Mengenal ragam resiko dan problem solving dengan lebih real (nyata).
                Jadi, tanpa menyalahkan siapapu atau apapun, saya hanya ingin mengajak bermain petak umpet :D Ayoo temukan permainan permainan masa kecil kalian. Di sudut sudut kerajaan kenangan kalian. Jika sudah ditemukan, ajak adik adik kecil itu mengenal mereka, salurkan kebahagiaan kita dulu pada mereka. Sejenak meletakkan flappybird, joystick, dan gadget lainnya. Men.sut down gadget sebentaaaar saja :D
     

  2. 0 comments: