Rss Feed
  1. Menyampah di Dunia Maya Itu.....

    Saturday 22 March 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Jumat, 17 Januari 2014
    Berapa luas dunia maya itu? Tak ada yang tahu pasti. Bahkan untuk bentuknyapun tak ada yang tahu. Bisa jadi sebuah persegi maha luas dengan lapang kisaran 1milyar hektar x i milyar hektar, atau persegi kecil serupa ubin rumah kita. Wallahu alam. Bagi saya dunia maya adalah keluasan dan kesempitan yang bersamaan.
                Menjadi sangat luas, ketika keberadaan akun maya kita tak terdeteksi SEO manapun. Kita akan berkelakar seperti apapun tak ada yang mendengar atau melihat. Di sisi lain menjadi sangat sempit, ketika keberadaan akun maya kita terdeteksi dalam jentikan jari SEO. Berbisik, melirik, berkicau atau bergerak satu centi saja sudah mengundang banyak pandang dan suara. Ya, ini tentang eksistensi di dunia maya.
                Beberapa hari lalu saya sempat ditegur oleh seorang rekan. Mengapa? Sebab saya mengumbar kegalauan saya. Mempostingnya dalam puluhan status Facebook dan post Tumblr. Mengicaukan hal serupa di twitter, juga media lainnya. Sungguh, saya sadar se sadar sadarnya bahwa akan tiba masanya semua sampah kegalauan saya itu akan mengaroma di udara, terbaca seseorang yang mungkin bersangkutan. Tapi, bersamaan dengan kesadaran saya tersebut saya sedang menunjukkan bahwa saya manusia, bukan dewa. -,- Seorang manusia yang juga memiliki amarah, kecewa, sakit, juga segala rasa negatif. Tak semata Risa yang terlihat rekan lainnya, yang diklaim sebagai si Semangat Berlebih. -,- Saya hanya sedang mencoba menyalurkannya. Berteriak dalam alinea. Dan saat itulah saya menganggap akun maya saya adalah setitik bintang di samudra andromeda. Di langit yang maha luas itu, pernahkah kamu memperhatikan bintang kecil yang sinarnya tampak redup? Jangan naif, -,- pasti yang dilihat yang paling terang. :D dalam lingkup ruang yang luas, sempatkah kamu memperhatikan keseluruhan ruang?
                Dan akhirnya menyampah di dunia maya akan menjadi lumrah saat dunia nyata tak lagi ramah. :3 ketidakramahan yang terwujud dalam sikap ketakacuhan sesama. Penuntutan pada status sosial sebagai tokoh ternama. Semua ketidakramahan yang berujung pada hal tidak memanusiakan manusia, memangkas hak sebagai seorang individu merdeka. Yang harus ini lah itulah sebab inilah itulah #Duh! Menjadi tokoh ternama, kadang masyarakat lupa bahwa mereka juga manusia :v Sayangnya menjadi tokoh ternama tak boleh lupa mereka telah dipandang banyak mata, dan diharap jadi panutan sesama. :). Terlepas dari ternama atau tidaknya seorang manusia, setidaknya dengan curhat dan bergalau ria di sosial media, kita akan menghemat kertas. Tak perlu menodai kesucian kertas dengan ragam amarah dan kecewanya kita. Tak perlu menodai pengorbanan pohon untuk menjadi selembar kertas. :D Curhatan kita yang berlayar layar atau berslide slide barangkali akan menghemat satu pohon, menyelamatkannya agar tidak ditebang toh semua diksi masih layak baca semua usia :D
     

  2. 0 comments: