Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Berapa luas dunia maya itu? Tak ada
yang tahu pasti. Bahkan untuk bentuknyapun tak ada yang tahu. Bisa jadi sebuah
persegi maha luas dengan lapang kisaran 1milyar hektar x i milyar hektar, atau
persegi kecil serupa ubin rumah kita. Wallahu alam. Bagi saya dunia maya adalah
keluasan dan kesempitan yang bersamaan.
Jumat,
17 Januari 2014
Menjadi sangat luas, ketika
keberadaan akun maya kita tak terdeteksi SEO manapun. Kita akan berkelakar
seperti apapun tak ada yang mendengar atau melihat. Di sisi lain menjadi sangat
sempit, ketika keberadaan akun maya kita terdeteksi dalam jentikan jari SEO.
Berbisik, melirik, berkicau atau bergerak satu centi saja sudah mengundang
banyak pandang dan suara. Ya, ini tentang eksistensi di dunia maya.
Beberapa hari lalu saya sempat
ditegur oleh seorang rekan. Mengapa? Sebab saya mengumbar kegalauan saya.
Mempostingnya dalam puluhan status Facebook dan post Tumblr. Mengicaukan hal
serupa di twitter, juga media lainnya. Sungguh, saya sadar se sadar sadarnya
bahwa akan tiba masanya semua sampah kegalauan saya itu akan mengaroma di udara,
terbaca seseorang yang mungkin bersangkutan. Tapi, bersamaan dengan kesadaran
saya tersebut saya sedang menunjukkan bahwa saya manusia, bukan dewa. -,-
Seorang manusia yang juga memiliki amarah, kecewa, sakit, juga segala rasa
negatif. Tak semata Risa yang terlihat rekan lainnya, yang diklaim sebagai si
Semangat Berlebih. -,- Saya hanya sedang mencoba menyalurkannya. Berteriak
dalam alinea. Dan saat itulah saya menganggap akun maya saya adalah setitik
bintang di samudra andromeda. Di langit yang maha luas itu, pernahkah kamu
memperhatikan bintang kecil yang sinarnya tampak redup? Jangan naif, -,- pasti
yang dilihat yang paling terang. :D dalam lingkup ruang yang luas, sempatkah
kamu memperhatikan keseluruhan ruang?
Dan akhirnya menyampah di dunia maya
akan menjadi lumrah saat dunia nyata tak lagi ramah. :3 ketidakramahan yang
terwujud dalam sikap ketakacuhan sesama. Penuntutan pada status sosial sebagai
tokoh ternama. Semua ketidakramahan yang berujung pada hal tidak memanusiakan
manusia, memangkas hak sebagai seorang individu merdeka. Yang harus ini lah
itulah sebab inilah itulah #Duh! Menjadi tokoh ternama, kadang masyarakat lupa
bahwa mereka juga manusia :v Sayangnya menjadi tokoh ternama tak boleh lupa
mereka telah dipandang banyak mata, dan diharap jadi panutan sesama. :).
Terlepas dari ternama atau tidaknya seorang manusia, setidaknya dengan curhat
dan bergalau ria di sosial media, kita akan menghemat kertas. Tak perlu menodai
kesucian kertas dengan ragam amarah dan kecewanya kita. Tak perlu menodai
pengorbanan pohon untuk menjadi selembar kertas. :D Curhatan kita yang berlayar
layar atau berslide slide barangkali akan menghemat satu pohon,
menyelamatkannya agar tidak ditebang toh semua diksi masih layak baca semua usia :D
0 comments:
Post a Comment