Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Senin, 16 Desember 2013
Senja
senin ini hadir tanpa jingga secuilpun, malah nampak tanpa warna. Aiisshh
berani sekali menggantikan jingga dengan kelam warna abu dan rinai sepi bersama
langkah tertatih saya menuju sebuah kedai nasi goreng kesayangan.
` “Mas, nasi goreng mawut satu sama teh
anget ya. Makan sini.” Pesanku pada chef kedai dan terbalas jempol serta senyum
khas masnya.
^O^
Menyecap manis gula didasar gelas
teh hangat bersama kumandang adzan magrib, resmilah saya berpuasa -,- lalu menyecap pahit yang sedari pagi mengendap di
lidah belakang, sadar betapa bodoh bin pelupanya saya. Berpuasa saat hari
pertama! Betapa terkadang ingatan memang tak adil, terlalu sibuk mengingat hal
luar diri hingga lupa yang di dalam. Kyaaaaaaaaaaaaaaaa!!! Saya siap meledak. I
wanna break free!!
Menatap menu pesanan lima belas
menit lalu, saya menyendoknya satu persatu pelan. Seolah setiap suapan adalah satu jam
lalu yang kembali.
Suapan pertama hingga kelima,
pembiasan grogi nasional sebab sebuah mata kuliah yang mengharuskan saya
memposisikan diri sebagai seorang guru kelas sendirian, lalu mengimajinasikan
delapan rekan sebaya saya adalah delapan anak usia dini yang sangat manis bin
menggemaskan ddengan tingkahnya, juga menghilangkan pandang pada banyak mata
penuh kritis diluar kelas (observer, penonton, juga tentu Ibu Dosen tersayang).
Grogi nasional yang sukses membuat keringat dingin. Seolah tak pernah mengajar
saja pfffff. Bahkan bertemu denganmu pun tak pernah segrogi ini -,-.
Suapan kelima hingga sebelas, luapan
kecewa yang menyesakkan sebab sebuah waktu yang tak terkejar. Sebuah portal
info beasiswa fakultas (menyambung pendidikan hingga semester tujuh setidaknya
-,-) yang ter update pagi dengan deadline pukul 13.00 siang itu juga, sementara
saya masih berkutat dengan micro. Serupa kebijakan tak bijak yang terpublish
hanya untuk yang dekat *sementara kampus saya jauh dari pusat -,- Mendatanginya
dengan nafas terengahpun hanya meninggalkan sesak yang pecah bersama tangis
dalam sebuah peluk. Kebodohan kedua hari ini.
Suapan keduabelas hingga tak
berbekas, merenda perjalanan di tepi jendela bersama laju Atmo. Membiarkan diri
terbawa arus menarik penumpang sepanjang Kleco-Palur-Kleco. Lantas menyesapi
kepindahan kepindahan dari satu halte ke halte lain. Menyesapi satu perkara ke
perkara lain, satu keadaan kepada keadaan lain, satu cerita menuju cerita lain,
satu peristiwa untuk peristiwa lain. Ya, hidup terkadang tentang kepindahan.
Dipaksa untuk pindah, memaksa pindah, atau kita yang menyadari memang sudah
saatnya pindah. Seperti ATMO yang terus melaju, hari inipun harus melaju untuk
esok. Hari ini yang terundung kecewa, tetap harus menyongsong esok dengan
menanam harap akan ada suka untuk esok.
Benar. #UdahIkhlasinAja, katanya.
:”)
Mencoba mengikhlaskan sebuah usaha
yang belum optimal untuk dioptimalkan dikesempatan berikutnya, pada keadaan
yang tak lagi sama, dengan pandang yang telah berbeda.
Mencoba mengikhlaskan sebuah kecewa
yang maksimal menggerus rasa untuk
dianggap ada bahagia terselip pada masanya. Menyuburkan sabar menanti masa itu
datang, tentu masih dan harus disertai oleh ikhtiar juga doa.
Mencoba mengikhlaskan senja yang tak
lagi bersama saga ataupun jingga, menikmati rintik yang selalu sama dalam
dendang melodinya. Dan suapan terakhir yang terkontaminasi cairan acar,
“Bismillah, kesempatan tidak datang dua kali, tapi berkali kali. Ya berkali
kali selama asa itu masih membarakan hati dengan semangat! Semangat Ris!!”
batin saya berseru.
“Terima kasih mas,” ucapku pada chef
masnya.
Saya tidak sendiri. Yakin saya!
meski suara itu tak terdengar nyata, tapi selalu ada dirumah siput. Menggema
selamanya.
“Kamu telah melakukan yang terbaik
Nak, Ibu selalu suka melihatmu!” bisikan maya seorang Bunda dalam dekap doa.
Bahwa selalu ada Bunda yang menyertai. Bahwa Allah dengan cara.Nya yang unbreakble
sedang mengajarkan saya untuk lebih kuat. Yeay!!!
^O^
“Bersama
keikhlasan selalu ada kekuatan!” kata Bunda.
“UdahIkhlasinAja!” kata Yoyo
“Ikhlas
itu menjernihkan!” katanya
“Ikhlas
adalah langkah kece mengawali move on!” kata Nara.
0 comments:
Post a Comment