Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Kamis, 24 Oktober 2013
sudutpandanggilang.blogspot.com |
Dam, semata wayang yang tumbuh
bersama kisah kisah dari penuturan sang ayah. Kisah kisah yang sarat pesan
tersirat sebuah perjuangan juga bagaimana mensyukuri hidup yang hanya sekali
ini.
Kisah tentang seorang anak kecil
pengantar sup dipedalaman Eropa yang memiliki mimpi menjadi pemain sepak bola
hebat meski dengan tinggi badan yang kurang beberapa centi dibanding pemain
pada umumnya. Anak kecil yang dikenalkan dengan nama sang Kapten, sumber
inspirasi bagi Dam kecil. Inspirasi untuk tetap mewujudkan mimpi , menolak kata
menyerah dalam kamusnya.
Kisah tentang penduduk Lembah
Bukhara yang senantiasa hidup dalam atmosfer kerendahan hati yang meninggikan
kualitas hidup mereka. Tak pamer dan berkoar pada dunia meski memiliki apel
istimewa. Apel emas, gigitan pertama yang melumerkan lidah dengan lembut.
Kisah Suku Penguasa Angin dengan
ketabahan luar biasa hingga terbebas dari penjajahan makhluk modern penuh
candu. Bertahan dalam penghinaan dan kekerasan demi menjaga kehormatan,
menegakkan identitas diri di tengah krisis tanah teritorialnya. Bersikap diam
berbalut kebijaksanaan. Meski menyimpan benci, namun sadar sebab rasa benci
tidak harus berubah menjadi perlawanan. Keyakinan yang membuat mereka bertahan
lebih lama dibandingkan rasa tamak dan bengis kaum penjajah. Memerdekan diri
bersama kehendak alam yang mendukung aksi indah memproklamasikan kemerdekaan
bersama kibaran layang layang dilangit biru.
Tentang Si Raja Tidur, yang teguh
mendayung samudra ketidakadilan dengan keteguhan hati menenggakan keadilan.
Seorang Hakim luar biasa hebat yang menguasai empat ilmu bidang berbeda
sekaligus. Sebab baginya, hukum adalah akal sehat bukan semata pemenang debat
kusir, bukan pula mulut pintar bicara tanpa tindak serupa.
Juga tentang kaum sufi dalam Danau
Para Sufi. Danau yang dikelilingi manusia penyandang tanya, yang tak lagi
mencintai dunia dan seisinya namun menikmati segala rupa ilmu yang terhampar
luas dipadang kembara mereka.
Kisah kisah yang menumbuhkan Dam
menjadi pribadi penuh kesederhaan juga pemahaman hidup yang lebih dewasa
dibanding anak sebayanya, lebih bijak dalam langkahnya. Sayangnya, kisah kisah
itu menjadi nampak berlebihan ketika rasa ingin tahu itu membuncah, ketika akal
mulai mempertanyakan kebenaran atas kisah yang selama ini tertanamkan.
Akademi Gajah, sekolah luar biasa
hebat yang menyingkap sedikit rahasia kisah petualangan sang Ayah. Menutun Dam
yang penasaran pada seberkas cahaya dalam buku sampul kecoklatan di rak buku
terbawah perpustakaan sekolahnya. Penemuan yang membuatnya menyangkal kebenaran
kisah ayahnya, ayahnya yang seorang pegawai biasa, penuh kesederhanaan namun
menjujung tinggi kejujuran.
Disana juga ada Jarjit, rival masa
kecil yang mengenalkan perasaan cemburu. Ada Taani (ya dengan dua a :D) gadis
yang ingin selalu berbeda dimata Dam kecil, satu satunya yang tidak memanggil
kriting saat yang lain sibuk mencibir sabut ikalnya Dam. Satu satunya yang
memanggil ‘Keriting’ kala yang lain tak sempat menyebut kata itu. Gadis penjual
bunga yang memberinya dua monster kecil, si Zas dan Qon. Sepasang cucu
penerusnya mendengarkan cerita sang Ayah.
Dan hal pahit itu terjadi, ketika
sebuah penuturan disampaikan dengan begitu berlebihan pada ia yang mulai
menggunakan logikanya, pada ia yang terhinggapi masa kritis, sungguh
mengaburkan kebenaran kisah itu.Terlebih dengan sikap sang Ayah saat ditanya
kebenaran dari ceritanya, menjadi marah sebab tersinggung. Sebab diragukan,
padahal semesta tahu ia adalah pegawai yang jujur dan bersahaja lagi sederhana
meski ia lulusan sarjana Hukum terbaik di Eropa. Dam tak lagi percaya pada
kisah ayahnya, tak percaya yang mendekati benci. Ayahnya terlalu lemah, terlalu
menuruti kata si Raja Tidur untuk membiarkan Ibu yang sakit bertahan tanpa
obat. Padahal siapa Raja Tidur itu?! Tuhankah? Gertak Dam ketika Ibunya pergi.
Perempuan tercantik yang pertama menyentuh hatinya. Meski kisah Ayahnya
mendominasi inspirasi pekerjaan sebagai arsitek, juga menginspirasi cara
mendidik anak dan bersikap pada sekitar, namun tetap saja keyakinan bahwa
cerita itu bohong menutup hatinya untuk membiarkan dua anaknya mendengar cerita
cerita kakek mereka.
Waktupun menyingkap kebenaran.
Serupa keju yang ketahuan dimana letaknya ketika hidung berusaha menyium aromanya. Serupa itulah waktu mengungkapkan
kebenaran atas apa yang terjadi pada anak manusia. Sayangnya, terungkapnya
kebenaran itu tak mampu mengembalikan nyawa Sang Ayah bersama Dam. Beliau telah
bahagia dengan perempuan paling cantik itu dialam kelanggengan.
0 comments:
Post a Comment