Rss Feed
  1. Memeluk Masa Lalu

    Tuesday 22 March 2016

    Dan malam kian renta dalam penjemputan pada rona pagi yang masih dini. Masa lalu itu hadir dalam banyak tutur kisahnya. Tiba tiba saya ingin meredam gumpalan rasa tidak menyenangkan ini dengan memelukmu, Perempuan dengan nama berawalan huruf sama denganku. :”) Perempuan dengan huruf N diawal namanya. :”)

    Assalamualaykum.. :”)

    Saya pertegas, ini bukan cemburu, ini hanya setitik rasa tidak menyenangkan yang hadir sebab paham betapa engkau dulu pernah sangat diperjuangkan oleh dia. :”D
    Just warm hug. And not more. Ok? ^^

    Nyatanya, bertanya tentang masa lalu menjadi perkara bukan karena benar benar ingin tahu, tapi ikhtiar memulung hikmah, menghindari kesalahan yang sama terulang kembali pada kisah saya dan ia. :”).

    Jelas, perkara menjaga bukan bahan untuk bercanda :”)

    Terima kasih untuk menjadi jalan ia menguatkan diri. :")

    Bagaimana rasanya menunggu tanpa diminta? Layaknya membaca buku lalu ketiduran. Akhirnya kita hanya akan melanjutkan perjalanan dalam ekspektasi, melunasi harapan tertinggi berdasarkan imajinasi terindah. Berangan bahwa Tuhan telah resmi merestui.

    Benar. Allah selalu sesuai dengan prasangka hamba.Nya :”) saya sangat percaya itu. Namun mengemas percaya itu pun perlu sedikit jujur pada diri, bahwa hamparan fenomena semesta adalah tanda untuk dibaca. Bahwa teka teki Illahi hadir bukan berdasarkan ekspektasi, jauh dari itu adalah untuk menggenapi kita sebagai makhluk Illahi. :”)

    Terima kasih untuk menjadi jalan ia membenah diri. :")

    Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk kata ‘tunggu’ tapi bukan waktu yang lama jika untuk menjemput kepastian. :”) sayangnya, lupa itu kerap hadir. Bahwa kepastian tidak selalu berbuah kebahagiaan. Serupa pohon manga tetangga yang tidak selalu manis rasanya, tapi jelas kita memiliki kelegaan luar biasa mampu merawatnya hingga berbuah. ^^ Ada lega yang tertunaikan dalam senyum simpul lima senti itu.

    Dan ya, ada jemuran harapan yang bisa lekas diangkat untuk ditata kembali di lemari upaya menggenapi separuh agama. Menilik segala niat dan cara untuk melampauinya.
    Masihkah benar benar berdasarkan Allah Ta’ala atau masih terbingkis kata selera atau malah terkena gravitasi ‘terbiasa ada’.

    Entah.

    Proses itu nyata berlangsung lama.
    Memindahkan jemuran harapan nyata tidak semudah kala menjemurnya, terlebih jika sudah mengakar bahkan nyaris menjamur.

    Sebab nyata, engkau adalah perempuan yang sama denganku. Pengemban amanah seorang putri dari sepasang suami istri yang enggan berpindah surga pada lelaki yang belum diridhoi :”) Iya, restu orangtua menjadi tonggak utama kita menerima ia yang mengajak menggenapi agama. :”)

    Meski fakta masa keberjalanan proses mengenal itu sudah menjadi hal biasa untuk kalian saling ada. Saya percaya, sebab saya masih perempuan. :”) I know that as well. Cause so far, im still a girl. :D trust me! :v

    Hukum Newton ketiga. Keselarasan aksi dan reaksi proses kalian yang cukup berpolemik. Manis.

    Bagaimana ia menjagamu.

    Bagaimana kamu mempercayainya.

    Bagaimana kalian menuliskan cerita pro dan kontra.

    Bagaimana kalin berproses. Adalah secangkir good day vanilla latte dengan hangat suam kuku. :”D

    Sungguh, bahkan saat mendengar penuturannya perkara engkau, lisanku masih mengembangkan senyum. :")

    Dan terima kasih telah menjadi perantaranya menemukan jalan pulang. :”)

    Ketamatan cerita pasca Abah menyampaikan jawab, jelas tidak lagi satu hati yang patah. Ada dua hati yang patah. Jujur saja. Masa yang tidak sebentar, adalah indikasinya. ^^ Semoga kejujuran tidak lagi menjadi hal yang engkau sungkankan. Ingat, saya masih perempuan. ^^

    Kepatahatian yang lantas menyabangkan jalan yang sempat diharap akan searah.

    Pelaku Pertama, dalam ketegarannya menerima jawab atas penantian, ia mulai berbenah, mengembalikan segalanya pada Illah. Pulang ke titik nol. (Disanalah cerita bersambung di Rumah Aksara. Koordinat pertemuan Ksatria Aksara dan Nona Aksara. Sepasang manusia yang sedang belajar mengeja). Iya, cintanya tak lagi utuh untuk seorang yang kelak mengutuhkannya. Tapi, percayanya pada Sang Pencipta scenario terbaik itu kian menebal. Sangat percaya bahwa Allah knows what is the best. :”)

    Maka,
    Si Tokoh Utama Pelaku Pertama, bisa apa selain menerima dan terus percaya bahwa surga anak senantiasa ada di ridho orangtua. Ridhollohu fi ridho walidain. Bahwa keterikatan masa membersama sudah seharusnya ditutup buku saja. Bahwa semua akan kembali baik baik saja. :”)

    Terima kasih telah menjadi bagian perjalanan panjangnya. Semoga engkau ridho untuk saya meneruskan sepersekian jalan yang sempat engkau bersamai. :”)

    Di Malam Bulan Kedua dengan mata masih terbuka dan banyak semut buah mangga.
    Rumah Aksara.


  2. 0 comments: