Rss Feed
  1. Peluk Frasa untuk Azizah

    Saturday, 12 March 2016

    Minggu, 13 Maret 2016

    Dan ketika banyak orang mencari nilai sebuah kekuatan, mereka lupa bahwa sejatinya kekuatan itu sudah di depan mata, hadir dalam sebuah amal  menerima. Iya, penerimaan atas segala scenario Allah terhadap kita sebagai seorang hamba.

    Dusun Gampingcilik, Desa Tegalrejo, Kecamatan Bayat, Klaten, dalam rumah sederhana Keluarga Bapak Wagiyono  dipinggir jalan Klaten – Gunungkidul beberapa ratus meter dari SD N Tegelrejo, Allah menitipkan sebuah kekuatan di sana. Bocah berusia lima tahun itu, resmi mengambil hati saya.
    Tanpa perlu mencuri, hati ini lekas terpaut pada bait pertama saya membaca ceritanya. Nyata, kebijakan penggunaan media social berhasil membuka jalan pertemuan kami.

    Broadcast dari Bunda Wahyu dalam grup Istitut Ibu Profesional Solo adalah gerbang pertama, yang lantas saya tularkan di grup Laskar Sedekah Surakarta. Tidak banyak yang saya lakukan saat itu, namun satu yang pasti. Mencari kebenaran informasi tersebut adalah langkah pertama.

    Terhubunglah dengan Kang Jaka Triwiyana (0856 – 4287 - 8277) tetangga desa Dik Azizah yang turut merawat Kakak Sulung Dik Azizah, Mahasiswa DKV ISI Surakarta yang sungguh baiknya tiada tara.  Kebenaran informasi tersebut ditemui. Tanpa perlu dusta, nyata ada dik Azizah disana, terbaring tanpa daya namun terus berupaya bersama simbahnya.
    Ramadhan 2015.

    Duka itu datang mengetuk melalui sebuah bengkak dileher serupa gondongen disertai panas, lantas di bawa ke rumah sakit kota sebagai upaya penyembuhan. Alhamdulillah, bengkak itu pergi. Namun duka masih mengiringi, diagnose dokter jatuh dalam sebuah vonis kanker darah. Leukemia katanya. Ingat ini melayang pada ingat mengenai sakit itu, sedikit gambaran dalam pelajaran biologi sewaktu smp. Sakit dengan sebab sel darah putih yang terlalu banyak dan diawali anemia akut. Keberadaan darah merah dan darah putih yang tidak seimbang. Tidak pernah ada bayangan bahwa akan berakibat sefatal itu pada Dik Azizah.

    Tidak ada mimisan, rambut rontok, atau pingsan berkali kali. Itu hanya gambaran fiksi penyesatan dalam sinetron. Nyatanya, dalam proses kemoterapi yang dijalani dik Azizah pasca pemvonisan kanker, dik Azizah masih bisa berlarian bersama teman temannya, mewarnai gambar bersama dokter jaga di rumah sakit ia dirawat, juga bercerita pada simbahnya bahwa ia akan masuk sekolah dengan tas baru, pergi ke mushola bersama Mbak dan adiknya. Ya, anak kedua dari tiga bersaudara itu masih sempat bertumbuh layaknya bocah lima tahun yang banyak tingkah kesana kemari hingga ia berpamitan pada simbahnya untuk berobat ke kota tetangga. Tiga hari berselang tanpa pulang, Dik Azizah dikabarkan ‘masih lebih baik dari kondisi bayi’ oleh Bundanya. Simbah Putripun menyusul ke Kota Tetangga. Mendapati cucu terdekatnya terbaring kaku, dengan reflek genggam kuat, respond mata yang hilang, dan badan yang mengurus kehilangan isi, bahkan untuk mengonsumsi makanan harus melalui selang. Keceriaan Dik Azizah lenyap, dunia Simbah senyap. Tidak ada lagi celoteh dik Azizah untuknya.

    Lantas cinta itu hadir penuh daya. Telinga Dik Azizah masih bisa menerima, raga Simbah masih sekuat kala muda. Proses pengobatan itu terus berjalan tanpa kehilangan sedikitpun harapan. Sayangnya, ujian itu datang dengan banyak jalan juga.
    Bapak Dik Azizah menikah lagi tanpa kembali (yang semoga lekas pulang bersama nurani dan kepedulian kepada sang Putri …aamiin), Sang Bunda berpulang pada Illahi tepat sepuluh hari sebelum kedatangan kami.
    Seminggu sekali kemoterapi itu dijalani (sebelum ibunya meninggal), pengambilan sumsum tulang belakang itu tentu bukan tidak sakit dan tidak membutuhkan biaya sedikit. Alhamdulillah ada BPJS (tanpa harus pro dan kontra, saya hanya bersyukur dan berterima kasih), pembebasan pembiayaan jelas ditangan.

    Lalu sepeninggal sang Bunda, Dik Azizah tidak lagi dirawat di rumah sakit ataupun kemoterapi, dia masih dirawat dalam pelukan Simbah Putrinya. Mbah Mi panggilannya, menyuntikkan susu dua jam sekali melalui selang. Ada susu Proten sebagai suplemen makanan utama Dik Azizah, selang yang sepuluh hari sekali harus diganti demi menjaga sterilisasi gizi, keduanya resmi menyalurkan nafas kehidupan dik Azizah.

    Semoga kekuatan menerima itu bisa menular untuk sesiapa saja yang menyapa. Perempuan yang tidak lagi muda itu penuh telaten menyibin (mandi kering dalam bahasa jawa) Dik Azizah, mengelap keringat dik Azizah, mengganti posisi Dik Azizah, dan ya saya ingat. Ada lubang luka dibagian belakang tubuh dan kepala dik Azizah, entah akibat proses Kemo atau apa, tapi keduanya mengeluarkan semacam cairan. Dan sebab stok obat dokter sudah habis, luka dik Azizah hanya diberi obat warung, antibioatik (supertetra) dan satu obat yang harus dihaluskan untuk lantas ditempel di luka. Alhamdulillah, sudah lebih baik. :”)

    Sabtu, 12 Maret 2016
    Dibersamai saya (0857 – 2847 - 9204), Mbak Avilia (0857 – 2524 - 8080), Dek Ifna, Aldi, Sabriyan. Kami bersaksi kebenaran informasi ini. Maka kepada siapapun yang hendak berdonasi bisa menghubungi kami untuk menjemput kesembuhan Dik Azizah. Maaf tidak ada publikasi fotografi, sebab nurani tidak bisa dibohongi. Jika ia terketuk, tunaikanlah hak saudara kita diamanpun ia berada, jika ia ragu dekaplah yang terdekat dalam jangkauan mata.

    Semoga langkah kita diringankan untuk meringankan langkah saudara kita.
    Semoga Allah senantiasa menjaga setiap amal baik kita sebagai pemberat di yaumul hizab kelak. Aaamiiiin.

    Rumah Aksara dalam Minggu yang seadanya.
    RisaRiiLeon


  2. 0 comments: