Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Critical Eleven |
Setelah jauh – jauh hari Cuma tau
cari quote – quotenya yang tersebar dri banyak pelosok instagram beberapa bulan
lalu Critical Eleven hadir nyata dalam bentuk buku bersama sekawannya
Architecture of Love. So lets get reading !!!
Masuk diawal kisah, ada perasaan
sedikit bosan untuk saya. Ada banyak teori yang menyerta disana. Teori tentang
perfilman dan psikologi melupakan. Atau mungkin itu hanya efek dari perkenalan
pertama dengan tulisan Teh Ika, tapi selalu sih fiksi memiliki magisnya
sendiri. Menuntun para pembacanya untuk melanjutkan cerita.
Dalam penampakan awalnya, saya agak
meragukan bahwa Anya akan memiliki sifat keibuan yang luar biasa di pertengahan
menjelang ending ceriita. Agak timpang dengan kondisi awalnya yang seperti
tidak punya tujuan hidup lebih dari sekedar banyu mili. Mungkin itu sengaja
diatur Teh Ika agar karakter utamanya finally punya tujuan hidup. Menjadi
seorang Ibu yang punya karir konsultan ^^
Ada beberapa tanda tanya yang masih
saya kurang paham sebenarnya. Dari latar religious keluarga Ale dan Anya,
kenapa Anya masih mengonsumi Wine? Ale memelihara anjing? Sebuah tanya yang
berdasar pada keharaman minuman beralkohol untuk muslim, dan najisnya air liur
anjing. Agak kontra menurut saya. Belum lagi tidak dijelaskannya penyebab Anya
keguguran, Teh Ika sejauh yang bisa saya baca hanya mengeksplore kondisi psikis
Anya dan Ale dalam menghadapi kehilangan Aidan.
Eksplorasi yang tidak sia sia
tentunya, sebab kehilangan dan problemnya kerasaaa banget. Ketersiksaannya Anya
ketika dijadikan kambing hitam atas meninggalnya Aidan dalam kandungan. Banyak
dari kita yang tidak merasakan langsung bagaimana ketika dalam satu tubuh ada
dua nyawa. Naluri seorang Ibu akan selalu ada untuk melindungi dan menyayangi
buah hatinya. Kebersamaan dalam satu raga sudah menumbuhkan banyak hal diluar
prasangka orang – orang yang hanya melihat dari matanya. Melihat tanpa menyerta
hati.
Bagaimanapun kondisi seorang Ibu
Hamil, dia hanya membutuhkan support lahir batin, dukungan untuk bisa tumbuh
menjadi seorang Ibu yang baik untuk anaknya kelak. Sayangnya, kebanyakan orang
hanya akan mengintimidasi atas apapun yang terjadi pada anak atau kandungannya.
Well, ketika harusnya keluarga yang paling mendukung, suami yang harusnya siap
mendekap dan membenahi luka kehilangan bersama – sama malah bersikap
sebaliknya. Bersikap mementingkan lukanya sendiri. Menyatakan bahwa dialah yang
paling terluka atas meninggalnya Aidan, sebab baginya dialah yang paling
mencintai Aidan. Lupa bahwa Anya bahkan sudah berjuang melahirkan normal dengan
kondisi Aidan yang sudah tidak berdetak jantungnya. Beruntungnya Anya memiliki
mertua yang bahkan tidak menyalahkannya, mertua yang sangat paham bagaimana
cara membersamai kehilangan itu. Biar bagaimanapun, mereka pernah sama – sama
merasakan kehilangan meski diwaktu yang berbeda.
Teh Ika resmi mencuri empati saya
untuk Anya. Menyadari bahwa kebanyakan orang akan lekas menjustifikasi kepada
si Ibu ketika ada sesuatu yang terjadi pada anaknya. Yang saya maksud disini
sesuatu yang tidak kita ingini. Sesuatu yang negative. Kondisi kandungan atau
anak yang kurang fit misalnya, kebanyakan mereka akan menyalahkan si Ibu,
menghakimi si Ibu dan menyatakan bahwa si Ibu tidak hati – hati, sembrono,
bahkan sampai menyatakan bahwa si Ibu tidak mencintai anaknya.
Itu sangat menyebalkan tingkat
banyak.
Menjadi Ibu di dunia nyata tidak
semudah menjadi Ibu di sinetron atau telenovela, yang hanya dalam beberapa kali
ngeden langsung oeeee….oeee…oeee. kemudan disambut script ‘lima tahun kemudian’
lalu akan ada adegan si anak yang lima detik lalu baru lahir sudah lari – lari
dalam wujud anak usia lima tahun.
Ada proses yang menyita raga dan
jiwa untuk menuju buah hati sehat dan bahagia. Menyalahkan si Ibu hanya akan
memperburuk keadaan dalam proses perawatan anak. Setiap Ibu selalu butuh
dukungan untuk lebih percaya diri membersamai pertumbuhan anak, Ibu bekerja
atau fulltimeMommies, mereka sama – sama wanita yang membutuhkan penjaga,
pendamping, dan pembersama. Menyalahkan si Ibu hanya akan membuat si Ibu kian
frustasi dan merasa tidak nyaman dalam membersamai anak bahkan nyaris merasa
enggan.
Biar bagaimanapun, pada akhirnya
newborn baby itu akan dirawat Ibuknya, tugas keluarga, entah Suami, Ibuk
Mertua, atau Ibu sendiri tugasnya bukan menghakimi cara Ibu baru mengasuh
anaknya. Tugas mereka mendukung si Ibu, membantu tanpa memburu sesekali jika
diperlukan,memberikan makanan pendamping Busui, menjaga kondisi psikisnya agar
keep positive.
Teh Ika..selamat, kamu berhasil menguras
empati saya untuk Anya, dan berhasil bertepuk tangan untuk Ale dalam
mempertahankan rumah tangganya dalam proses perbaikan. He is cute husband ^^
0 comments:
Post a Comment