Di ruang musik, Rabu,
26 September 2012
Membaca list
“I’m going to do” hari ini. Seharusnya sekarang saya sudah bersama kamu. Satu
jam yang lalu seharusnya rapat koordinasi dengan kamu sebagai ketua penitia
sudah berlangsung. Namun nyata sanggar telah terjajah oleh rapat pentas pab
tanggal 4 oktober besok oleh anggota baru.
Saya
berangkat dari asrama sejak pukul setengah dua. Berharap nanti saya tidak akan
terlambat. Menyiapkan berkas berkas yang sekiranya di butuhkan untuk penerimaan
anggota baru gelombang dua esok jumat. Berharap saya bisa lebih awal untuk
mempersiapkan uji kompetensi saya untuk mata kuliah assesment pembelajaran aud
dan media pembelajaran untuk anak usia dini. Berharap saya bisa melakukan yang
terbaik. Berharap saya bisa menyeimbangkan amanah saya. Yah, manusia tak ada
kuasa menolak takdir yang telah tergaris. Bukan rejeki saya hari ini barangkali.
Kamu tau?!
Saya hanya ingin melaksanakan tugas saya dengan tepat. Mendampingi dan
membantumu menjalankan kepanitiaan ini. Meski saya sering lelah menjawab
pertanyaanmu. “bagaimana?!” selalu dan selalu bagaimana. Sadar gag? Menjawab
pertanyaan bagaimana itu perlu waktu untuk berfikir. Sedangkan kamu hanya terus
bertanya tanpa di imbangi tindak membantu saya menyelsaikan amanah ini. Hingga
saya sempat berfikir dosakah meminta bantuanmu saat saya butuh?! Sementara kamu
malah sibuk berdua dengan kekasihmu, berbicara tentang kalian yang sama sama
tak ada kerjaan. Sungguh saya kasihan melihat sikap kalian itu, apa kalian
benar benar tak mampu melihat?! Saya seorang diri menata berkas untuk masing
masing individu dengan amanah masing masing, tak bisakah kamu membantu
memasukannya ke dalam map sementara saya menstreples yang lain?! Tak bisakah
kamu merapikan perabot perabot yang sepertinya tidak pada tempatnya?
Pertanyaan
retoris memang. Semua pertanyaan tadi toh telah terjawab dengan sikapmu yang
terlanjur membutakan diri. Terlalu suci tanganmu untuk semua itu kah?! Atau
kamu enggan melakukannya karena kamu seorang ketua?!
Saya
terkadang lelah dengan semua leluconmu. Lelah menjadi bahan tertawamu.
Saya mohon,
hentikan pertanyaan pertanyaan bagaimana yang kamu ajukan itu. Saya lelah
berharap kamu akan membantu. Karena nyatanya menjawab pertanyaanmu itu sama
dengan menghambat kerja saya.
Keinginan
saya satu untuk saat ini. Pulang ke rumah, damai dalam pelukan bunda. Sedikit
beristirahat dari kesibukan ini. :’)
0 comments:
Post a Comment