Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Guru perlu membuat program kampanye membaca dan
memilih dan menentukan pemenangnya. Anak-anak dapat meminjam buku yang telah
tersedia di pojok buku, perpustakaan sekolah, atau perpustakaan lainnya dan
meminta mereka menyusun sinopsis (untuk buku fiksi) atau rangkuman (untuk buku
nonfiksi). Dalam setiap minggu anak dapat meminjam 1-2 buku (fleksibel menurut
kebutuhan). Setelah itu, anak-anak ditanyai tentang isi buku yang
dipinjam. Bentuknya bisa berbagai macam:
anak diminta mengulang cerita yang dibaca di depan kelas atau menjawab
pertanyaan dari guru seputar isi buku yang dibaca. Bagi anak yang bisa menjawab
atau menceritakan dengan baik atas buku yang dibacanya, anak itu bakal dapat ‘reward’ di bagian belakang buku harian anak tersebut.
Pada akhir semester, guru
akan mengumumkan 3 anak pembaca buku terbanyak dan mereka akan mendapat hadiah.
Program ini dapat memicu dan memacu minat baca anak. Mereka akan berkompetisi untuk
mendapatkan predikat pembaca terbaik atau terbanyak.
Selasa,
16 September 2014
“Yu, tumbaske buku yaaa!” serunya sambil
membagi fokus dengan buku tebal bergambar dinosaurus yang belakangan saya tahu
dia pinjam dari perpustakaannya.
“Buku apa?” tanyaku penuh antusias. Mendekatinya
dan mengintip apa yang difokusi itu.
“Buku dinosaurus gitu-gitu.” Jawabnya lagi.
“Insya Allah besok tak ajak ke pameran buku
yaa. Nanti kamu pilih sendiri bukunya.” Masih dengan nada yang sama, kali ini
saya janjikan demikian. Siap mengagendakan pergi bersamanya.
Buku-buku ensiklopedia, sirah anak-anak juga
beberapa komik serta majalah trubus full collor itu resmi menjadi santapannya
akhir-akhir ini. Bukan tentang tulisan yang tertera berjejer sedemikian rupa
membentuk banyak paragraf, tapi berawal dari gambar gambar yang terpampang
besar-besar itu Ksatria mulai membaca beberapa keterangan mengenai gambar
tersebut. Dan ya sepertinya itu bisa dikatakan aktivitas membaca bukan? Minimal
membaca gambar :v
Menjadi tahu bagaimana tebalnya tembok China.
Menyelaraskan percakapannya dengan Bapak Kios Jamur tentang proses penanaman
jamur hingga pengolahannya menjadi ragam menu masakan. Juga keingintahuannya
tentang ragam hewan dibelahan dunia sana. Juga celotehnya yang lain, celoteh
tanyanya atau aksinya mengetes saya dengan buku barunya itu. Ahh Ksatria,
terima kasih sudah menjadi temanku menyukai buku ^_^
^O^
Teringat moment Ksatria mulai bersahabat
dengan buku tersebut, ingat saya merambat pada forum lingkaran kecil saat
evaluasi pembelajaran beberapa malam lalu di sekolah Ksatria. Tentang mengajak
anak belajar dengan buku ^_^
Sedikit menambahi dari hasil percakapan
kemarin itu, mengajak anak membuka buku sepertinya lebih berat dari padi satu
kuintal yang dipikul punggung. Ayah Bunda, mari membuatnya lebih ringan dengan
semangat yang terus terngiang-ngiang ^_^
Sepuluh M yang semoga dapat meringankan
pembudayaan membaca. ^_^
1.
Mengenalkan buku sejak dini
Langkah yang ditempuh Mas Jefri
mengenalkan buku kepada Zaha dengan membiarkan Zaha membuka buku-buku beliau
sudah menjadi salah satu tindak pengenalan buku. Namun jika masih ada
kekhawatiran sebab buku yang disentuh anak adalah buku tebal bin mahal (yang
malah bisa melukainya) atau buku penting yang masih penuh fungsi, Ayah Bunda
bisa membelikan buku khusus untuk anak usia dini. Proses pengenalan ini bisa
dimulai sejak anak mulai bisa melihat, Ayah Bunda bisa mulai mengajak anak
membuka-buka buku. Buku warna-warni dari bahan tidak mudah rusak dan tidak
berbahaya bahkan ketika si anak mengigitnya pun mencoba mencabiknya (saking
gemasnya). :v Biasanya buku-buku macam ini disediakan di toko-toko buku besar,
tanya saja pada petugasnya, ‘buku untuk anak usia dini (1 - 3 tahun)’. Saya
pernah mengechecknya dibeberapa toko
buku di Solo dan alhamdulillah ada ^_^ (jangan harap di Toko Buku Sriwedari ada
hlo ya -_- ). Awalnya mungkin anak menganggap buku itu adalah mainannya, tapi
berasal dari dia menyenangi mainan berwujud buku itulah dia insya Allah akan
senang membaca buku dengan sebenarnya pada saatnya nanti.
Lantas
isi buku yang bagaimana untuk mulai mengenalkan kepada anak? Ialah buku dengan banyak gambar warna-warni dan sedikit tulisan
menjadi pilihan pertama untuk kegiatan ini. Gambar yang berwarna akan jauh
lebih menarik daripada gambar hitam putih. Buku cerita
yang cocok untuk anak usia di bawah lima
tahun adalah yang
memiliki banyak gambar dengan tulisan yang sedikit.
“Tapi anak saya sukanya
makan ig”
“Anak saya sukanya
bongkar-bongkar mainannya”
Alhamdulillah kalau
begitu, berarti Ayah Bunda lebih dimudahkan untuk mendeteksi buku macam apa
yang cocok untuk buah hati. Misalnya ketika si anak memiliki ketertarikan lebih
pada makanan, coba ajak anak membuka buku resep makanan yang bergambar itu. Lantas
mengajaknya untuk mencerna apa saja bahan dibalik menu lezatnya setiap hari.
^_^ Pun dengan anak yang suka membongkar bongkar mainannya. Ah siapa sangka si
Kakak berbakat merakit kendaraan. Ajak anak membuka buku bergambar mobil atau
hal serupa yang membuatnya senang itu. Jadi anak tidak hanya belajar bongkar
tinggal, namun pelan pelan akan belajar bongkar-pasang :D
2. Memudahkan jangkauan buku
Buku
memang benda ajaib. :D Namun bukan berarti ia harus ditarik dari ruang gapai
anak. ^_^ Menempatkan buku atau bacaan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau
oleh anak adalah langkah kedua untuk membuat anak dekat dengan membaca. Buku tidak harus ditempatkan di tempat kusus
atau ruang belajar. Selain di ruang belajar, buku dapat ditempatkan di sudut
ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, mushola, atau tempat lain yang
memungkinkan anak berinteraksi dengan buku. Dengan
demikian Ayah Bunda secara
sengaja telah
menggiring dan menumbukkan mata anak-anak pada buku. Melalui
itu, anak dengan mudah akan mendapatkan buku sewaktu-waktu diperlukan. Dan tentu saja Ayah Bunda perlu mempertimbangkan jenis bacaan apa yang perlu kita
tempatkan di tempat-tempat itu.
3.
Membuat perpustakaan keluarga
Serupa
Rumah Aksara (nama calon
perpustakaan saya) yang masih dalam
proses, perpustakaan keluarga adalah ruang imaji dalam sebuah atap keluarga.
Sebuah ruang baca yang tidak harus
dengan banyak rak dan banyak buku. Keberadaan rak hanya
sesuaikan dengan kebutuhan. Yang penting rak itu dapat
difungsikan untuk menempatkan buku, menarik, dan mudah dijangkau anak. Buku
dapat pula ditempatkan di atas meja dan keluarga dapat membacanya dengan duduk
di karpet atau lantai. Setelah perpustakaan tersedia, kita perlu melibatkan
seluruh anggota keluarga untuk beraktivitas membaca.
Membiasakan setiap senja menikmati jingga ditepi jendela, dilanjutkan lantunan
memuji.Nya seusai tiga rekaat dipenghujung hari. *Syalalala
4.
Menunjukkan
arti penting (menghargai) buku
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menunjukkan arti
pentingnya atau menghargai buku, yang antara lain adalah merawat dan mengoleksi
buku dengan baik, buah tangan setelah bepergian, hadiah ulang tahun, hadiah
atas prestasi yang dicapai, dan mengajari anak menabung untuk membeli buku.
Langkah
ini bisa mulai dikenalkan untuk anak usia tiga
tahun keatas. Ketika anak sudah tahu fungsi dari sebuah buku. Ajak anak
untuk membereskan buku yang telah dibacanya, mengembalikannya ketempatnya, juga
menjaga buku dari kerusakan.
5.
Mendongeng
atau membacakan buku cerita
Mendongeng atau membacakan buku cerita dapat dilakukan
kepada anak-anak, khususnya bagi anak yang belum bisa membaca atau sedang
belajar membaca (usia 1 – 5 tahun). Pembacaan cerita perlu dilakukan dengan baik (dengan
memperhatikan lafal, intonasi, dan jeda yang tepat serta dilakukan dengan penuh
penjiwaan) agar anak dapat merasa seolah-olah berada di dalam cerita tersebut.
Agar
tidak terkesan pemaksaan, Ayah Bunda boleh mengajak anak memilih buku mana yang
ingin dibacakan. (Jadi mulai mengoleksi buku cerita bergambar ya Bunda Ayah
^_^)
6.
Memberi
teladan membaca
Yups!
Sebab gaya belajar anak yang masih mencapai tahap meniru (imitatif), memberikan
teladan membaca melalui diri Ayah Bunda adalah cara paling efektif membuatnya
terjun ke dunia baca. Memperlihatkan asiknya membaca kepada anak, semisal Ayah
Bunda ingin mengajak anak membaca buku pelajarannya, coba Ayah Bunda berakting
seperti ini,
“Ayah,
Bukunya kakak bagus ya Yah, warna-warni banyak gambarnya.” Kata Bunda penuh
antusias sembari membuka buku kakak.
“Hwah
Iya ya Bund, ada gambar apa saja Bund?” Ayah menimpali sambil mendekati Bunda
dan melihat isi bukunya.
*adegan Ayah-Bunda membuka buku
pelajaran Kakak (*melihat buku tematik sekarang yang fullcolor :v)
7.
Mengajak
rekreasi edukatif
Rekreasi tidak selalu di tempat wisata. Rekreasi keluarga
juga dapat dilakukan dengan
mengajak anak ke toko buku atau perpustakaan. Di toko buku anak diberi
kebebebasan untuk membaca sejumlah buku lantas membelinya. Biarkan anak memilih buku-buku kesukaannya.
Gunakan tabungan anak yang selama ini dikumpulkan untuk membeli buku dan
berilah tambahan secukupnya. Jika anak membeli buku, Ayah
Bunda juga membelinya
yaa ^_^ . Sementara itu, jika
tempat wisatanya adalah perpustakaan,
Ayah
Bunda bisa membantu anak untuk
menjadi anggota perpustakaan lantas meminjam buku yang diinginkan
8.
Meminta
anak bercerita dan berdialog
Langkah
ini ditempuh ketika anak telah mulai terbiasa dengan membaca. Meski jawaban
Ksatira Kedua sering tak sesuai harap, namun saya senang dia mau menjawab
pertanyaan saya menyangkut isi buku bacaannya itu. Ayah Bunda harus tetap
semangat menggali apresiasi anak terhadap bacaannya. Kelak dari pembiasaan
semacam ini anak akan belajar berani berpendapat didepan orang banyak, yaa
semacam pendidikan public speaking sejak dini ^_^
“Yo, tadi itu buku tentang apakah?”
“Dinosaurus.”
“Hwaah Dinosaurus si gimana?”
“Seperti gajah tapi lebih besar dan banyak
macamnya.”
“Macamnya apa aja?”
“Lahh tanya mulu! Baca sendirilah!”
Hening. Ngakak dalam hati.
“Yo, Dinosaurus si hidup dimana? ” :v
9.
Mengajak
anak bereksperimen/ Studi Kasus
Agar pengetahuan atau informasi yang diperoleh dari
bahan bacaan lebih bermakna, Ayah Bunda boleh mengajak anak untuk ”mengeksperimenkan”
konsep-konsep tertentu yang telah dilahapnya dari buku. Melalui eksperimen, anak mengkonstruksikan
pengetahuan dan menjadikan pengetahuan yang diperoleh itu menjadi lebih
bermakna. Melalui kegiatan yang
juga turut andil dalam meningkatkan kemampuan psikomotorik dan efektif anak.
Sama
halnya dengan bereksperimen, Ayah Bunda boleh mengajak anak untuk menyelsaikan
kasus yang telah terjadi dalam kehidupan nyata. Semisal, saat Ayah sedang
membaca koran, dan disana ada kasus tertentu yang sekiranya bisa dicerna anak.
Ayah boleh meminta pendapat anak mengenai kasus tersebut. Pun dengan Bunda,
saat Bunda melihat tayangan televisi Bunda dapat melibatkan anak dalam diskusi
membahas tayangan televisi tersebut. Jadi dimanapun dan kapanpun anak diajak
untuk belajar, tak hanya dari buku tapi apa yang disebut real life. ^_^
10. Memberi kesempatan mengarang/
berpendapat.
Semacam
tindak lanjut lebih dari langkah nomor delapan sembilan, langkah kesepuluh ini
masih tentang pellibatan anak diruang apresiasi. Pengetahuan yang telah diperoleh anak
melalui kegiatan membaca perlu dikembangkan melalui
aktivitas mengapresiasi.
Bisa dengan menulis jika anak adalah penyuka tinta, bisa dengan dialog untuk
anak penyuka bicara. ^_^ Nah berarti disiapkan kertas atau voice recorder ya
Ayah Bunda ^_^ Melalui kegiatan mengapresiasi
ini anak secara tidak langsung telah dilatih untuk berpikir secara kritis atas informasi
bacaan yang diperolehnya serta kemampuan menuangkan gagasan dengan baik.
^O^
Partisipasi
aktif guru disekolah untuk meningkatkan minat baca anak juga sangat diperlukan. Guru harus memberikan contoh gemar
membaca dan memiliki kemampuan membaca yang baik. Sebab
dengan keterampilan berbahasa
pula, guru dapat menjadi teladan yang baik bagi anak, baik yang berkaitan dengan performasi berbahasa (yang
mencakup empat aspek keterampilan berbahasa) maupun dalam menghasilkan karya.
Guru diharapkan dapat berperan sebagai figur yang dapat diteladani. Selain itu,
guru aktif menyediakan bahan bacaan dan juga secara aktif meningkatkan
kemampuan membaca anak. Semisal memberikan PR membaca satu buku
kesukaannya, lantas menceritakannya didepan teman-temannya.
Selain sebagai
figur contoh, hal-hal berikut ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan guru
dalam upaya meningkatkan budaya baca anak.
1.
Menyediakan pojok buku (book corner) di ruang-ruang kelas
Bagi sekolah-sekolah yang sebenarnya memiliki koleksi
buku yang memadai atau bahkan dalam jumlah banyak, tetapi tidak memiliki ruang
perpustakaan (termasuk ruang baca) yang memadai, kegiatan ini dapat diterapkan. Prinsip dasar kegiatan ini adalah mendekatkan buku
pada diri anak. Guru menempatkan sejumlah buku (misalnya 30 judul dan jumlahnya bisa disesuaikan) di sudut
ruang kelas yang telah disediakan. Buku itu dapat ditempatkan dalam almari atau
rak buku. Penempatan buku di kelas didahului dengan kegiatan pemetaan koleksi
buku yang dimiliki sekolah. Hal ini dimaksudkan agar guru secara berkala dapat
mengganti buku-buku itu dengan judul buku yang lain. Demikian pula yang dilakukan di kelas lain. Guru juga menyediakan buku
pinjam. Selanjutnya, anak di ajak membaca dan membuat ringkasan atau sinopsisnya dalam
buku yang telah ditentukan. Untuk melatih tanggung jawab anak, guru meminta anak
untuk mencatatkan judul buku yang dipinjam, tanggal pinjam, dan tanggal kembali
pada buku pinjam yang telah disediakan. Jika dalam jangka waktu tertentu
buku-buku itu telah dibaca oleh anak, guru menggantinya dengan buku lainnya.
2.
Melakukan kampanye membaca
Untuk lebih menggairahkan anak membaca, guru juga
dapat memrogramkan
pemberian hadiah tambahan yang berupa voucher. Misalnya, kalau anak berhasil
mengumpulkan 5 tanda bintang, ia akan mendapatkan voucher minum (drink voucher). Itu
murah sekali, tapi yang penting bagi anak-anak adalah reward terhadap usaha mereka.
3.
Meningkatkan
kemampuan membaca anak
Makin maju dan berkembangnya informasi yang dikemas
dalam bentuk tulisan, khususnya yang berupa buku, menjadi tantangan bagi guru.
Guru dituntut memiliki keterampilan membaca dengan baik. Namun demikian, karena
kita tidak memiliki banyak waktu, kita bukan sekadar dituntut memiliki
kemampuan membaca, tetapi yang diperlukan adalah kemampuan membaca cepat dan
efektif. Berkenaan dengan pembelajaran membaca, guru bisa
berkenalan dengan
faktor-faktor yang menghambat anak dalam membaca cepat dan efektif lantas berupaya secara optimal untuk meningkatkan kemampuan
membaca anak hingga sampai pada taraf yang efektif. (
mungkin bisa coba
menerapkan berbagai strategi membaca efektif dan efisien, seperti SQ3R (Survey-Question-Read-Recite-Review),
PQRST (Preview-Question, Read-Summarize-Test),
dan sebagainya. :v )
^O^
Dan dari segi peran pemerintah jelas tak kalah diperlukan dan sangat menentukan. Persoalan
ketersediaan buku atau bacaan, misalnya, penanggulangannya menuntut campur
tangan pemerintah. Meminjam istilah Bapak Ajip Rosidi, masalahnya terlalu nasional untuk hanya
dipikirkan dan diatasi oleh inisiatif sementara orang atau usaha swasta. Masalahnya terlalu besar untuk
hanya dihadapi secara sporadis. Sebagaimana telah dikemukakan, penyedian buku
berkaitan dengan usaha pengadaan perpustakaan, baik perpustakaan umum,
perpustakaan sekolah, maupun perpustakaan perguruan tinggi. Selain itu, untuk
memperluas jangkaun pelayanan pada masyarakat dalam hal akses baca,
pemberdayaan perpustakaan keliling menjadi pilihan penting yang mendesak untuk
segera dilakukan. Pendistibusian ala Toko Roti ex: Dika
sepertinya bisa jadi refrensi management Perpustakaan Keliling. :D Penyediaan buku-buku yang baik, berbobot dan
memperhatikan konteks untuk mengisi dan melengkapi perpustakaan-perpustakaan tersebut
akan makin memprovokasi anak-anak dan masyarakat agar gemar membaca.
Upaya lain
yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah pemberdayaan pustakawan atau
pengelola perpustakaan. Tidak tersedianya pustakawan atau pengelola
perpustakaan di sekolah—atau ada, tetapi tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan—menyebabkan
koleksi buku yang dimiliki tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
anak.
Selain
membantu pemberdayaan perpustakaan dengan memberi hadiah atau hibah buku, peran
masyarakat dapat diwujudkan antara lain dengan menerapkan jam belajar.
Misalnya, warga masyarakat bisa menyepakati waktu belajar dari pukul
19.00—21.00 dan pada jam itu disepakati tidak menghidupkan televisi. Komitmen
ini diperlukan dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kegiatan
belajar bagi anak-anak. Upaya ini tentu tidak akan membuahkan hasil yang
optimal jika orang tua pada jam tersebut tidak terlibat dengan aktivitas belajar.
Dan akhirnya, semuanya kembali kepada
bagaimana kita mulai membudayakan membaca mulai dari diri sendiri. Membaca
setiap hari meski satu kalimat. ^_^
Mari
membuka buku ^^
0 comments:
Post a Comment