Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Bersama kerendahanhati sebagai
silent watcher *temennya silent reader* saya hanya ingin menyampaikan
penampilan dari Nduk Atun aka Guru/Siswi SD, Kak Sita aka Tante, Nduk Iko aka
Nini, Nduk Fina aka Bude, dan Le Ican aka Aki. Dengan dukungan lighting dari
Bayu serta seruan musik dari Dedek Dhylan, Nduk Likha, Mas Sandi, serta Varin
(Who?). Make up costume Nduk Ningsih. Yang kesemuanya itu di sutradari oleh
Nduk Openg :D serta saya yang hanya menjadi penonton.
Kamis,
11 September 2014
“Terima kasih atas kehadiranmu yang
penuh ketampanan melebihi yang saya butuhkan malam ini.” seruku begitu melihat
sosokmu nyata didepan mata. Membius dalam pancaran penuh sebuah penghias
gulita. Bulan, nyata kamu selalu utuh meski tak selalu nampak penuh.
Honda Supra Silfer berplat B itu
melaju dengan tiga nyawa sebagai bebannya. Menyusuri terjalan area Pedaringan
menuju arah gerbang belakang kampus kebanggan. Saya, Ksatria Kedua, dan Kak
Ismi, resmi meniatkan diri melihat pentas rekan rekan.
Meski sambutan sie Tiketing yang
kurang menyenangkan, namun pesona ketampanan beberapa menit lalu mampu
menyirnakan kekesalan yang sepatutnya ada. (Nduk, pembelajaran selama ini tak
juga mengajarimu menggunakan make-up dengan rapi. Hmm *nyaritisu)
^O^
Prodo Imitatio telah berlalu tepat
saat saya memasuki gedung. Melewatkan olahan Mbak Ferra terhadap karya Arthur
S.Nalan melalui Kak Marsha. Baiklah, masih ada satu pemnetasan lagi. Tidak
perlu bersedih hati begitu :P
^O^
Tata ruang panggung yang valid
menyedot saya dalam putaran waktu. Mengembalikan 26 Maret 2013 lalu tepat
dihadapku. Sebuah ruang masa tentang proses insidental untuk sebuah tanggap
warsa rekan berkarya (Hi Teater Thoekhoel ^_^).
Sebuah papan tulis, empat kursi, dan
satu set meja guru serta cahaya realis yang
manis. Lantas ada empat sejawat yang masuk bersama. Nini, Bibi, Aki,
Bude. Menyandang penguat karakternya masing masing, mereka mulai berdialog.
Nini si buta arah, Bibi yang serba mewah, Aki yang sok gagah, dan Bude yang
krisis optimis. Berbincang untuk saling menyediakan telinga, berbincang untuk
sesuatu yang layak dibagi dan ditertawai bersama, berbincang sebab masih ada
yang bisa dibincangkan. Sebuah bincang yang kemudian terhenti sebab jerit Nini,
sebuah reminder tentang pekerjaan rumah dari sang guru yang wajib dikerjakan
namun terlupakan. Hanya dua soal sebenarnya, nomor satu yang berbeda masing
masing orangnya, dan nomor dua tentang kedudukan perempuan dan laki-laki. Pertanyaan
sederhana yang berujung pada aksi tuding menyalahkan satu sama lain antara
mereka. Nyaris kekerasan dalam kelas itu terjadi, untunglah sang Guru
pengontrol kelas lekas datang. Menyelamatkan kelasnya agar tak tertuduh sekolah
tak layak didik. :v Kejanggalan jelas akan sangat nampak, sebab dia yang
dipanggil Guru adalah seorang bocah ingusan kemarin sore seukuran singkong yang
masih bau kencur berseragam SD -_- (ada ya? Ada kok :v)
Dan selayaknya guru yang mengajari
banyak hal, demikian pula kehadiran si bocah yang memberikan banyak kepada
mereka yang mengaku dewasa dan sudah memakan banyak asam manis kehidupan.
Memberikan suntikan optimis untuk terus bermimpi, memilih satu bintang dari
banyaknya bintang diangkasa. Menatapnya dalam ikhtiar penuh untuk kemudian
dapat tergenggam. Meluruskan hati yang bimbang memilih dalam ragam alternatif.
Meyakinkannya untuk mendengarkan kata hati yang sering terabaikan, mendengar
yang tak terkatakan namun sejatinya ada dilubuk terdalam. Bahwa apapun yang
terpilih adalah ia yang dibisikan hati berbalut kejujuran. Menurunkan kadar
kepercayaandiri yang telah beranak-pinak menjadi bibit sombong,
menyelaraskannya dalam bait kekurangan dan kelebihan masing masing insan. Juga
meneriaki kepatuhan yang diretas ketakutan hingga meninggalkan sepi senyap kepada
pelakunya. Mengikrarkan bahwa sikap ‘manut’ ‘nurut’ tak selalu sebab sikap
tersebut nyata ada, kebanyak malah hanya takut semata. Bahwa berbaur dan
bersosial bukan perkara membuat orang lain menuruti segala kehendak kita, namun
bagaimana saling berkomunikasi untuk dapat saling memahami kebutuhan satu sama
lain.
Beranjak pada pertanyaan kedua
tentang kedudukan genetik ialah sama. Laki-laki dan perempuan ada sepasang
tangan yang saling membutuhkan dan mengutuhkan. Ketika si kiri pegal si kanan
memijat, ketika si kanan gatal si kiri menggaruk, sesederhana itu. Bukan
perkara siapa yang tinggi atau lebih rendah, namun perkara bagaimana keduanya
berproses saling membersamai untuk menyeimbangkan jalan semesta.
^O^
Ada bulir hangat menggenang dipucuk
mata telaga. Meski namaku tak ada dalam nama pecipta karya, tapi naskah itu
benar-benar telah diluar kepala. Pertanyaan PR, dialog si Guru, adalah dua hal
yang jelas ada dicatatan saya. :”) Ah bukankah proses insidental memang
demikian, konsep dasar tetap dari Sang Sutradara yang lantas dikembangkan oleh
masing-masing pemain, dikembangsesuaikan dengan garis besar dari si Sutradara
tadi :v. Meski pertanyaan saya kepada penulis naskah tak terjawab, pertanyaan
tentang kebenaran tebakan saya, yang nyata telah bermetamorfosa menjadi
pertanyaan retoris. Sebab jelas benar itu adalah pengembangan naskah pentas
insidental setahun lalu dengan saya aka Guru/Siswi SD, Kak Sita aka Bude, Nduk
Openg aka Tante, Nduk Septi aka Nini, dan Mas Sandhi aka Aki dengan sutradara
Mas Faisal, sebuah ide untuk Pentas Ulang Tahun Teater Thoekoel yang ke enam
*CMIIW. Dan pada akhirnya nama siapapun sebagai pemilik karya itu bukanlah
sesuatu yang penting untuk dijadikan soal, seorang Kakak berkata melalui
kalimat sederhana untuk tak menjadikan tenar sebagai tujuan utama berkarya. ^_^
^O^

Berhubung ini pentas realis, seniman
cahaya tak perlu direpotkan dengan banyak pergantian suasana atau aksi ligting
lainnya. Intensitas saat ending saya suka :D hanya saja kurang halus
sedikiiiiiit saja (mungkin dimmernya yang salah :v biasanya gitu sih). Tata
ruang panggungnya papan tulisnya kurang dieksplore, Cuma beberapa kali
termanfaatkan sebagai pendukung bincang diawal adegan. (Pas pentas saya dulu
enggak ada papan tulisnya juga sih ya :v).
Berlanjut kepada kedalaman karakter
yang dibawakan, Mas Sandhi harus menyalami Le Ican atas karakternya yang
berhasil dibawakan dengan apik, karakter galak dan kebapakan akut yang
diperkuat oleh aksi menyulut rokok (satu hal yang tidak akan diperbuat mas
Sandhi). Kak Sita dengan kegenitan khas panggungnya juga terampil memainkan si
Tante, hanya saja agak kurang halus saat proses ia terilhami (yang habis
dinasehatin sama si Guru itu Kak :’)), pergantian ekspresinya. Nduk Fina dan
Nduk Iko kereeeen ^_^ kalian mengemas dua perempuan renta dengan luwes, hanya
saja suaranya agak timbul tenggelam, hehe latihan vokal yuk ^_^. And then, buat
kamu, iya kamu! Nduk Atun yang menggunakan rok serupa dengan yang saya kenakan
dulu :D Kamu jugaa keceeh (pokoknya yang jadi anak-anak selalu kece :v)
nangisnya itu bocah banget Nduk ^_^, Cuma untuk ukuran anak-anak dibeberapa
bagian kamu nampak kurang anak-anak. Pas masuk panggung, masih terlihat seperti
guru dewasa yang mengajar (membawa setumpuk buku dan berjalan menunduk),
kayaknya akan lebih baik kalau masuk dengan lelarian khas bocah dengan tas
kelinci dipunggung hehe. Oia blokkingnya agak kurang rapi nduk, ada beberapa
bagian yang gerakan satu pemain menutupi pemain lainnya. but, keseluruhan aksi
kalian mampu melengkapi proses penyampaian nilai moral dengan amm Peron Banget
deh :v . Semangat Berkarya ^_^.
^O^
Bersama Naskah Telur Emas yang kemas
dalam Pentas Promosi tersebut, Kelompok Peron Surakarta hendak mengajak rekan
semua untuk tak malu belajar dari siapapun atau kapanpun. Taman Kawak-Kawak
yang terisi manusia manusia nyaris renta adalah bukti bahwa belajar bukan hanya
pada masa muda. Semangat belajar yang harus tetap terpelihara. Dan dengan Guru
seorang bocah ingusan kemarin sore seukuran singkong yang masih bau kencur
berseragam SD adalah bukti nyata banyak hal sederhana yang terlalu
dibesar-besarkan oleh manusia dewasa menjadi sebuah perkara tanpa jeda -_-,
bahwa melalui lisan dan fikir sederhana seorang bocah kita kembali diajak
belajar, diajak mengingat kembali amalan amalan semasa kecil yang terlupakan
sebab ngengat jaman.
Dan tentu saja, selayaknya judul
Promosi dibanyak tempat, Pentas Promosi Kelompok Peron Surakarta adalah ajakan
untuk kamu menjadi bagian dari kita lantas mari berproses bersama. Tak hanya
Mahasiswa Baru, kamu yang Mahasiswa Lamapun tak apa untuk bergabung bersama. Bersama
aneka latar belakang, baik yang benar-benar baru dibidang seni peran atau yang
sudah lama terjun di sana. Kabar baiknya, Kelompok Peron Surakarta tidak hanya
mewadahi minat dalam bidang seni peran, ada musik, tari, juga olah vokal. Maka,
mari menjadi bagian dari kita ! ^_^
Datang ke gedung UKM FKIP UNS
(selatan Masjid Nurul Huda) lantai 1, dari pintu masuk, jalan lurus lihat
sebelah kiri. Naaah disanalah kamu bisa memulai langkah bersama kita ^_^.
Berhubung kemarin saya langsung pulang tanpa berfoto dulu dengan mereka, berikut persiapan pentas insidental sebagai bagian dari rangkaian pentas promosi kelompok peron surakarta.
0 comments:
Post a Comment