Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Sabtu,
23 Agustus 2014
Bukan tentang Rina, Risa, Mas Heri
ataupun Mas Huda. Ini adalah tentang apa yang diamanahkan kepada kami melalui
para tetua (Mbak Sita dkk). Amanah menyampaikan tujuan baik untuk kemudian
ditindaklanjuti agar mendapat massa cukup banyak menunaikan amanah yang lebih
besar. Amm pada intinya kami harus menyampaikan. Sudah itu saja.
Auditorium UNS pukul delapan lebih
tiga puluh menit, saya stand by di timur rektorat, meninggalkan perkuliahan
yang baru saja berjalan (Semoga Anda memaafkan mahasiswi Anda ini). Berbekal
janji untuk berkumpul membahas teknis penyampaian, saya melangkah menuju Danau
Pertanian. Mas Heri sudah stand by rupanya, disusul saya dan Rina yang datang
bersamaan tanpa janjian. :v bertiga berbatik.
Membahasa prolog hingga epilog
tentang bagaimana mengelola panggung dan pemirsanya juga bagaimana
berkoordinasi dengan rekan istimewa bersuara surga bernama Mega itu :D tak ada
tiga puluh menit kami membahasnya. Proses yang cukup instan hmm tapi setidaknya
kami berusaha menyiapkannya :P
^O^
Dua lagu itu resmi mengisi ruang
dengar seluruh penghuni auditorium UNS hari Rabu lalu. Memukau pendengarnya
dengan lantunan kebangsaan. Pun menjadi tiket kami (Rina, Risa, Mas Heri)
membuka penyampaian.
Memperkenalkan diri sebagai delegasi
GAPAI, Gerakan Peduli Indonesia Inklusi. Sebuah wadah terkecil untuk mereka
yang ingin meyuarakan penyetaraan untuk rekan istimewa :”) Berdiri di dibawah
naungan Pusat Layanan Difable UNS GAPAI berhasil menggandeng banyak rekan dari
berbagai fakultas di Universitas Sebelas Maret, setidaknya tidak hanya rekan
Program Study Pendidikan Luar Biasa saja yang turut membersamai langkah
penyetaraan ini. Pun sebagai organisasi dengan visi untuk menyongsong Indonesia
Inklusi sehingga mampu menjadikan Indonesia lebih bertoleransi dan lebih
peduli. Seperti kita ketahui ketika kita saling menjaga peduli terhadap sesama,
peduli terhadap Indonesia sehingga kita sama – sama saling bersinergi, saling
bersatu padu memanusiakan manusia. Karena masalah bangsa bukan hanya masalah
untuk pemerintah namun ini adalah masalah kita bersama. Bukan hanya menjadi
lilin yang mengukutuk kegelapan namun menjadi penerang yang memberikan
pencerahan lantas menyalakan lilin kedamaian, begitu tutur Anies Baswedan.
Jika di Amerika Inklusi adalah
penyetaraan warna kulit, dimana si hitam dan si putih boleh saling mengasih.
Maka menyongsong Indonesia Inklusi adalah tentang kebersamaan untuk menunaikan
kewajiban dan hak sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi kebhinekatunggalikaan.
Menyetarakan semua manusia tanpa memandang beda kelengkapan raga. Sebuah pendekatan
untuk saling sadar diri mengenai berbagai macam karakteristik dalam diri
manusia. Seperti semboyan Negara kita Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun kita berbeda
– beda namun kita tetap satu. Kita tetap satu Indonesia. Dan UNS sudah membuka
pintu gerbang Kampus Inklusi melalui Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
membawa Mega dalam ruang belajar di Program Studi Pendidikan Luar Biasa :”)
Resmi menjadi mahasiswi UNS, resmi
pula membuka pintu gerbang inklusi di kampus hijau ini. Mega menjadi pionir
untuk rekan istimewa lainnya. Memupuk kepercayaan diri mereka untuk tetap
berbaur dengan yang lain, pun menumbuhkan kepedulian lebih bagi mereka yang
belum menjamah inklusi.
Mari menjadi manusia yang
memanusiakan manusia :”) Memahami bahwa tak ada kegagalan dalam peciptaan
manusia. Tak ada kata gagal dalam kamus rencana.Nya, pun manusia yang berbeda
raga ^_^
Mari menjadi manusia yang
memanusiakan manusia :’) menegakkan langkah penyetaraan untuk menepis
perbedaan. Menyandingkan keduanya untuk meneruskan perjuangan mengisi
kemerdekaan :”)
Mari, kami siap membersamai ^_^
0 comments:
Post a Comment