Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Jumat,
22 Agustus 2014
Masih setia dibalik punggung saya,
kamu duduk menikmati slamet riyadi dalam apitan dua perempuan. Bertiga menghampiri
Kampus Pusat, menunaikan janji pun menunaikan hasrat kuliner khas ‘warga graha’.
Ku tinggalkan kamu di sisi Nurul Huda
bersama Kak Ismi, sementara saya menemui dua rekan yang sedari tadi menunggu saya.
Ah Rabu memang selalu menyebabkan menunggu. Kamu yang menunggu jemputan saya
tiga jam dari jam kepulanganmu, dan dua rekan yang menunggu tiga puluh menitan
perjalanan Klaten-Solo dipetang hari. Hehe maaf yaa :”)
Berhubung menjadi pihak yang datang terlambat,
jadilah saya harus sadar diri untuk segera menyesuaikan diri, beruntungkah
kedua rekan saya itu (Hai Rina, Mas Heri ^_^) masih memiliki cukup banyak
kesabaran menanggapi permintaan saya untuk membahas sejauh mana obrolan itu. Dan
nyata bincang masih masih terdampar pada sosok Mega yang menghilang dari ruang
kabar. Telfon dan sms yang tidak mendapat respond menuntun kami untuk segera
berbenah menemuinya.
Menuju asrama Mega kamu masih
terjaga meski beberapa kali menguap. DuhDek! Sabar ya abis ini pulang kok :”)
Jadi kamu bisa rehat :”)
Dan di sana, di kursi panjang asrama
Mega beserta rekan istimewa lainnya, kamu menatapku dalam tanya. Siapa mereka? Ada
apa dengan mereka? Pun dengan bagaimana langkah mereka tak tergagap meski dalam
gelap?
Tatap yang kemudian kamu luncurkan
begitu pulang dari sana, seolah paham bahwa ada kepentingan yang harus kami
selesaikan tanpa terganggu rasa ingin tahumu,
“Yu, siapa mereka?” pertanyaan yang
sebenarnya retoris mengingat kamu sudah saya kenalkan dan bersalaman dengan
mereka.
“Mereka itu ya kita :D hanya saja
memiliki keistimewaan untuk dimudahkan menjaga amanah mata.”
“Ih kan enggak bisa lihat?!”
“Hla iya! Dengan mereka ndak bisa
melihat kan berarti mereka dimudahkan sama Allah biar enggak menyia-nyiakan
manfaat mata. Biar enggak melihat televisi sampai lupa mandi. Enggak main game
sampai lupa PR. :P”
Lantas kamu terdiam, entah paham
entah bingung. Kelak kamu akan paham Nak :v
Pertanyaan masih berlanjut hingga
lampu lalu lintas pengemas perempatan Panggungrejo. Melalui sepasang tangan dibawah
milik gadis bertubuh besar kamu bertanya, “Yu,
kok kamu enggak ngasih?”
Tanya yang saya jawab dengan tanya, “Kamu
lihat dia? Kakinya bahkan sehat sayang. Lihat tangan dan beberapa bagian
tubuhnya , lengkap bukan?”
“Iya sih.” Kamu mengiyakan dengan
sedikit ganjalan.
“Yang tadi aja enggak mengemis. Si
Ira bahkan sekolah, Mbak Sri yang tadi juga sekolah. Belajar buat enggak
mengemis. Mbak Mega yang tadi cerewet itu malah jadi penyanyi hloo Le...”
“Hla pergi-perginya gimana?” kejarmu
masih bersambung.
“Kandani sebab mereka sudah terbiasa
seperti itu. Kan mereka juga masih bisa jalan, masih bisa mendengar, masih bisa
membuat keterampilan, dan membuat hal-hal lainnya. Mereka itu bersyukur Le..”
“Apa iya Yuuu?” tanyamu menggoda,
errrgh menyebalkan.
“Iyaaaa Sayaaang! Mulo kudu
bersyukur! Enggak boleh malas-malasan :P” godaku enggan kalah. Menekan hidung peseknya
agar bertambah beberapa mili :D
Terima kasih :”) untuk tidak memburu
cepat pulang meski lensamu memerah menahan kantuk. Terima kasih untuk setiap
tanya yang membuatku kian banyak belajar menjelaskan apapun dalam bahasa yang
kamu pahami. Terima kasihhh :*
0 comments:
Post a Comment