Rss Feed
  1. (Jangan) Panggil Aku Akhwat!

    Sunday, 10 August 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)



    Senin, 28 Juli 2014


                Akhwat yang dialih bahasakan dalam Bahasa Indonesia menjadi kata perempuan saudara perempuan jamak (setidaknya itu yang saya pelajari semasa SMA dulu *mata pelajaran Bahasa Asing di SMA saya adalah Bahasa Arab). Makna yang kemudian terbawa arus keyakinan, menyempit dari sekedar pembeda gender. Akhwat adalah perempuan muslimah dengan pesona islam yang sangat terjaga. Berpakaian longgar, jilbab lebar, paham ilmu agama, tak keluar malam selepas pukul delapan, selalu menundukkan pandang, tidak pernah nongkrong, tak pernah tertawa terbahak, pun dengan hal lain yang menunjukkan keanggunan seorang Islam perempuan. Keanggunan yang menyimpan kekuatan, katanya.
                Dan kemarin di pertemuan kedua yang terjeda sangat lama, kamu masih mendecakkan kata “sangat akhwat” untuk saya. Terima kasih atas prasangka baikmu, saya artikan itu sebagai doa. Ah ya, siapa tahu kamu juga diam diam masih mendoakan saya :”). Namun, bukankah mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para nabi as dan juga orang-orang saleh yang mengikuti mereka? :")
                                              ^O^
                Benar. Gunung akan sangat nampak agung ketika kita memandangnya dengan jarak yang kian jauh. Barangkali sebab kamu yang memandang saya jauh, maka kamu lupa bahwa saya sama seperti gunung itu. Hanya serupa daratan lain, biasa saja, dan yaa tak jauh beda dengan yang lain. Oleh sebab itu, kali ini saya mohonkan kepadamu untuk tidak memanggilku Akhwat, rasanya berat sekali panggilan itu untuk saya. Semoga kamu mampu memenuhi permintaan saya ini, ayolah saya sudah tidak meminta apa apa atas kunjunganmu ke London kemarin, meski sejatinya saya ingin sekali merajuk meminta bawakan daun mapple :3. Jadi, permintaan saya yang ini, tolong di lunasi. :P
                Baiklah, akan saya jelaskan untuk memudahkanmu paham.
                Saya tidak ingin di panggil akhwat ketika kata tersebut telah menyempit makna. Tak hanya untuk semua perempuan di dunia seperti yang kita pelajari dalam mata pelajaran Bahasa Arab dulu (meski kita berdua selalu ikut remedialnya tapi saya tahu kita paham untuk beberapa kosa kata). Seperti yang ku bilang tadi, kata akhwat digelarkan pada perempuan Islam yang benar-benar paham agama, hafalannya banyak, pandai mengaji, tak pernah absen pengajian, selalu menundukkan pandangan, tak banyak keluar rumah, pukul sembilan sudah khusu’ di rumah, pun dengan hijab longgarnya. Dan saya belum seperti itu.
                Hafalan saya masih sedikit, mengajipun kadang masih sulit, saya masih merasa iman saya sempit. Tapi saya ingin belajar bagaimana melancarkan hafalan dan bacaan yang tak hanya sibuk dilisankan namun juga diamalkan. Pengamalan yang tak hanya saya terapkan pada area aman.
                Saya adalah perempuan biasa bila kamu tahu. Bahkan bisa jadi tak ada satupun ciri yang membedakan saya dengan perempuan lainnya. Saya tidak suka di panggil akhwat sebab saya memang belum seperti itu. Saya masih suka keluar malam untuk sekedar bersepeda mencari angin segar hingga nongkrong di tempat makan, berkumpul dengan teman-teman gaul, bahkan saya berteman dengan siapa saja yang menjabatkan tangan pertemanan. Saya berteman dengan perempuan berok longgar juga bercelana pensil, saya berteman dengan laki-laki berpeci juga perponi. Saya hanya ingin menjadi diri saya dengan apa yang saya percayai dan selama tidak dibenci Tuhan saya.
                Saya tidak mau dipanggil akhwat meski saya sering datang ke pengajian,saya paham saya masih jauh dari iman. Maka saya hanya terus berusaha memahamkan diri saya mengenai keberagaman ciptaan.Nya. Memperkaya diri dengan kajian ilmu yang ditawarkan majelis dalam lingkaran tarbiyah.
                Jangan panggil saya akhwat hanya sebab jilbab yang saya pegang kuat. Sebab akhwat terlalu berat untuk perempuan yang masih seperti saya. Saya tidak ingin kamu terkena kejut sebab nyata saya tak sebaik yang kamu sangkakan, tapi saya juga tak seburuk yang kamu pikirkan. Saya hanya enggan kamu terlalu berfikir saya perempuan baik-baik yang sangat terjaga pergaulannya hingga mengira saya jauh dari cela hingga kamu akan terserang kecewa setelah tahu saya banyak “ternyata.....”
                Ternyata saya masih membaur dengan lawan jenis. Ternyata saya kadang sadis. Ternyata saya sok manis. Ternyata saya opportunis. Ternyata saya tak pandai menulis. :3
                Ternyata saya suka sekali jalan-jalan hingga lupa menundukkan pandang. Ternyata saya masih sering menebar senyum pada mereka yang berlalu lalang. Ternyata saya... hmm banyak yang tak terkatakan.
                Tapi setidaknya, sejauh ini. Saya masih ingin terus belajar. Belajar menjadi seorang perempuan muslimah yang katanya agen Islam. Seorang agen yang harus belajar dalam keberagaman. Membaur tanpa melebur hingga tak lupa pada identitas diri sebagai Islam. Agen yang percaya bahwa agama tak hanya di pengajian, tapi juga di wedangan-wedangan yang riuh perbincangan. Bertukar pikir dalam diskusi dengan mereka yang dipandang sebelah mata pun dengan beberapa manusia yang sudah disegani banyak manusia lain. Ah ya, bukankah kamu yang mengajari saya untuk tak hanya belajar pada orang baik saja? Juga dengan diskusi yang boleh kita lakukan dengan siapapun? :”)
                Mendengarmu membaca semua tulisan saya, jujur saya agak terharu. Bahwa sejauh ini kamu masih peduli pada karya saya. Mengingat bahwa kamu adalah salah banyak dari sekian banyak orang yang mengingatkan saya atas tulisan tulisan saya yang katanya kontoversional. Tulisan yang ah ya seharusnya kamu berhenti memanggil saya akhwat begitu selesai membaca tulisan saya. Bukankah tulisan saya itu “tidak akhwati”, malah katamu terkesan galau? :D Ah tidak apa-apa jika kerisauan saya yang kamu anggap galau adalah cara saya bertahan dalam langkah perbaikan :”) Saya percaya setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menegakkan kebaikan. ^_^
                Ammm Ssaya beritahukan satu rahasia saya, bahwa sejatinya saya tidak bisa menulis. :D Benar, itu semua bukan tulisan tapi ammm sebuah hasil membaca. Dalam bio karya, saya tuliskan bahwa saya menikmati hidup dengan membaca dan menulis. Membaca banyak hal yang dicerna dengan indra lantas menuliskan apapun yang melintas dalam benak, dua hal yang menjembatani saya untuk selalu belajar.
                Aku terus membaca agar pemahamanku terisi, agar aku tahu bagaimana menyikapi setiap orang. Agar aku tahu bahwa dunia disekelilingku beraneka ragam dan aku tidak mungkin menghindarinya sama sekali. Biarkanlah aku belajar dengan tenang. Aku membutuhkan banyak waktu untuk memahami satu hal dan jangan beratkan aku pada label yang kamu berikan.
                Maaf jika membuatmu kecewa. Saya hanya mencoba jujur, dan menjagamu dari kecewa yang lebih dalam. Saya hanya perempuan biasa yang masih berusaha. Saya hanya ingin menjadi perempuan bebas, yang masih menggenggam batas. Ya, itu saja.
     

  2. 0 comments: