Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Senin,
28 Juli 2014
Akhwat yang dialih bahasakan dalam
Bahasa Indonesia menjadi kata perempuan saudara perempuan jamak (setidaknya itu
yang saya pelajari semasa SMA dulu *mata pelajaran Bahasa Asing di SMA saya
adalah Bahasa Arab). Makna yang kemudian terbawa arus keyakinan, menyempit dari
sekedar pembeda gender. Akhwat adalah perempuan muslimah dengan pesona islam
yang sangat terjaga. Berpakaian longgar, jilbab lebar, paham ilmu agama, tak
keluar malam selepas pukul delapan, selalu menundukkan pandang, tidak pernah
nongkrong, tak pernah tertawa terbahak, pun dengan hal lain yang menunjukkan
keanggunan seorang Islam perempuan. Keanggunan yang menyimpan kekuatan,
katanya.
Dan kemarin di pertemuan kedua yang
terjeda sangat lama, kamu masih mendecakkan kata “sangat akhwat” untuk saya.
Terima kasih atas prasangka baikmu, saya artikan itu sebagai doa. Ah ya, siapa
tahu kamu juga diam diam masih mendoakan saya :”). Namun, bukankah mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari
sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para nabi as dan juga orang-orang saleh yang mengikuti
mereka? :")
^O^
^O^
Benar. Gunung akan sangat nampak
agung ketika kita memandangnya dengan jarak yang kian jauh. Barangkali sebab
kamu yang memandang saya jauh, maka kamu lupa bahwa saya sama seperti gunung
itu. Hanya serupa daratan lain, biasa saja, dan yaa tak jauh beda dengan yang
lain. Oleh sebab itu, kali ini saya mohonkan kepadamu untuk tidak memanggilku
Akhwat, rasanya berat sekali panggilan itu untuk saya. Semoga kamu mampu
memenuhi permintaan saya ini, ayolah saya sudah tidak meminta apa apa atas
kunjunganmu ke London kemarin, meski sejatinya saya ingin sekali merajuk
meminta bawakan daun mapple :3. Jadi, permintaan saya yang ini, tolong di
lunasi. :P
Saya tidak ingin di panggil akhwat
ketika kata tersebut telah menyempit makna. Tak hanya untuk semua perempuan di
dunia seperti yang kita pelajari dalam mata pelajaran Bahasa Arab dulu (meski
kita berdua selalu ikut remedialnya tapi saya tahu kita paham untuk beberapa
kosa kata). Seperti yang ku bilang tadi, kata akhwat digelarkan pada perempuan
Islam yang benar-benar paham agama, hafalannya banyak, pandai mengaji, tak
pernah absen pengajian, selalu menundukkan pandangan, tak banyak keluar rumah,
pukul sembilan sudah khusu’ di rumah, pun dengan hijab longgarnya. Dan saya
belum seperti itu.
Hafalan saya masih sedikit,
mengajipun kadang masih sulit, saya masih merasa iman saya sempit. Tapi saya
ingin belajar bagaimana melancarkan hafalan dan bacaan yang tak hanya sibuk
dilisankan namun juga diamalkan. Pengamalan yang tak hanya saya terapkan pada
area aman.
Saya adalah perempuan biasa bila
kamu tahu. Bahkan bisa jadi tak ada satupun ciri yang membedakan saya dengan
perempuan lainnya. Saya tidak suka di panggil akhwat sebab saya memang belum
seperti itu. Saya masih suka keluar malam untuk sekedar bersepeda mencari angin
segar hingga nongkrong di tempat makan, berkumpul dengan teman-teman gaul,
bahkan saya berteman dengan siapa saja yang menjabatkan tangan pertemanan. Saya
berteman dengan perempuan berok longgar juga bercelana pensil, saya berteman
dengan laki-laki berpeci juga perponi. Saya hanya ingin menjadi diri saya
dengan apa yang saya percayai dan selama tidak dibenci Tuhan saya.
Saya tidak mau dipanggil akhwat
meski saya sering datang ke pengajian,saya paham saya masih jauh dari iman.
Maka saya hanya terus berusaha memahamkan diri saya mengenai keberagaman
ciptaan.Nya. Memperkaya diri dengan kajian ilmu yang ditawarkan majelis dalam
lingkaran tarbiyah.
Jangan panggil saya akhwat hanya
sebab jilbab yang saya pegang kuat. Sebab akhwat terlalu berat untuk perempuan
yang masih seperti saya. Saya tidak ingin kamu terkena kejut sebab nyata saya
tak sebaik yang kamu sangkakan, tapi saya juga tak seburuk yang kamu pikirkan.
Saya hanya enggan kamu terlalu berfikir saya perempuan baik-baik yang sangat
terjaga pergaulannya hingga mengira saya jauh dari cela hingga kamu akan
terserang kecewa setelah tahu saya banyak “ternyata.....”
Ternyata saya masih membaur dengan
lawan jenis. Ternyata saya kadang sadis. Ternyata saya sok manis. Ternyata saya
opportunis. Ternyata saya tak pandai menulis. :3
Ternyata saya suka sekali
jalan-jalan hingga lupa menundukkan pandang. Ternyata saya masih sering menebar
senyum pada mereka yang berlalu lalang. Ternyata saya... hmm banyak yang tak
terkatakan.
Tapi setidaknya, sejauh ini. Saya
masih ingin terus belajar. Belajar menjadi seorang perempuan muslimah yang katanya
agen Islam. Seorang agen yang harus belajar dalam keberagaman. Membaur tanpa
melebur hingga tak lupa pada identitas diri sebagai Islam. Agen yang percaya
bahwa agama tak hanya di pengajian, tapi juga di wedangan-wedangan yang riuh
perbincangan. Bertukar pikir dalam diskusi dengan mereka yang dipandang sebelah
mata pun dengan beberapa manusia yang sudah disegani banyak manusia lain. Ah
ya, bukankah kamu yang mengajari saya untuk tak hanya belajar pada orang baik
saja? Juga dengan diskusi yang boleh kita lakukan dengan siapapun? :”)
Mendengarmu
membaca semua tulisan saya, jujur saya agak terharu. Bahwa sejauh ini kamu
masih peduli pada karya saya. Mengingat bahwa kamu adalah salah banyak dari
sekian banyak orang yang mengingatkan saya atas tulisan tulisan saya yang
katanya kontoversional. Tulisan yang ah ya seharusnya kamu berhenti memanggil
saya akhwat begitu selesai membaca tulisan saya. Bukankah tulisan saya itu
“tidak akhwati”, malah katamu terkesan galau? :D Ah tidak apa-apa jika
kerisauan saya yang kamu anggap galau adalah cara saya bertahan dalam langkah
perbaikan :”) Saya percaya setiap orang memiliki caranya sendiri untuk
menegakkan kebaikan. ^_^
Ammm
Ssaya beritahukan satu rahasia saya, bahwa sejatinya saya tidak bisa menulis.
:D Benar, itu semua bukan tulisan tapi ammm sebuah hasil membaca. Dalam bio
karya, saya tuliskan bahwa saya menikmati hidup dengan membaca dan menulis.
Membaca banyak hal yang dicerna dengan indra lantas menuliskan apapun yang
melintas dalam benak, dua hal yang menjembatani saya untuk selalu belajar.
Aku
terus membaca agar pemahamanku terisi, agar aku tahu bagaimana menyikapi setiap
orang. Agar aku tahu bahwa dunia disekelilingku beraneka ragam dan aku tidak
mungkin menghindarinya sama sekali. Biarkanlah aku belajar dengan tenang. Aku
membutuhkan banyak waktu untuk memahami satu hal dan jangan beratkan aku pada
label yang kamu berikan.
Maaf
jika membuatmu kecewa. Saya hanya mencoba jujur, dan menjagamu dari kecewa yang
lebih dalam. Saya hanya perempuan biasa yang masih berusaha. Saya hanya ingin menjadi perempuan bebas, yang masih menggenggam batas. Ya, itu saja.
0 comments:
Post a Comment