Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
“Karena sejatinya manusia diciptakan
untuk merayakan kesepian, berpesta sendirian dalam sengatan senyap.”
^O^
Masjid Akbar NH terbanjiri oleh
wajah wajah baru berseragam putih putih, serupa jemaah haji yang hendak sa’i (barangkali).
Hilir mudik di pelataran masjid, beberapa bergerompol laksana awan di langit
senja ini. Dan melalui mereka Tuhan memberi saya tiket untuk pulang, untuk
mengenang tentang sebuah niat awal. Ya niat awal saya sampai di kota bernama
Surakarta ini.
Satu jam yang lalu, saya masih
berada dalam ruang yang sama bersama dengan beberapa rekan. Lalu saat suara
mulai terdengar, saat mata mulai membangun prasangka, juga seringai yang kian
menggugurkan rasa. Mengerdilkan saya seketika. Saya menjadi Alice dengan
serpihan roti pengecil tubuh. Jadilah saya tak nampak, tak terdengar juga tak
teranggap. Ya saya terabaikan disana. Hal paling menyedihkan ternyata ketika
menyadari kesiaan dari sebuah kehadiran. Ketika hadirmu tak berpengaruh pada apapun
atau siapapun, itulah hal paling menyedihkan nomor tiga menurut saya.
ketidakbergunaan juga ketidakproduktivan waktu yang seharusnya mampu
termanfaatkan dengan optimal.
Saya menyerah dalam gravitasi.Nya.
Enggan melangkah ataupun mengayuh lagi. Saya hanya ingin duduk manis dibangku
berlengan. Menyaksikan para wayang melakukan lakonnya. Arghh saya ingin
berteriak, lalu meledak dan menghilang. Tak apa selamanya. Diantara rayuan
menyerah, ditengah lunglainya kaki sebab terlalu lama melangkah, ku paksa diri
berpamit pada yang Maha Berdiri sendiri. Meminta kepada.Nya makna sebuah
kesabaran. Lalu, Iapun menunjukkan pada saya tentang mereka. Mahasiswa mahasiswa
baru yang dengan sangat khidmat mengerjakan tugas osmarunya. Mengingatkan saya,
bahwa saya pernah dalam posisi mereka. Dengan semangat maksimal guna
menghasilkan optimal. Semangat yang belum terkontaminasi harap yang tak sesuai
nyata. Belum tersentuh adaptasi yang tak terinteraksi dengan baik, juga hal hal
lain yang memupuskan semangat.
“Kelak dalam perjalananmu Nak, kamu
mungkin akan tersesat. Bukan, sungguh itu bukan kesalahan. Barangkali Tuhan
hanya sedang membiarkanmu menikmati perjalanan. Jikapun kamu merasa tersesat,
maka kembalilah dijalan kamu mengambil langkah pertama kali. Ujung suatu jalan
tidak akan pernah kita ketahui jika kita tak melakukan perjalanan itu bukan?!”
selintas bisikan itu menggema. Mengembalikan memori pada langkah awal
melenggang ke kota Solo.
Ya, mungkin ini jalan buntu saya.
Tersesat sebab saya dalam kubangan itu itu saja. Merasa melangkah namun tak
sejengkalpun berpindah hingga lelah benar benar membuat payah. Sederhananya
inilah kejenuhan. Ya, saya jenuh.
Secara harfiah, jenuh (dalam KBBI)
ialah bosan, padat, kenyang, penuh. Saat sekolah menengah, seorang guru
mengenalkan saya pada istilah titik jenuh, yaitu suatu kondisi benda yang larut
namun sudah tidak bisa larut lagi pada lingkungan yang sama. Misalnya saja, garam
yang larut pada air, lalu jika kita memasukan garam terus menerus ke dalam
gelas berisi air tersebut, maka akan muncul keadaan garam yang tidak bisa larut
lagi (titik jenuh garam pada air).
Layaknya garam dalam segelas air,
maka saya adalah garam yang sudah tak mampu lagi melarutkan diri dalam air yang
sudah terlalu sempit untuk keberadaan saya. Serupa pula dengan seorang
admisnistrator yang jenuh dengan berkas dihadapannya, seorang SPG jenuh
terhadap posisinya dilapangan, atau seorang masinis kereta yang jenuh dengan
rute perjalanan keretanya. Setiap orang memiliki titik jenuhnya masing masing
baik hitungan bulan maupun tahun. Dengan kegiatan nyaris sama yang dilakukan
berulang ulang, lingkungan yang tak berbeda, setiap hari, setiap minggu, selama
berbulan bulan bahkan hingga bertahun tahun. Potensi jenuh maksimalpun tak
dapat dihindari, resep manjur pengundang stress (astagfirullah).
Kecepatan reaksi garam (kecepatan
mencapai titik jenuh) untuk larut dalam air juga sesuai dengan suhu, semakin
tinggi suhu maka semakin cepat pula pelarutan terjadi. Dalam kehidupan nyata,
suhu adalah kondisi lingkungan. Lingkungan yang baik, ramah, dan profesional
dapat membuat diri kita lebih nyaman untuk beradaptasi (larut) dibanding dengan
lingkuang yang tegang, keras, juga kaku. Saklek penuh tuntutan dan cermin yang memangkas habis kewarasan. Arghh, lagi
lagi tentang tuntutan dan tekanan. Lupakah? Jika hanya berisi tekanan dan
tuntutan, bahkan jika itu hanya hubungan dua orang. Sudah sepantasnya disudahi
saja. Apalagi jika ini berkaitan dengan banyak orang. Bagaimana bubarkan saja
kah?! -_- tentu tidak. Sebenarnya ini cukup sederhana, ingat hukum Newton ke
tiga? Benar, mengenai aksi reaksi. Ketika ada salah satu pihak yang melakukan
aksi, sebaiknya harus diberi reaksi sebagai bentuk apresiasi kepedulian. Bukan
hanya terus mencela dalam forum evaluasi!! Memang kuman diseberang lautan
nampak gajah dipelupuk mata tak terlihat. Memang organisasi ini milik bersama.
Memang semua sayang dan berjuang pada organisasi yang sama. Tapi dengan selalu
membandingkan jaman kepengurusan dulu, dengan selalu menjadikan masa lalu
sebagai tolak ukur, kapan akan beranjak menata masa depan? Setidaknya
menghindari kesalahan kesalahan yang sama. Akankah menyerupakan diri dengan
bapak beruban yang kini telah terkubur zaman namun masing terngiang dalam
sapaanya, “Pie kabare? Enak jamanku to?!”.
Kejayaan masa lalu memang selalu
indah untuk dikenang. Selalu mampu menumbuhkan sayang. Selalu mampu meramaikan
angan. Namun, bukan berarti membuat perubahan dimasa depan adalah kesalahan
kan? Bukan berarti melakukan perbedaan adalah dosa besar kan? Setau saya
perbedaan itu normal, bukan tindak kriminal.
Saya mengakui salah. Dimana
seharusnya saya melakukan pendekatan, malah saya melakukan kelekatan. Seolah
mengerti dan mahfum dengan apa yang mereka pilih sehingga saya tak pernah mampu
memaksakan, tak mampu membuat mereka memprioritaskan hal yang sama dengan
banyak orang. Akhirnya hanya berupa ajakan, mengingatkan, lalu memberi
pengertian. Ya, tidak dibenarkan! Tentu saja! Bagaimana hal tersebut dapat
dibenarkan, saat dimana saya seharusnya menjadi perekat semuanya, malah saya
hanya menjadi jembatan penyampai alasan ketidakhadiran.
Saya salah sebab terlalu banyak sok
mengerti orang. Sok maklum dengan keadaaan orang. Sok tidak memaksakan kehendak
orang. Dan beginilah pada akhirnya. Ruangan itu terkadang sepi, tak jarang
ramai pula. Terisi insan itu itu saja. Banyak yang mengeluh kemana yang
lainnya? Dan kembali pada saya. “Kowe ki ngopo?!” satu pertanyaan yang sungguh
menghunus hingga ulu hati. Lisan berbusa oleh ajakan juga rayuan untuk turun
lapangan, untuk tak sekedar menjadi penonton berakhir pada telinga yang
menggemakan alasan alasan logic untuk memilih prioritas.
Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang
kamu dustakan? – (QS: Ar Rahman)
*Menjadi surat favorit saya akhir akhir ini, teman setia kala menyapa
gulita dilembah deadline*
Baiklah. Mungkin saya hanya perlu
menambahkan air sebanyak banyaknya dalam larutan garam itu. Belajar menata
kembali rencana rencana yang semoga mendapat ridha.Nya. Juga mengganti wadah
garam, tak hanya gelas yang berbatas. Mungkin saatnya dipindahkan ke danau.
Meluaskan pandang, bahwa kesulitan adalah kemudahan yang tertunda, bahwa Allah
memberika ujian sesuai dengan kapasitas hamba.Nya. Bahwa kejenuhan adalah cara
Tuhan mengajarkan tentang kenikmatan lapang fikiran, hal yang sangat manusiawi,
hal yang juga mengajarkan untuk tetap berfikir positif pada ketentuan.Nya.
Melalui mahasiswa mahasiswa baru
itu. Melalui wajah wajah baru pelepas putih abu abu. Melalui pemilik langkah
langkah lugu. Melalui senyum polos tanpa ragu itu. Allah menitipkan bisik, “Bagaimana
kabar niatmu sayang? Masihkah ia terpenuhi dengan landasan cintamu pada.Ku?
Masihkah ia terlaksana sebab kamu mengharap ridha.Ku?”
Disaksikan cermin dikamar mandi
putri dalam masjid NH, saya membasuh diri. Menyucikan niat untuk berharap tetap
bermanfaat. :’) Menitipkan semoga, menitipkan doa, juga merapalkan mantra untuk
tetap terjaga dalam titian.Nya. :’) aamiin. Semoga dimudahkan :’) Dan untuk
adik adik saya yang telah resmi menanggalkan putih abu abunya. Saya mengucapkan
selamat datang :) Semoga bukan calon mahasiswa nyinyir :D
Selasa,
20 Agustus 2013
0 comments:
Post a Comment