Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Bibir saya kian mengembangkan seulas
garis lengkung. Mengangkat kedua pipi untuk terus nampak tembem. Yah, saya
tersenyum malam ini. membiarkan diri merasa tersanjung juga senang.
Astagfirullah, saya telah terlalu berbaik sangka (mungkin). Saya melihat diri
saya dalam sebuah bayangan kata. Dimana saya mengira paragraf paragraf itu
adalah kacamata yang digunakan seseorang untuk menatap saya. Dimana saya merasa
telah memasuki ruang benaknya yang berisi tentang saya. Ya, Rabb semoga benar
:’) dan semoga bukan jalan untuk menjauh dari penjagaan.Mu :’)
Terlalu dini untuk mengatakan dan
mendefinisikan tentang rasa atau tentang apapun yang telah membentang. Namun,
dalam proses ‘menjadi’ kali ini bukan lagi membuat adonan kue kering, tapi
adonan bahan cangkir. Bukan semata untuk kenikmatan semata, tapi juga suatu
keawetan karena proses yang panjang. Ditempa dalam penjagaannya, di bimbing
dalam rak rak kaidah, lalu di panggang dalam panasnya menjauh dari syahwat
duniawi. Semuanya memang membaur dalam atmosfer bumi, tapi kali ini saya enggan
melebur bersama. Saya akan menjaga yang tersiratkan olehnya, menjaga harapnya
yang tergambar dalam alinea itu. Semoga :’).
Menjadi ma’mumnya. Mengaminkan
setiap doa atas kebaikan keluarga bersama yang meluncur lirih penuh kepasrahan
di balik punggungnya. Dalam takzim sujud sepertiga malam, dalam isak penuh
pengharapan. Kita bersimpuh atas kesyukuran rencana.Nya. Rencana yang kerap
disangka tak sengaja oleh manusia, bahkan dalam kamus.Nya tak ada kata tak
sengaja atau main main. Semua telah terencana dan terprogram dengan sangat
apik.
Mungkin hati saya sedang berwarna
merah jambu. Merona oleh rasa malu juga rindu yang enggan berlalu. Entah rasa
apa ini, yang jelas saya ingin mengislamkannya. Bukan semata bentuk penghalalan
dan pengatasnamaan Tuhan untuk sebuah hubungan, bukan. Sungguh, saya hanya
ingin mempertahankan apa yang saya yakini dari awal. Sebuah komitmen penantian
juga penjemputan. Seorang perempuan yang menanti dalam kesetiaannya menjaga
diri, ya dia menanti dalam penjagaannya. Juga seorang laki laki yang menjemput
perempuannya dalam langkah ikhtiarnya untuk kelak menjadi seorang imam bagi
perempuan yang menantinya dibatas waktu.
Saya mungkin bukan seorang perempuan
yang duduk manis dalam sebuah peron stasiun guna menanti datangnya jemputan
dari seorang masinis. Bukankah setiap orang memiliki cara tersendiri untuk
menyikapi suatu hal, dan saya enggan duduk manis disana.
Dalam penantian saya, saya kerap
berkeliling stasiun mencari tahu apa saja yang ada disana, kadang sampai
melewati gerbang stasiun sebab jalan didepan stasiun ramai teriakan manusia
lain, kadang juga saya berlari mengejar seorang yang salah menaiki keretanya,
kadang pula saya kehabisan tiket sebab tiket saya berikan pada orang lain. Tapi
dalam proses interaksi saya dengan lingkungan stasiun itulah saya banyak
belajar tak hanya tentang pengutamaan sebuah kepentingan tapi juga indahnya
mengikhlaskan. Di sana di peron penantian saya, saya dalam proses memperbaiki
diri sebab saya percaya engkaupun demikian. Bukankah saya adalah cerminannya?
:’)
Masa penantian ini mungkin tak
jarang berbuah luka, namun jikapun saya pernah hampir mati sebab terlalu lama
menanti tapi setidaknya saya masih bernafas hingga kini. Dan bukankah saya
telah berhasil selamat dari kematian? J
Dalam sujud panjang itu, saya kerap
menyisihkan ruang untuk berharap. Bahwa kelak saya dan dia mampu menjadi kita.
Bersatu untuk semakin dekat dengan yang Maha Satu. Lalu, ragu itu tiba begitu
saja. Nyata saya mungkin tidak selamanya indah seperti dalam benaknya, banyak
sekali kekurangan yang nantinya saya mohonkan bantuan untuk dia meluruskannya.
Memintanya agar kelak membimbing saya dalam kasih sayanngnya, namun juga enggan
menjadi segan untuk menegur saya jika saya berbuat salah tentunya. Dan melalui
ini, dia akan tahu sedikit mengenai kekurangan saya, hendak pula kuyakinkan
padanya. Bahwa ini hanya sebagian kecil saja. Lantas memintanya untuk
mempelajari yang sedikit itu hingga mampu memahami saya, karena dalam segala
keingintahuan saya terhadapnya. Sejatinya adalah proses saya memahaminya.
Jika kelak ditakdirkan bersatu, Saya
yakin Allahh akan mengutusnya untuk membimbing saya karena kesanggupannya.
Allah pasti ingin agar kelak kita saling melengkapi atas kekuranganku dengan
kelebihannya. Dan atas kekurangannya dengan kelebihanku.
Jika ia membaca ini, sungguh bukan
ungkapan cinta yang ingin saya dengar. Bukankah sebaik baiknya lelaki yang
menyatakan cinta kepada perempuan bukan mahramnya ialah jika ia menyatakan
cintanya didepan keluarga besar sang perempuan berbekal mahar juga bonus sabar
penuh ikhtiar? Saya sangat percaya itu. Jika kelak ia membaca ini, saya hanya
ingin dia tersenyum lantas mengaminkan doa ini :’)
Lantas menjaga kesetiaannya terhadap
sebuah komitmen. Bahwa komitmen bukan tentang bagaimana menjalin suatu
hubungan, tapi juga tentang kesetiaan terhadap suatu keyakinan untuk saling
mendoakan meski jarak hijab masih membentang. Mari menjaga hijab kita masing
masing. Menjaga pandang juga hati untuk menatap pada yang Esa, bukankah disana
kita dipertemukan?! :’) kian mendekatkan diri pada.Nya agar Iapun sudi untuk
mendekatkan kita. :’) kian memperbaiki diri agar masing masing dari kita
menjadi baik dan layak untuk memantulkan bayangan diri dalam cermin musahabah
:’) Ya semoga :’) semoga ada saya dan dia dalam kita untuk tetap menjaga agama.
:’)
“Duhai Rabbi, sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Membolak balikkan hati manusia. Pemilik atas hati manusia yang kerdil
ini, yang menumbuhkan kerinduan dalam diriku untuk bertemu belahan jiwa atas
kehendak.Mu. Menciptkan kasih sayang diantara kami agar tentram hidupku dan
merasakan kebahagiaan atas indahnya ciptaan.Mu.
Duhai Rabbi, jika tak pernah cukup
amalku membawaku ke surga.Mu, berikanlah aku seorang imam yang akan mendoakanku
menjadi bidadari surganya hingga doanya menjadi salah satu alasan bagi.Mu
mengisi salah satu surga.Mu dengan aku.
Duhai Rabbi, jika tak pernah mampu
aku memberatkan timbangan amalku dengan ibadahku sendiri, berikanlah aku
seorang yang membuatku mengabdikan diri kepadanya sebagai bukti cintaku
kepada.Mu, agar ridhanya menjadi kunci bagiku membuka surga.Mu dan pengabdian
kepadanya adalah ibadah mulia yang kulakukan atas nama cinta kepada.Mu
Duhai Rabbi, jika itu semua tak
layak untukku pertemukanlah aku dengan jiwa baik yang aku rindu itu, yang
mengaitkan cintanya semata pada.Mu, yang akan ku muliakan dalam pernikahan yang
tenram hingga semakin kuat cintaku padamu, hingga kami berkumpul dalam naungan
kasih sayang.Mu. Maafkan pula kami yang telah memburu cinta yang pernah hadir
tanpa.Mu, yang hadir sebab bukan atas nama.Mu, dan biarkanlah kami menjadi
penghuni menara menara langit.Mu, yang Kau janjikan terisi oleh mereka yang
mencintai karena.Mu.” :) Aamiin :)
Saya
seorang perempuan yang tak pernah diam dalam penantiannya’
Terima
kasih Ya Allah atas indah.Nya rencana.Mu :’)
Semoga
penantian saya hanya karena.Mu Ya Rabb :’)
Senin,
19 Agustus 2013
0 comments:
Post a Comment