Rss Feed
  1. Bismillaahirrahmaanirrahiim :)


    Minggu, 20 April 2014


                “SD Muhammadiyah 23!” seru seorang berkaos hitam di depan gerbang selatan Novotel Solo diantara riuhnya pekikkan nama instansi lain. Lebih dari sekali ia berteriak dan menyapu pandang sekitar, berharap instansi dengan nama tersebut menghampirinya bersama belasan bocah pejuang budaya hari ini.
    ^O^
                Tepat pukul 05.40 WIB sepeda onthel Ungu keluaran Phoenix itu keluar dari gerbang asrama kampus PGSD, menyusuri Slamet Riyadi bersama dua rekannya. Tiga gadis dengan senyum mengembang yang sedang menebarkan semangat sepanjang putaran roda. Dan Radyapustaka menjadi pilihan mereka memarkirkan sepeda, mempercayakannya pada seorang bapak penjaga parkir museum, dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju TKP kegiatan, Lapangan Parkir Selatan Novotel. Mengisi presensi dan membantu beberapa rekan menata kain putih berjajar. Mengambil lembaran nama sekolah dasar.
                Dan disinilah saya. berdiri dengan lembaran kertas bertulis “SD Muhammadiyah 23”, di depan gerbang menanti para bocah. Belum apa apa sudah mendapat pelajaran moral pertama hari ini “Jika yang ditunggu tak kunjung datang, barangkali kamu memang harus menjemputnya!”
                “Mbak, itu di depan gerbang Novotel sebelah timur ada banyak SD! Dikiranya acara disana.” Ucap seorang wali murid saat registrasi. Berharap ada SD yang diamanahkan, saya menjemput mereka disana.
                 Taraaaa! Mereka ada disana.
                “SD Muhammadiyah 23?” sapaku dengan tatap tanya pada serombongan bocah berseragam batik dan para wali pendampingnya.
                “Iyaaa!” seru mereka serentak. Aihh manis nian aroma semangat pagi itu.
                “Yuk, adik adik ikutin kakak yaa..kita registrasi dulu di parkiran sebelah selatan!” ajakku, menggiring mereka menuju medan laga penulisan huruf jawa.
                Tanggal 18 April lalu ialah hari Pusaka Dunia aka World Heritage Day. Jatayu Solo, Mahasiswa Berbudaya, mengapresiakan hari budaya dengan membuat ruang #OjoLaliJawane sebagai aksi pelestarian budaya tradisi, khususnya Jawa. Derasnya arus globalisasi menginspirasi mereka untuk mengajak kembali adik adik sekolah dasar se-Solo Raya untuk mengeja budaya melalui torehan huruf Hanacaraka dan kunjungan ke museum Radyapustaka.
                Rencana tepat pukul enam pagi prosesi penulisan aksara jawa akan dimulai, nyata pukul tujuh lebih acara baru dibuka dengan serangkaian sambutan dan hiburan. Diawali prakata dari Kak Cythia sebagai ketua pelaksana kemudian sambutan dari Wali Kota Solo yang diwakilkan dengan selingan Performance perkusi oleh rekan rekan dari FISIP UNS barulah adik adik dari dua puluh tujuh sekolah dasar di Solo yang membawa delegasinya kisaran lima belas anak, siap bercorat coret ria. Mengingat mereka yang sudah kelas empat dan lima sekolah dasar, menemani mereka menulis aksara jawa tidak terlalu menyulitkan. Jika pun kami lupa, ada banyak huruf Hancaraka bertebaran seantero TKP.
                “Nulis apa Nduk?” tanyaku pada Elsa, salah satu adik SD Muhammadiyah 23 yang saya temani.
                “Pasar Kliwon, Bu!” jawabnya bersama kembangan senyum.
                Sebenarnya mereka dibebaskan untuk menuliskan apapun yang mereka mau, tapi rupanya dari sekolah masing masing sudah mengarahkan mereka untuk menuliskan nama nama pasar si Solo, ada juga yang nama nama tokoh pewayangan, nama senjata tradisional dll.
                Meski penuh sesak, ku edarkan pandang pada lautan bocah usia sekolah dasar. Subhanallah, antusias sekali mereka. Saling berbagi papan, saling berbagi tempat, saling mengingatkan, dan tentu saja saling menyemangati.
                Jelang beberapa menit berlangsungnya prosesi penulisan, beberapa adik sudah selesai dengan tulisannya, “Kalau yang udah selesai boleh ditulisin nama sama sekolahnya. Kalau yang belum selesai dilanjutkan aja dulu, santai saja.” Bisikku pada adik adik mengingat MC di depan masih asik dengan celotehnya. (MC.nya siapa? Sepasang Mbak dan Mas, Mbak.nya aku lupa namanya, kalau Mas.nya aku tahu -_- seorang yang sebenernya pengen gue timpuk pake jimbe pas liat dari pagi ada di sana. Sudahlah!).
                Jajan pasar dan segelas air mineral turut mengisi energi mereka pagi ini. menyemangati mereka yang sudah mulai berpeluh. Dan disinilah, kesabaran mulai diuji. Bukan, bukan adik adiknya yang gimana gimana, tapi ammm wali pendamping (wali murid maupun pendamping dari sekolah) yang juga mulai rewel melihat jam kunjung ke Radyapustaka sudah molor nyaris satu jam.
                “Bu, kapan ke Radyapustakanya? Katanya jam sembilan ke selesai?” sapa seorang guru pendamping saat saya akan mengambil snack untuk adik adik.
                “Bu, kasian mereka kepanasan!” seru seorang wali murid.
                “Bu, mereka keringetan!” ucap seorang wali siswa.
                Dan masih banyak keluhan lagi.
                “Nggeh Bu, ini habis kalau adik adiknya sudah selesai, nanti kita bareng bareng kita  Radyapustaka. Sementara adik adiknya di sini dulu aja. Menunggu adik lain yang belum selesai dan menikmati hiburan. Ada konsumsi kok buat adik adiknya, jadi insya allah mereka ndak papa.” Jelasku dengan wajah super manis. -_-
                Padahal dalam hati. Duh ini, siapa yang manja sebenarnya. Berkeringat kan tanda kalau sistem metabolisme tubuhnya bagus. Sinar matahari pagi  (06 – 10an) itu kan mengandung Vit.D, baik untuk pertumbuhan. Menunggu teman bukannya akan mengajarkan mereka untuk bersabar atas proses rekannya, setidaknya menstimulus kecerdasan intrapersonal maupun interpersonal. ^_^
                Ahsudahlah, mari melanjutkan ke sesi acara selanjutnya. Bersama membawa kain yang sudah terhias tulisan tangan mereka, kami pun melangkah menuju Museum Radyapustaka. Berjalan beriringan, menjaga ketertiban, menyusuri Slamet Riyadi, dan tralalala kami siap mengantri masuk museum. ^_^ Berhubung, adik adik dari SD Muhammadiyah 23 ini memiliki adik adik yang super kece, saya dijadi hafal deh nama nama mereka. Yuk, absen dulu sebelum masuk.
                “Adik adik, dengerin Ibu ya..sekarang diabsen dulu. Nanti barisnya dua dua. Terus inget pesen kakaknya tadi. Di dalam museum itu jalannya pelan pelan aja, boleh liat tanpa pegang. Ok?
                “Ok. Bu...!” jawab mereka tak kompak.
                “Nah, sekarang absen. Karima, Elsa, Aqila, Dita, Raihana, Deltia. Baris di sebelah kanan ya....Sekarang yuk, Ian depan (berhubung dia paling usil dan banyak sambat plus paling kecil :D), Rizky (yang enggak kalah tingkah sama Ian :D), Agastya, Faqih, Fikri, Fernando, Yusuf bersaudara (yang ini kembar :D).” Seruku semangat.
                Welcome To Radyapustaka.
                Dengan ragam replika dan benda budaya yang dipajang disana juga keantusiasan adik adik Radyapustaka menjadi sangat riuh keceriaan. Lebih dari sekedar benda pajangan, benda benda itu adalah warisan budaya yang mengingatkan adik adik untuk tetap sadar sejarah. Bagaimana perkembangan senjata dari jaman dulu hingga sekarang, ragam perabot, juga alat musik tradisional, dan banyak replika arca di penjuru negeri. (Tidak ambil foto, duh mana sempat -_- menghandle lima belas anak untuk tertib menikmati di ruang penuh benda rapuh itu sungguh istimewa. Sayang untuk dilewatkan.)
                Finish! Ditutup aksi berfoto bersama adik adik dengan para gurunya (gue yang motoin :D), kamipun meninggalkan decak kagum atas warisan budaya di Radyapustaka. Hmm adalah ia yang menyakitkan, masa perpisahan yang selalu sepaket dengan pertemuan. Sampai jumpa kembali, sayaaang! ^_^
                “Kita kan tadi udah jalan jalan, udah nulis aksara Jawa, juga udah makan jajanan pasar. Sekarang kalian boleh jalan jalan sama Ibu, kalau mau pulang juga boleh, kalau mau beli buku pakai diskon yang Ibu kasih tadi juga enggak papa.”
                “Langsung pulang boleh bu?” tanya Ian.
                “Boleh sayaaag...boleh. Mau pulang sama siapa Ian?”
                “Sama Kakak Bu! Pulang dulu ya Bu..” serunya sambil berlari meninggalkan saya.
                “Ati ati dijalan Ian, Assalamualaykum..!” teriakku.
                “Bu, saya belum dijemput...” ucap Aqila lesu.
                “Nah yang belum pulang boleh nunggu di sini sama Ibu.” tawarku.
                “Biar sama saya saja Bu..!” sahut Ibu Pendamping dari sekolah.
                “Oh ngenten Bu? Hehe nggeh sampun, matursuwun ngegh Bu! Saya tak pamit dulu.” Pamitku pada adik adik. Hmm sedih deh. :”(
    ^O^
                Minggu, 20 April 2014 adalah langkah baru mengenalkan kembali budaya kita yang nyaris tersisih. Budaya induk yang telah mendarah daging sejak atmosfer Jawa kita hirup dalam nafas pertama. Budaya yang seharusnya kita tekuni melebihi mereka para kaum pendatang namun terkesampingkan oleh tuntutan pergantian kurikulum.
                Terima kasih untuk Kakak Kakak Jatayu Muda dan Berbudaya atas ruang budayanya. Terima kasih untuk peluh dan semangat kalian membersamai adik adik dan turut menggandeng kami para penikmat budaya negeri ^_^. Terima kasih untuk adik adik yang senantiasa menginspirasi kami, membuat kami berusaha menjadi lebih baik menyiapkan ruang untuk generasi hebat seperti kalian ^_^.
                Ah ya, nyaris lupa.
                Salam Budaya!

    Hasil Jepretan Semangat Adik Adik
    Foto: Risa Rii Leon







    Jajan Pasar Penyumbang Energi


  2. 0 comments: