Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Percaya bahwa peremuan
terlahir tiga kali dalam hidupnya. Pertama jelas ia terlahir sebagai seorang
gadis yang lantas proses kelahiran kedua melalui seorang laki-laki yang
mengimaminya dan melabelnya ‘istri’. Kelahiran ketiga adalah keutuhan diri
seorang perempuan menempati kehakikatannya, menjadi Ibu.
Perempuan paruh baya
yang saya temui kala menanti hujan mereda dengan senja yang kelabu, saya mulai cemburu padanya. Dibuka dengan
percakapan basa basi mengenai nama serta alamat, saya mulai memasang telinga
atas ragam penuturannya. Ceritanya yang menyertakan gerimis itu berpindah dalam
nurani saya. :”)
^O^
Usia menjelang empat
puluhnya tersimpan rapi dalam rona ceria yang ia hadirkan. Barangkali sebab
interaksi intensnya dengan anak-anak hingga usia senja itu menjadi tak kentara.
“Kelak Nduk ketika kamu
sudah menikah, kamu harus lebih tangguh dari sekarang. Jika sekarang kamu masih
ditanya tentang kapan menikah. Jawablah dengan proses memantaskan diri menjadi
istri yang baik untuk laki-laki yang baik. Sebab kelak setelah kamu menikah
kamu harus bersiap dengan pertanyaan kedua, kapan punya anak!” ucapmu membuka
cerita. Dudukku menegak, fikirmu jauh meninggalkan masa kini. Menjejak jauh ke
masa depan.
Anak? Menghela nafas
sejenak. Jujur, dalam sebuah alinea pernah saya utarakan keinginan saya untuk
segera memiliki momongan setelah menikah. Bahkan beberapa pekan ini tulisan
saya, entah itu cerpen atau sebatas tulisan curhat, selalu ada sesosok bocah
sebagai aktor tulisan saya. -_- Dan memiliki anak setelah pernikahan? Jelas
adalah keinginan, namun bagaimana jika keinginan itu tak segera di acc oleh
Allah SWT? Salah satu tujuan pernikahan memang memiliki keturunan tapi apa
benar itu adalah keutamaan? Amm lantas nomor berapa pernyataan ‘melengkapi
separuh agama’ itu diletakkan? Atau pernyataan itu telah berfusi dalam
kehadiran seorang anak yang menjadi kewajiban sepasang suami istri?
Semua tanya yang
mengarah pada beberapa tragedi di sekitar. Tentang sepasang suami istri yang
menua berdua tanpa kehadiran pihak ketiga sebagai seorang anak. Menutup nafas
bersama tanpa pernah terpanggil ayah-bunda. Tentang sepasang suami-istri yang
berpisah sebab tak kunjung hadirnya celoteh bocah diruang utama mereka lantas
mencari dia yang lain agar kian lengkap hidupnya sebagai manusia, mengabaikan
luka yang telah ditorehkan pada pasangan masa lalunya. Tentang sepasang
suami-istri yang bersama mencari jalan alternative mengadakan rekayasa sperma,
mengikhtiarkan tangisan bayi menghiasi malam-malam mereka. Tentang sepasang
suami-istri yang merapatkan sujud dua puluh empat jam, dengan lelehan air mata
sesudahnya, merapalkan doa beratus kali untuk kehadiran seorang pejuang kecil
di rahim sang perempuan.
“Ketika itu terjadi nak,
bersabarlah dalam prosesmu. Urusan memiliki anak, sungguh! Itu murni ridha
Illahi.”
Benarkah?
Katanya memiliki anak
adalah kesiapan mengemban amanah. Lantas apakah ketika sepasang suami istri
belum memilikinya itu berarti sepasang suami-istri itu belum layak mengemban
amanah? Hingga seumur hidupnya harus terus memantaskan diri agar amanah itu
sudi tinggal dipundak mereka? Jika demikian, apakabar tetangga di rumah saya,
atas pernyataan lugas beliau yang mengaku sudah ndak siap memiliki anak lagi
(anaknya sudah sampai tahap lusinan) sebab untuk makan sendiri saja susah. Apa
kabar mereka yang aborsi? Meniadakan dengan paksa kehadiran bayi sebab hubungan
diluar nikah atau usia terlalu dini?
Katanya memiliki anak
adalah bukti kepantasan seorang mengemban amanah. Kepantasan sebuah amanah yang
tercermin dari sebuah takwa kepada.Nya semata. Jika takwa menjadi tolak ukurnya
maka harap saya untuk memiliki anak jelas akan kandas. Lolos bekaspun tidak.
Jika takwa, maka adakah yang lebih pantas dari Sarah istri Ibrahim as serta
Aisyah Istri Rosulallah SAW?
Bukan perkara siap atau
tidak siap, pantas atau tidak pantas, sebab memiliki anak bukan semata urusan
semua syarat dan prosedur terpenuhi. Menikah, sehat, ikhtiar, dan doa. Tidak
seindah itu nyatanya. Dengan maha Romantis, Allah SWT memfirmankannya dalam
As-Syuura 49-50.
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan
langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan
anak-anak perempuan kepada siapa yang
Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. atau Dia menganugerahkan kedua jenis
laki-laki dan perempuan (kepada siapa)
yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan
mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa."
Ada Allah SWT yang menyertai setiap perkara. Dan sebab itulah merunut pada pertanyaan kemungkinan memiliki anak bagi setiap pasangan yang telah halal, pun dengan kemungkinan untuk saya kelak. Tawakal adalah kunci untuk tetap bersyukur. Menguatkan perempuan yang tertakdirkan untuk tidak memiliki anak dari rahimnya. Menangguhkan imannya agar tetap setakwa Aisyah binti Abu Bakar As-Sidiq dan Sarah istri Ibrahim AS. :”) “Pernikahan adalah tentang bagaimana suami dan istri saling mengisi tanpa saling menuntut berlebih. Selama keduanya tetap melangkah pada kebaikan itu adalah kelengkapan separuh diennya. Perkara anak itu bonus ikhtiar Nduk. Sebagaimana bonus, bisa disertakan bisa tidak. Dan yang jelas juga, kalian harus bersiap dengan segala kemungkinan yang hadir setelah menikah. Kemungkinan baik maupun buruk. Yang jelas semua akan ada waktu dan hikmahnya. Percayalah.” Tuturnya kembali. Cemburu itu kian subur. Ya Rabb, hibahkanlah sedikit saja ketegaran perempuan di depan saya ini untuk hati saya yang kerap rapuh. Batinku melirih.
Ada Allah SWT yang menyertai setiap perkara. Dan sebab itulah merunut pada pertanyaan kemungkinan memiliki anak bagi setiap pasangan yang telah halal, pun dengan kemungkinan untuk saya kelak. Tawakal adalah kunci untuk tetap bersyukur. Menguatkan perempuan yang tertakdirkan untuk tidak memiliki anak dari rahimnya. Menangguhkan imannya agar tetap setakwa Aisyah binti Abu Bakar As-Sidiq dan Sarah istri Ibrahim AS. :”) “Pernikahan adalah tentang bagaimana suami dan istri saling mengisi tanpa saling menuntut berlebih. Selama keduanya tetap melangkah pada kebaikan itu adalah kelengkapan separuh diennya. Perkara anak itu bonus ikhtiar Nduk. Sebagaimana bonus, bisa disertakan bisa tidak. Dan yang jelas juga, kalian harus bersiap dengan segala kemungkinan yang hadir setelah menikah. Kemungkinan baik maupun buruk. Yang jelas semua akan ada waktu dan hikmahnya. Percayalah.” Tuturnya kembali. Cemburu itu kian subur. Ya Rabb, hibahkanlah sedikit saja ketegaran perempuan di depan saya ini untuk hati saya yang kerap rapuh. Batinku melirih.
Sedih? Nyata perasaan macam itu ada.
Dan itu sangat wajar. Sebuah wajar yang bercermin pada kisah Nabi Zakaria as.
Menanti kehadiran bocahnya hingga mendapati rambutnya beruban. Lantas dengan
segala keMahaBaikkan Allahlah penantiannya yang penuh kesabaran itu berbuah
manis. Dalam keadaan tua dan istri mandul, beliau dianugerahi keturunan. Pun
dengan Nabi Ibrahim as juga Imran yang menanti dalam kepasrahan berserah diri
kepada Illahi. Mengimani dengan sebenar-benarnya iman bahwa hanya kepada
Allahlah semua perkara itu kembali.
“Kuncinya ya Cuma satu Nduk.
Berserah diri tanpa pernah mengotori kebaiksangkaanmu kepada Illahi. Percayalah
sepenuhnya kepada Peciptamu.” Pesan
perempuan itu menutup percakapan menjelang senja.
Hujan telah mereda sedari tadi,
melegakan sebuah hati yang telah diberi banyak inspirasi. Hati saya ramai
merapal doa untuk perempuan yang telah meninggalkan saya dalam takjub.
Punggungnya telah menjauh, bersama angan saya yang melesat jauh ke masa depan.
Sebuah masa dengan kehadiran seorang ‘kamu’ dalam hidup saya. Semoga engkau
adalah seorang dengan kesabaran luas tanpa stok terbatas, hati yang lapang
untuk membersamai saya menerima ragam kemungkinan dalam kebersamaan yang halal.
:”)
Dan untuk perempuan paruh baya
dengan rona ceria, meski rahimmu belum terjamah proses pembuahan sperma, tapi
engkau adalah Bunda untuk semua anak bangsa. :”) Senantiasa melenggangkan
langkah penuh kebermanfaatan, meninggalkan jejak-jejak inspirasi untuk mereka
yang sedia berbagi. Saya adalah satu yang beruntung sempat berbincang denganmu.
Senyum dan sapamu akan abadi dalam ingatku, semoga ada lain kesempatan bertemu
denganmu kembali. (Aamiiiin....)
^O^
Peluk itu masih menghangat dan
bersahabat. Membebat banyak rapuh yang sempat ada di hati kerdil saya.
Menguatkannya agar mampu menguatkan yang lain. Terima kasih untuk berbagi
inspirasi ^_^ Mari berdoa untuk bertemu kembali :”)
0 comments:
Post a Comment