Rss Feed
  1. Dua Titik Segitiga Sama Kaki

    Thursday, 9 January 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    https://www.facebook.com/PenerbitHarfeey


    Menunggu #2
    -Lelah dalam Durasi-

    Genre : Kumpulan Cerpen
    Penulis : Boneka Lilin et Boliners
    Editor : Boneka Lilin
    Layout : Boneka Lilin
    Design Cover : BoLin & Ary
    Penerbit : Harfeey
    ISBN : 978-602-7876-71-2
    Tebal : 140 Hlm, 14, 8 x 21 cm (A5)
    Harga : Rp37.000,- (Harga kontributor Rp31.000,- setiap pembelian bukunya)
    CP Order : 081904162092

    Sinopsis

    Ibarat mengejar jarum jam yang tak berhenti untuk kian pergi. Sekeras apa pun aku berlari, dia tetap melenggang jauh.

    Maka di sinilah aku, bersama pilihan yang kurasa jauh lebih baik dari mengejar sesuatu yang tak pasti; menunggu. Paling tidak, dengan aku diam menunggu, jarum jam itu akan berputar dan kembali padaku. Walau entah harus kutukar dengan berapa lama durasi dalam menunggu.

    ***
    Kontributor:
    Boneka Lilin, Syukron Ya Sukron, Nunik Susilo Rini, Tri Sadono, Ovie Nurbaity Paring, Narisa Haryanti, Alzenni Manda, Rozella Maryam, Faatin Han, Wulan Dadi, Arni Mei Yuni, Nadyannisa Pratiwi, Arinny Fharahma, Nindika Tria Hapsari, Witri Prasetyo Aji, Widya Neva, Anisa Sholihat, Rosnelly Dwi Fitria, Heridwan, Aifia A. Rahmah, Muhrodin A.M, Visca Julianti, I Made Binar Andromeda, Sindu Lintang Ismoyo, Mayang Ayu, Rika Angriani
     
    Ini adalah penantianku :) #HappyReading! ^^

                                                                                    ^O^


                Kulitnya mulai mengelupas, berganti warna dan mulai terhinggapi lumut. Dua papan kayu berengselpun mulai rapuh. Termakan rayap jaman. Dialah tersangka utama pembuat jengkal antar titik dalam segitiga sama kaki. Gerbang Sekolah Dasar Kasih Bunda.
                Ada jarak antara saya dan kamu yang diberi nama kita. 
    viraeya24.tumblr.com

                “Kita adalah dua titik dalam segitiga sama kaki.” Ucapmu sembari menawarkan kelingking guna dikaitkan dengan kelingking saya.
                “Kenapa segitiga sama kaki memangnya?” tanya saya penasaran, masih enggan dan belum mengerti untuk apa ritual pengaitan jari ragil itu.
                “Karena aku kan mau pergi. Jadi nanti jauh sama kamu. Sama kaya dua titik di segitiga sama kaki. Jauh tapi nanti juga ketemu.” Katamu semangat empat lima. Mengaitkan dua alismu. Mencoba meyakinkan saya. “Kalau udah besar. Pasti ketemu!” kamu menegaskannya.
                Adegan sepuluh tahun lalu. Di tempat yang sama saya berdiri saat ini. Saat merah putih begitu indah berkibar dalam langkah langkah ringan kita. Saat merah putih dengan mesra menggandeng kita menyusun mimpi setinggi bintang di langit. Saat merah putih dengan santun mengajarkan kita untuk saling menghargai sebagai sesama. Saat merah putih mengenalkan gobak sodor dan tarian padang bulan. Merah putih menyelamatkan masa kecil kita. Membuat kita memiliki kisah manis untuk diwariskan pada lingkaran api unggun anak cucu.
                Kini merah putih telah tersimpan di rak baju. Mengendap bersama kenangan dan janji kita. Sepuluh tahun kelingking itu masih terkait dihati masing masing. Terpatri dan menanti tertepati. Dua titik segitiga yang membutuhkan penggaris pemutus jarak. Dua titik yang harus segera dihubungkan guna menjadi utuh satu sama lain.
                Saya mematung disana. Tak menghiraukan colomus nimbus yang mulai menyapa. Membiarkan gerimis menjamah penutup raga. Mengikhlaskan diri menggigil demi menunggumu. Saya percaya. Sekali kamu berjanji, kamu akan menepati. Bahkan bulan rela dan legowo menjadi pasi demi berjumpa dengan sang surya. Bulan memang bodoh, tapi tidak. Barangkali dia hanya terlalu rindu. Dan bulan ingin setia penantiaannya segera terlunas oleh pertemuan nyata, meski harus menjadi pasi sekalipun.
                “Sha, ini Ari. Besok saya tunggu di gerbang depan kasih bunda ya J. Dua titik segitiga sama kaki itu butuh penggaris!!” pesan dengan seratus tujuh belas karakter itu sukses membuat saya berjingkrak jingkrak, melupakan penantian panjang pada dosen pembimbing yang hobby travelling.
                Mungkin itu jawaban atas percakapan panjang saya dengan Tuhan seusai sujud. Bukankah saat jarak begitu nyata, hanya lengan doa yang mampu menghangatkan? Bukankah lengan doa pula yang menjawab segala rindu yang tercipta oleh angkuhnya jarak?! Fasilitator untuk saling memeluk bagi mereka yang berjarak. Doa.
                Lantas bagaimana caranya menjelaskan tentang rindu pada seseorang yang entah berada dimana? Hanya perlu percaya pada Tuhan. Itu saja. Karena jarak adalah cara Tuhan mengajarkan agar menghargai pertemuan. Karena jarak adalah cara Tuhan membuatmu mengerti arti menunggu yang bertunas oleh rindu. Karena jarak adalah cara Tuhan menguji mereka yang mencinta dalam balutan rapal doa untuk tetap saling ada.
                Karena saya percaya. Saya dan kamu akan menjadi kita. Suatu hari nanti, pada masa yang tidak kita ketahui. Maka biarlah saya tetap disini. Menantimu kembali bersama rindu yang hampir basi. Menyelamatkannya dari masa kadaluarsa dan menggantinya dengan genggaman masa depan. Mengaitkan kelingking dan menghubungkan titik segitiga sama kaki.

    Selasa, 09 April 2013
    Risa Rii Leon ^^

     *Sebenarnya kisah diatas adalah bibit dari fiksi yang bercerita sama, tentang penantian. Haha ada satu paragraf yang saya ambil dari cerpen sekelopak rindu merah jambu :D tentang penantian :D



  2. 0 comments: