Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Rabu,
26 Februari 2014
Pesawat imaji saya bertandang menuju
arah jam tiga dari bumi. Hmm perjalanan antariksa pertama
saya, dan Neptunus
resmi menjadi tujuan utama. Pasangan kembar dari Uranus ini tak kalah menarik
dari makhluk antariksa lainnya. Bimasakti telah menganugerahi ketiga tetangga
ini dengan cincin asteroid yang sangat menunjukkan betapa Tuhanpun menyukai
seni. Gaya tarik Maha Keren yang mampu menyusun milyaran partikel debu dan batu
berlapis es dalam garis orbit agar tak jatuh membuncah mengenai mata.
Pijakkan awal saya disambut sebuah
gemuruh udara. Tak berwujud namun jelas terasa, tanpa santun mengibarkan jilbab
saya. Ya Rabbi, seluruh udara berputar terus menerus. Udara di permukaan yang
hangat terus naik lantas ketika sudah dingin akan kembali turun, terserap
kembali oleh permukaan Neptunus. Gumpalan gumpalan awan bergerak seiring angin
yang melesat cepat, anak anak domba yang diharuskan berlari. Juga sebuah tuan
yang tak ramah, penguasa atas gerakan angin cepat ini, si Bintik Gelap Raksasa,
paduka dari semua angin cepat, adalah ancaman terbesar pendaratan saya.
“Saya harus lekas kembali!” batin
saya berseru. Memangkas segala ingin untuk sekedar berkeliling daratan
Neptunus. Saya harus kembali, menyelamatkan diri dari pusaran badai Neptunus
yang enggan berlalu. Aahh baru saya tahu, mengapa Neptunus tak berpenghuni
manusia, baru saya paham angin di bumi adalah angin teramah di Bimasakti.Tanpa
sempat menyapa Triton, Thalassa, Despina dan rekan rekan sesama pengiring
Neptunus lainnya, saya kembali menuju Bumi.
Seandaianya mereka ke sini, mendarat
di Neptunus, diterjang badai bahkan sebelum kaki mengendus tanahnya. Betapa
bersyukurnya tinggal di bumi dengan badai pasti berlalunya. Ya, sekencang
apapun badai yang melintas di bumi, dia hanya sedang lewat saja, serupa bis
dengan halte persinggahannya. Badai badai yang menerjang, segala rupa
problematika hidup pasti akan berlalu, karena kita hidup di bumi, bukan di
Neptunus. :3
Terkadang kita lupa, lupa pada
pijakan kita yang masih didaratn bumi, lupa pada kebijakan Allah SWT untuk
tidak menguji hamba.Nya melebihi kemampuan hamba.Nya hingga menghiasi hidup
penuh keluh kesah. Seolah olah semua angin adalah badai tanpa sepoi.
“Kapan badai akan berlalu?” keluhnya
setiap hari.
Come on! Masihkah kamu akan tertawa
dengan lelucon yang sama setelah sepuluh kali mendengarnya? Masihkah kamu akan
terbahak dengan satu tayangan warkop yang sama setelah sebelas kali
menontonnya? Masihkah kamu akan terpingkal dengan satu tingkah Mr.Bean yang
sama setelah dua belas kali menontonnya? Masihkah? Tapi yang sering terjadi
kita masih sering diresah galaukan dengan masalah yang sama atau pernah terjadi
sebelumnya. :3
Terkadang kita, tepatnya kita
mensugesti diri kita, menyatakan pada diri sendiri tentang sesuatu yang tidak
perlu. Meresahkan diri, penggalauan diri yang berlarut sebab masalah yang
sebenarnya sudah sering kita temui. Bukan sesuatu yang baru dan mengejutkan.
Kesendirian, keputusasaan, kesepian, kekecewaan, kemarahan, juga hal hal
pengundang galau lainnya yang menyiratkan betapa sengsaranya hidup kita. Hal
yang sudah biasa namun dipikirkan dengan luar biasa hingga menjadi tekanan
tersendiri. Menyalahkan beberapa pihak, mencari kambing hitam, serta memendam
magma dalam dalam, siap bererupsi kapan saja. Stop! Please!
Semua badai di sini pasti akan
berlalu! Sebuah janji yang tidak mungkin Allah ingkari. Bahwa Allah SWT tidak
akan memberi ujian pada hamba.Nya melebihi batas kemampuan hamba.Nya. Bahwa
selalu ada kemudahan setelah kesulitan. Bahwa Allah tidak akan merubah suatu
kamu jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya. :”)
Tak perlu mencari dan menuruti kata
kata motivator terbaik di dunia untuk memperoleh motivasi memperbaiki diri. Tak
perlu mahal mahal membeli buku setebal setengah meter untuk memiliki inspirasi
diri. Sungguh, tak perlu repot repot mengharapkan orang lain untuk memotivasi
diri kita. Percayalah, kita lebih bertanggung jawab pada semangat diri kita
sendiri. Motivator, keluarga, sahabat dekat, buku buku inspirasi hanya
menyumbang sepersekian persen dari seratus persen semangat dan bara api yang
kita miliki. Percayalah pada kemampuan diri! Percaya bahwa segala gundah,
resah, galau, atau semacamnya yang bertandang kala sepi menyergap adalah cara
Allah meminta kita lebih banyak berbicara dengan.Nya sebelum bercurhat ria
dengan sesama kita.
Baiklah, tidak perlu seyakin itu
pada saya. Menuntut kalian untuk percaya pada apa yang saya katakan pun tak
akan merubah perasaan kalian. Namun, percayalah ketika kalian sudah
mengalaminya. Meninggalkan jejak jejak nyata dalam rapal doa. Jejak nyata yang
membias di pelupuk mata, meneteskan hangat yang mengalir melalui bukit pipi,
lalu mendarat di tanah untuk lenyap dalam lelap penuh senyum. Ya, ada tangis
bahagia disana. Bukan sebab apa apa, hanya sebab Ia semata, Sang Maha Besar
yang telah manunggal dalam jiwa raga, melebur dalam detak dan debar jantung,
dalam arus nadi, juga dalam bibir yang basah merapalkan mantra mengingat
asma.Nya :")
Percayalah setelah mengalami. :”)
Badai Neptunuspun berseru tanpa
henti tentang kebesaran.Nya :”)
0 comments:
Post a Comment