Rss Feed
  1. Badai Neptunus

    Thursday 27 February 2014

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
    Rabu, 26 Februari 2014

                Pesawat imaji saya bertandang menuju arah jam tiga dari bumi. Hmm perjalanan antariksa pertama
    saya, dan Neptunus resmi menjadi tujuan utama. Pasangan kembar dari Uranus ini tak kalah menarik dari makhluk antariksa lainnya. Bimasakti telah menganugerahi ketiga tetangga ini dengan cincin asteroid yang sangat menunjukkan betapa Tuhanpun menyukai seni. Gaya tarik Maha Keren yang mampu menyusun milyaran partikel debu dan batu berlapis es dalam garis orbit agar tak jatuh membuncah mengenai mata.
                Pijakkan awal saya disambut sebuah gemuruh udara. Tak berwujud namun jelas terasa, tanpa santun mengibarkan jilbab saya. Ya Rabbi, seluruh udara berputar terus menerus. Udara di permukaan yang hangat terus naik lantas ketika sudah dingin akan kembali turun, terserap kembali oleh permukaan Neptunus. Gumpalan gumpalan awan bergerak seiring angin yang melesat cepat, anak anak domba yang diharuskan berlari. Juga sebuah tuan yang tak ramah, penguasa atas gerakan angin cepat ini, si Bintik Gelap Raksasa, paduka dari semua angin cepat, adalah ancaman terbesar pendaratan saya.
                “Saya harus lekas kembali!” batin saya berseru. Memangkas segala ingin untuk sekedar berkeliling daratan Neptunus. Saya harus kembali, menyelamatkan diri dari pusaran badai Neptunus yang enggan berlalu. Aahh baru saya tahu, mengapa Neptunus tak berpenghuni manusia, baru saya paham angin di bumi adalah angin teramah di Bimasakti.Tanpa sempat menyapa Triton, Thalassa, Despina dan rekan rekan sesama pengiring Neptunus lainnya, saya kembali menuju Bumi.
                Seandaianya mereka ke sini, mendarat di Neptunus, diterjang badai bahkan sebelum kaki mengendus tanahnya. Betapa bersyukurnya tinggal di bumi dengan badai pasti berlalunya. Ya, sekencang apapun badai yang melintas di bumi, dia hanya sedang lewat saja, serupa bis dengan halte persinggahannya. Badai badai yang menerjang, segala rupa problematika hidup pasti akan berlalu, karena kita hidup di bumi, bukan di Neptunus. :3
                Terkadang kita lupa, lupa pada pijakan kita yang masih didaratn bumi, lupa pada kebijakan Allah SWT untuk tidak menguji hamba.Nya melebihi kemampuan hamba.Nya hingga menghiasi hidup penuh keluh kesah. Seolah olah semua angin adalah badai tanpa sepoi.
                “Kapan badai akan berlalu?” keluhnya setiap hari.
                Come on! Masihkah kamu akan tertawa dengan lelucon yang sama setelah sepuluh kali mendengarnya? Masihkah kamu akan terbahak dengan satu tayangan warkop yang sama setelah sebelas kali menontonnya? Masihkah kamu akan terpingkal dengan satu tingkah Mr.Bean yang sama setelah dua belas kali menontonnya? Masihkah? Tapi yang sering terjadi kita masih sering diresah galaukan dengan masalah yang sama atau pernah terjadi sebelumnya. :3
                Terkadang kita, tepatnya kita mensugesti diri kita, menyatakan pada diri sendiri tentang sesuatu yang tidak perlu. Meresahkan diri, penggalauan diri yang berlarut sebab masalah yang sebenarnya sudah sering kita temui. Bukan sesuatu yang baru dan mengejutkan. Kesendirian, keputusasaan, kesepian, kekecewaan, kemarahan, juga hal hal pengundang galau lainnya yang menyiratkan betapa sengsaranya hidup kita. Hal yang sudah biasa namun dipikirkan dengan luar biasa hingga menjadi tekanan tersendiri. Menyalahkan beberapa pihak, mencari kambing hitam, serta memendam magma dalam dalam, siap bererupsi kapan saja. Stop! Please!
                Semua badai di sini pasti akan berlalu! Sebuah janji yang tidak mungkin Allah ingkari. Bahwa Allah SWT tidak akan memberi ujian pada hamba.Nya melebihi batas kemampuan hamba.Nya. Bahwa selalu ada kemudahan setelah kesulitan. Bahwa Allah tidak akan merubah suatu kamu jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya. :”)
                Tak perlu mencari dan menuruti kata kata motivator terbaik di dunia untuk memperoleh motivasi memperbaiki diri. Tak perlu mahal mahal membeli buku setebal setengah meter untuk memiliki inspirasi diri. Sungguh, tak perlu repot repot mengharapkan orang lain untuk memotivasi diri kita. Percayalah, kita lebih bertanggung jawab pada semangat diri kita sendiri. Motivator, keluarga, sahabat dekat, buku buku inspirasi hanya menyumbang sepersekian persen dari seratus persen semangat dan bara api yang kita miliki. Percayalah pada kemampuan diri! Percaya bahwa segala gundah, resah, galau, atau semacamnya yang bertandang kala sepi menyergap adalah cara Allah meminta kita lebih banyak berbicara dengan.Nya sebelum bercurhat ria dengan sesama kita.
                Baiklah, tidak perlu seyakin itu pada saya. Menuntut kalian untuk percaya pada apa yang saya katakan pun tak akan merubah perasaan kalian. Namun, percayalah ketika kalian sudah mengalaminya. Meninggalkan jejak jejak nyata dalam rapal doa. Jejak nyata yang membias di pelupuk mata, meneteskan hangat yang mengalir melalui bukit pipi, lalu mendarat di tanah untuk lenyap dalam lelap penuh senyum. Ya, ada tangis bahagia disana. Bukan sebab apa apa, hanya sebab Ia semata, Sang Maha Besar yang telah manunggal dalam jiwa raga, melebur dalam detak dan debar jantung, dalam arus nadi, juga dalam bibir yang basah merapalkan mantra mengingat asma.Nya :")
                Percayalah setelah mengalami. :”)
                Badai Neptunuspun berseru tanpa henti tentang kebesaran.Nya :”)

  2. 0 comments: