Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Menuju Pos I, Lawu/Foto by Ali Mu'min (Dari Kiri: Saya, Tasrip, Asap, Trimbul, Mas Yan,Ayu) |
Hallo Januari :D
Selamat ya kamu udah sukses buat aku
rindu sama jingga senja. Yep, Januari 2013 tak menyisakan ruang untuk sore
tanpa hujan, dan teriring gerimis di luar hape saya bergetar. Menampilkan satu
pesan yang harus saya baca.
“Ris, besok ke Lawu yuk, diajak anak
anak ini!”
“Ha ndadak banget?! Siapa aja emang
yang mau kesana?”
“Asap, Trimbul, sama Mas Yan.”
“Mas Yan pulang ta?”
“Iya, makannya ayo ikut.”
“Hla ini ndadak banget. Cewenya
siapa aja?”
“Ini baru aku, ayo ikut!”
“Hmmm sik.”
Beberapa jam setelah itu baru saya
menyatakan untuk ikut. Hello, saya belum menyiapkan apapun. :3 Carrer, matras,
senter, madu, coklat, mantol, sendal gunung, jaket, lilin, spiritus. Malam
sesusai kabar pendakian saya segera sms rekan rekan pecinta alam yang bisa saya
pinjami peralatan. Untuk perkara dum dan kompor juga lainnya sudah dibawakan
sama rekan lain. :V *makasih hlo :*
^O^
“Ini musim hujan Nduk. Gag usah
muncak, lagian kamu udah janji enggak bakal ikut pecinta alam kalau kuliah!”
pesan Ibukku di layar Nokia.
“Sekali ini aja kok Bund, ini sama
Ayu sama Mas Yan juga kok. Yayayyaya, pliiiiiss!” pintaku memohon.
“Mau berangkat kapan?”
“Nanti sore hehe, boleh yaa...”
Ibu tidak membalas, baiklah saya
artikan itu sebagai ‘iya, tak ijinke.’
Asar mereka berangkat dari Kebumen (Asap,
Kak Ali, Mas Yan, Tasrip, Ayu) lalu ke Yogya pinjam beberapa peralatan, dan jam
setengah sembilan sampai Solo (setelah nyasar nyasar juga haha).
Jumat,
18 Januari 2013 pukul 21.00 WIB kami berangkat menuju Magetan, memilih
Jalur Pendakian Cemoro Sewu sebagai jejak kami. Sebab katanya jalurnya lebih
pendek dibanding Cemoro Kandang tapi treknya lebih menanjak. Asap bersama Ayu,
Mas Yan berang Tri, Saya dengan Tasrip dan Kak Ali sendiri. Pukul 23.15 WIB
kami sampai. Istirahat sambil menghangatkan raga di warung dua puluh empat jam
dekat basecamp. Bbbbrrrrr dingin sekali, Kisanak!
Kembali ke basecamp (numpang ini
ceritanya), mengumpulkan energi untuk menjamah trek Cemoro Sewu esok pagi.
Mengecharge alat komunikasi juga alat dokumentasi. Berhibernasi menanti detik
detik datangnya embun pagi. Ditemani gerimis dan kelelahan perjalanan menuju
basecamp kami baru bangun pukul setengah enam pagi. Bergegas shalat shubuh dan
mencari sarapan.
Sabtu,
19 Januari 2013, pukul 09.00 WIB kami siap melangkah.
Dari gerbang Cemoro Sewu kami
disambut cemara dan perdu yang memagari tatanan bebatuan tapak pijakan kami. Batin
saya, mungkin ini mengapa jalur ini
dikatakan Cemoro Sewu (Cemara Seribu), kalau Cemoro Kandang gimana ya? :D Beberapa
meter perjalanan kami berikutnya, kami melihat beberapa penduduk sibuk mengurus
ladang ladangnya, ada kobis dan wortel yang sedang mereka rawat sebagai sumbu
kehidupan mereka. Sangat kontras degan pemandangan sebelumnya bukan? Kehijauan ladang
yang berkolaborasi dengan beberapa pepohonan roboh yang menghitam menemani kami
hingga Pos 1.
Pukul 11.15 kami sampai di Pos 1
yang terdapat warung 24 jam siap melayani para pendaki. Kepulan asap dari
bakwan dan mendoan sepertinya menggoda beberapa rekan, mengabarkan pada mereka
betapa nikmatnya mengunyah gorengan hangat ditengah cercaan dingin Lawu. Haha kami
istirahat beberapa menit disana. Sudah siang namun matahari masih asik
berselimut awan, hmm Januari di Lawu tidak lebih kering dari Solo :3
Bersama tiga potong mendoan dan lima
potong bakwan yang sudah berpindah tempat ke perut kami, perjalanan kami
teruskan. Dari Pos I jalan setapak sudah mulai menyempit juga menanjak. Konon kabarnya
dari Pos I hingga Pos 2 aroma menyengat belerang akan segera membaui hidung
para pendaki, namun saya tidak mencium aroma tersebut. Hmm barangkali hidung
saya yang terlalu datar :3 atau memang flu menyumbat aroma itu. Haha apapun itu
saya bersyukur, sebab bisa mual saya kalau benar benar sangat bau belerang :v
Medan kami
kali ini bukan lagi jalan setapak indah nan landai, menuju Pos 2 jalan sudah
terhias bebatuan dengan kemiringan yang cukup tajam. Hwohh mulai ngtrek mas bro
:D.
12.20 WIB kami sampai di Pos 2. Berhenti
sebentar, menghela nafas, dan lanjut.
Pos 2 sendiri medannya berupa
dataran yang cukup luas dengan bebatuan dan pepohonan besar juga sebuah
bangunan beratap, di sini para pendaki bisa membuat tenda yang nyaman dan terlindung
dan badai. :v Kata salah satu Bolang
kalau lagi ramai gitu sering terdapat pedagang makanan juga di Pos 2.
Pukul 14.00 WIB, Pos 3 menyelamatkan
kami dari kelelahan. Curamnya jalur menujur Pos 3 ini cukup menyita energi
kami, dan jadilah kami beristirahat. Menyeduh mie instan juga menyantap
sebungkus madu, cukup merecharge energi kami.
Di Pos 3 kami bertemu dengan rekan
pendaki lainnnya, mereka membuat tenda di Pos 3 (sama seperri pos sebelumnya
Pos 3 juga terdapat bangunan yang tadinya beratap dan cukup aman dari serangan
badai). Beberapa dari mereka menyarankan untuk tidak muncak dulu soalnya cuaca
lumayan buruk. Hmm menuju Pos 3 saja kami sudah disapa hujan dan angin cukup
menggigilkan. Bundaa, peluk aku! Sambil istirahat (masak mie instan dan
menyeduh kopi juga shalat) kami membahas untuk lanjut atau ngcamp. Dan kami
memutuskan untuk lanjut saja, jika memang tidak memungkinkan muncak malam ini,
kami akan ngcamp di tempat Mbok Yem (Warung Fenomenal di Puncak Lawu) sembari
memesan jahe susu hangeett. Ulalala, saya sudah membayangkan kehangatan Jahe
Susu Mbok Yem wkwkkwkw. Pukul 15.15 kami melangkah lagi. Pos 4 sambut kami yee
:D
Sebuah dataran cukup luas untuk
sebuah papan bertulis Pos 4 menyambut
kami seusai melahap tanjakan tanjakan terjal berbatu dengan kaki kami tepat pada
pukul 18.10 WIB. Perjalanan menuju Pos 4 ini tak kunjung memberi kelegaan medan
pada kami. Sampai jalur ini saya nyaris bertemu keputusasaan. Hujan Oragrafis
yang setia menemani sejak masuk Pos 3 juga medan yang kian ngtrek, saya merindukan
kasur dan air hangat beraroma coklat dari kedai coklat kesayangan. Di sini kami
berhenti sejenak, angin dan hujan kian tak bersahabat. Setelah dirasa cukup
aman kami melenggang kembali.
Dan pucuk dicinta ulampun tiba :D
lalalala medan mulai mendatar, tak ada lagi batu batu terjal, dihadapkan kami
menghampar tanah datar, namun angin yang kian gemuruh beserta air air yang
terus menetes tak membiarkan kami berlama lama menikmati sekitar. Bersama pendaki
lain kami saling berpegangan, menjaga satu sama lain agar tak terbawa bayu.
Tuhan, inikah rasanya dekat dengan kematian, batinku lirih? Entah seperti apa
rupa badai, tapi yang jelas ini benar benar layak masuk kategori ngeri :3 Kami
mengendap endap diantara perdu puncak, menggengamlang lengan seseorang, lalu
berjalan beberapa langkah, serupa pencuri yang enggan ketahuan mamasuki rumah
sang korban. Ya, kami bersembunyi dari terpaan angin dan air yang berkolaborasi
apik melayangkan beberapa jiwa. Inilah nilai dari perjalanan saya, sebuah
kebersamaan untuk saling menjaga dan menyelamatkan. Untuk segalanya, terima
kasih Tuhan :* always loving You.
Alhamdulillah jalur full angin tadi
hanya beberapa puluh meter, setelah itu jalur benar benar landai dan cukup
melegakan. Sayup sayup kami mendengar adzan magrib, lirih namun dalam,
menyentuh hingga palung raga. Ya Rabbi, Maha Besar Engkau :”) Perjalanan kami
kali ini tak hanya bertujuh, namun berbanyak, kami bertemu dengan beberapa rekan pendaki
yang nekat muncak meski angin galak :D berjalan dengan remang senter, kabut, juga saling
tukar identitas (afwan saya lupa nama namanya juga asalnya, intinya makasih
banget atas kebersamaannya).
Pukul 19.15 WIB kami sampai di
warung Mbok Iyem. Alhamdulillah, berkabut, dingin, juga lega haha. Sayangnya
warung Mbok Iyem tutup :”( alih alih minum susu jahe hanget kami malah
mengeluarkan peralatan dan membereskan lahan guna mendirikan tenda. Seharusnya
perempuan siap siap menjerang air, dan laki laki mendirikan tenda, tapi
kenyataannya kami sama sama mendirikan tenda haha lebih tepatnya Saya dan Ayu
merusuhi pendirian dum haha ye maap, kami hanya perempuan lemah mas bro :D
Dua dum kami dirikan berhadap
hadapan, satu untuk laki laki (Tasrip, Mas Yan, Kak Ali, Asap. Juga Trimbul)
dan satu untuk perempuan (Saya dan Ayu) haha berhubung dum perempuan berisi dua
manusia, jadilah beberapa barang barang dimasukan dum perempuan. Dan tibalah
masanya untuk saling menghangatkan haha cuaca memang tak kunjung membaik, namun
rintik air ini masih memungkinkan untuk menyalakan kompor. Kamipun duduk
melingkar, memasak mie instan, nasi, juga minuman kopi atau susu. Quality time
buat ngobrol kabar atau menyatakan kerinduan suasana blusukan juga membully satu sama lain, haha seringnya yang jadi
korban si Ayu :D Sebab kenyang, dan lelah kamipun beristirahat, siap siap
menyambut sunrise esok hari. Ya semoga langit sudah bersahabat. Doaku sebelum
tidur.
Gerimis masih mengisi atmosfer
sekitar puncak, dalam satu sleeping bag (Sleeping bag yang dibawa Ayu basah
total) saya dan Ayu saling memeluk. Sangat dingin untuk saya yang baru pertama
kali ke Lawu. Berita berita tentang kematian pendaki sebab hipotermia di
Lawupun bersliweran dalam benak saya. Ditengah gigilan saya, di dum depan
terdengar sangat berisik, lalu disusul aksi serobot masuk dum saya dan Ayu.
Astagfirullah, dum satunya ternyata berdiri ditempat yang tak tepat. Mendirikan
dome di aliran air dalam rinai hujan
puncak Lawu itu sama saja mati beku, and then kami bertujuh tidur dalam satu dome.
Minggu, 20 Januari 2013
Hallo Matahari Lawu...
Saya dibangunkan oleh ocehan kaum
laki laki. Menyatakan saya dan Ayu yang manja haha saya sih cuek. Baju saya
lembab, mengingat saya tidur dalam posisi paling pinggir, gerak dikit udah kena
air hujan dari tepian dome. Sembari mengumpulkan nyawa, saya mengisi paru paru
dengan ragam aroma. Menghirup bersihnya oksigen Lawu, mencium aroma agar agar,
secangkir energen, juga sekaleng gudhek. Duh para lelaki ini, kenapa rajin
sekali hahaha Serasa Tuan Putri, kami (Saya dan Ayu) bangun dan langsung makan
makanan yang tersaji haha benar benar tidak tahu diri :D
Keluar setelah kenyang, lalu
mendokumentasikan beberapa bukti untuk sebuah aktualisasi haha iyee, saatnya
poto poto. Selepas foto foto, para lelaki mengajak ke Puncak, dimana Tugu Hargo
Dumillah itu berdiri, menitikkan 3265 mdpl sebagai dasar ketinggiannya. Hmm
saya dan Ayu sepakat untuk tidak ikut kesana, berniat baik menjaga tenda
sementara mereka berfoto ria di puncak. Hahaha padahal sebenarnya melanjutkan
tidur semalam :D. Suasana masih berkabut dan gerimis juga masih setia menerpa,
jadilah matahari tak juga nampak saat itu. Hmm jangankan melihat pantulan sinar
matahari di permukanaan Laut Selatan dan deburan ombak Samudra Hindia, sunrise
puncak dan samudra diatas awan yang biasanya ada puncak saja tidak nampak. Padahal
dua pemandangan itu yang memotivasi saya untuk terus melangka, juga ditambah
cerita seorang rekan, katanya di Puncak Lawu bisa melihat Kota Wonogiri (dia
Asli Wonogiri) juga kota kota di Jawa Timur dengan jelas, bahkan waduk Gajah
Mungkur dan Telaga Sarangan beserta tempat penginapan disekitarnya nampak
sangat dekat. Jadi? Lebih baik tidur saja, setidaknya tidur akan mengurangi
keinginanmu melihat hal yang indah indah. :D Mari mendaki mimpi :D
0 comments:
Post a Comment