Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Senin,
03 Februari 2014
Masih berkaitan dengan postingan
saya sebelumnya, (yang belum baca klik disini )seorang Ibu menanggapi
postingan tersebut dalam kalimat berikut. “Tapi kan Nduk, meski menurut kamu
itu belum seharusnya untuk mereka setidaknya mereka keliatan bahagia dan menikmatinya.
Dan saya juga ndak maksa kok.” Belanya penuh keyakinan.
Seperti yang saya uraikan pada Bunda
dari salah satu adik les saya itu, saya uraikan kembali disini. :”)
Benar, mereka memang nampak bahagia
nan ceria. Ayolah, anak kecil mana yang ndak suka jadi pusat perhatian. Bahkan
tanpa harus ikut fashion show, ulah
ulah mereka yang menggemaskan seringkali mengundang perhatian kita. Diperhatikan,
diberi tepuk tangan, di foto sana sini, di puji, adalah hal hal yang sangat
disukai anak. Serupa aksi menampakkan diri, sebuah bentuk aktualisasi manusia
di lingkungannya. Tidak ada yang salah dengan itu, bahkan saya sangat setuju
dengan hal demikian. Dengan kesadaran mereka akan aktualisasi sejak dini,
mereka paham bahwa mereka harus terlihat dan belajar kontributif dengan
lingkungan. Fashion Show masuk dalam
kategori moment pengembangan afektif yang efektif untuk mereka. Menjadi lebih
percaya diri dengan segala yang ia miliki, mengenal minatnya dia, juga hal hal
positif lainnya yang menunjang pemahaman atas dirinya. Yang ingin saya
garisbawahi disini adalah beberapa tindakan anak anak yang menirukan orang
dewasa, memakai make up tebal, pakaian minim, high heels, melenggak lenggok,
dan hal hal lain yang belum masanya untuk mereka. Itu pointnya, point yang
membuat saya tidak menyukai fashion show
anak.
Tak apa fashion show namun tetap dalam ranah anak anak. Tidak harus
melenggak lenggok, tanpa
make up, tanpa sanggul, baju tidak membuat masuk angin,
tak membuat mereka takut salah langkah atau salah pose, tak membuat anak anak dijajah kecemasan sepanjang acara, dll. Membuat fashion show dengan membiarkan anak menjadi diri mereka sendiri,
menumbuhkan kepercayaan diri serupa pementasan seni, juga menanamkan indahnya
berpartisipasi sejak dini, dan tak perlu ada pemenang di sini, yang ada adalah
para pejuang. ^_^ Anak anak yang berjuang penuh percaya diri, orang tua yang
sedia kapanpun mendampingi.
antarafoto.com |
Orang tua adalah fasilitator dalam
pendidikan anak. Sebuah fasilitator tugasnya ya memfasilitasi, bukan membatasi.
Biarkan anak memilih hal yang ia sukai, jika memang perlu sampaikan beberapa
hal yang mungkin bisa dijadikan refrensi, sertakan juga setiap konsekuensi atas
pilihannya. Dan tak hanya menyediakan, fasilitas juga termasuk tentang
menguatkan, selalu ada saat anak membutuhkan. Bukan tak membiarkannya mandiri,
namun setidaknya kita selalu siap menemani, bahkan saat dia merasa tak ada yang
peduli. Siap membangkitkan saat ia jatuh.
Serupa melihat ikan ikan di akuarium, kita adalah
pengamat dan penyelamat. Membiarkan ikan ikan itu bebas berenang di seluruh
pelosok dan sudut akuarium, membiarkan ikan ikan itu mencoba banyak hal disana.
Namun kita senantiasa siaga jika ada kebuasan yang melahap ikan itu. Siaga menyelamatkan
saat ikan terjepit karang siaga menyelamatkan saat ikan tersungkur jatuh.
0 comments:
Post a Comment